[Nasional-m] Ekstensi, Sebuah Pembelaan

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue, 29 Oct 2002 22:56:01 +0100


Suara Merdeka
Rabu, 30 Oktober 2002  Wacana Mahasiswa

Ekstensi, Sebuah Pembelaan
Oleh: Oka Fridayah - Mahasiswi FH Ekstensi Undip

SEBAGAI mahasiswi ekstensi, saya tidak setuju terhadap pendapat yang menilai
program tersebut menyedihkan dan memalukan.

Ekstensi adalah jalur alternatif yang kondusif dan mendukung terciptanya SDM
yang berkualitas. Juga merupakan jalur alternatif yang memberikan kesempatan
belajar bagi semua kalangan yang memenuhi syarat.

Seperti kasus saya sendiri. Sewaktu masih mahasiswa semester akhir di
Universitas Negeri Yogyakarta, saya sudah laku di pasaran kerja. Karena PTN
mengharuskan tatap muka 75% maka saya tidak dapat meneruskan kuliah sambil
bekerja. Akhirnya saya mengambil program ekstensi.

Saya bercita-cita setelah lulus S1 akan melanjutkan ke jenjang S2 atau
bahkan S3. Saya tahu persis kondisi perkuliahan di ekstensi. Memang ada
oknum mahasiswa, karyawan perguruan tinggi, atau oknum dosen yang mencari
uang dengan ilegal seperti menjual soal, menjual jasa, malas mengajar dan
seterusnya. Tapi itu adalah ulah oknum, bukan semata-mata salah program
ekstensinya.

Di Fakultas Hukum Undip (ekstensi) ada juga dosen yang menjalankan tugasnya
dengan baik. Mereka tidak hanya dosen yang hanya memberi nilai, tapi juga
mendidik. Tuduhan bahwa nilai di ekstensi sangat mudah, adalah sebuah
tuduhan yang berlebihan.

Sebagai contoh di Fakultas Hukum Ekstensi Undip, untuk mata kuliah PTHI dari
hampir 120 mahasiswa hanya 4 orang yang memperoleh nilai A. Selebihnya
kebanjiran nilai D dan E. Mata kuliah ini dipandu oleh dosen Siti Soetami
SH.

Kebetulan saya mendapat A. Bagaimana cara saya belajar? Hampir setiap malam
saya belajar. Membaca buku, membuat ringkasan, menjawab contoh-contoh soal
dan buku literatur saya jadikan bantal tidur.

Lalu itukah yang dinamakan gampang memperoleh nilai?

Ada lagi contoh kasus. Teman saya bergelar SE MM (sudah lulus S2) masih
kuliah di ekstensi (fakultas hukum) dengan tujuan meneruskan profesi orang
tuanya untuk menjadi notaris. Bayangkan sudah S2 masih kuliah di ekstensi
dan saya yakin betul teman saya tersebut sangat jujur mengikuti aturan
perkuliahan apa adanya. Saya juga bertanya dalam hati, bagaimana nasib
orang-orang yang berkualitas dengan berjuta cita-cita tersebut dapat
mencapai cita-citanya apabila tidak ada ekstensi? Padahal rekan saya itu
sudah bekerja sebagai dosen dan sebagai Ketua Program Exim di salah satu PTS
di Semarang.

Saya yakin betul ekstensi sangat bermanfaat dan penting sekali apabila
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Saya mengimbau untuk semua unsur yang terkait dengan ekstensi terutama
pengelola perguruan tinggi agar menetapkan kebijakan sebaik-baiknya
bagaimana agar lulusan ekstensi dapat berkualitas dan mempertanggungjawabkan
keilmuannya pada masyarakat.

Melalui tulisan ini saya ingin meluruskan anggapan bahwa ekstensi hanyalah
menjual gelar. Anggapan itu sangat keliru. Karena banyak mahasiswa ekstensi
yang telah memiliki gelar S1 bahkan S2. Ada juga yang berprofesi dokter,
dosen, wartawan dan lain-lain. Mengapa mereka kuliah lagi? Mereka ingin
mencapai cita-cita luhur yang masih belum tercapai.

Mereka adalah SDM-SDM andal yang ingin menciptakan lapangan pekerjaan bukan
untuk mencari pekerjaan. Lalu kalau tidak ada ekstensi ke manakah mereka
yang merupakan SDM-SDM andal tersebut akan menempuh studi untuk mencapai
cita-cita luhurnya? Bravo ekstensi.(33)