[Nasional-m] Perpeloncoan, Mengapa Tidak?

Ambon nasional-m@polarhome.com
Wed Sep 4 13:53:06 2002


Suara Merdeka
Rabu, 4 September 2002 Wacana Mahasiswa

Perpeloncoan, Mengapa Tidak?
Oleh: Nur Aeni - Mahasiswi Psikologi dan Bimbingan Unnes

PENGENALAN kehidupan ilmiah kampus (Pekik) di Jurusan Perikanan Undip
diwarnai kericuhan antara panitia, mahasiswa senior dan pihak Dekanat.
Akibatnya, orientasi hari pertama bagi mahasiswa baru itu dibubarkan (Suara
Merdeka, 21 Agustus 2002).
Dan yang lebih mengagetkan lagi, kasus itu disusul dengan tragedi
kemanusiaan. Adalah Cisilia Puji Rahayu, mahasiswi baru Fakultas Peternakan
Undip, yang meninggal duni, diduga akibat stres mengikuti Pekik 2002.
Poltabes Semarang hingga kini masih mengusut kematian tersebut. Peristiwa
itu diduga merupakan salah satu buntut dari pelaksanaan orientasi kampus
(ospek) atau sejenisnya yang semakin memunculkan pro-kontra.
Saat memasuki lingkungan baru, selayaknya seseorang diperkenalkan dengan
kondisi kehidupan di lingkungan yang bersangkutan. Sama halnya dengan para
lulusan SLTA yang memasuki perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan
yang baru, juga dikenalkan dengan kehidupan kampus. Barangkali itulah
gambaran global mengenai tujuan diadakannya ospek. Kalau demikian adanya,
keberadaan ospek sangatlah tepat. Tanpa adanya ospek, mahasiswa baru akan
buta mengenai apa saja yang ada dalam kehidupan kampus. Selain itu ospek
juga bisa dimanfaatkan untuk menguji dan menggembleng mentalitas mahasiswa,
agar mereka benar-benar siap memasuki dunia baru. Yakni dunia kampus yang
penuh dengan berbagai dinamika, yang sudah barang tentu tidak ditemui pada
masa-masa sekolah di bawahnya.
Namun pada pelaksanaannya, banyak terjadi penyimpangan yang sering pula
berakibat fatal, bagi mahasiswa baru khususnya. Inilah yang memunculkan
pro-kontra di kalangan masyarakat. Di satu sisi, masa orientasi sangat
dibutuhkan bagi mahasiswa baru namun di sisi lain perpeloncoan yang
berlebihan menghadirkan keprihatinan bagi kita. Pihak birokrasi kampus
menyikapi hal ini dengan mengganti nama ospek menjadi beragam nama, seperti
Pekik, OKKA, atau beragam nama yang lain. Namun kenyataannya pelaksanaannya
masih sama dengan yang dulu. Dan nampaknya pro-kontra ini akan terus
berlanjut selama ospek ataupun kegiatan serupa masih tetap ada.
Hanya Oknum
Tidak jarang mahasiswa baru yang mengikuti ospek jatuh sakit, pingsan, atau
bahkan meninggal dunia. Kejadian ini memang disayangkan. Orientasi yang
bertujuan mulia beralih fungsi menjadi arena perpeloncoan. Mahasiswa baru
yang belum tahu apa-apa, dengan enaknya disuruh ke sana ke mari tanpa tahu
apa tujuannya. Jika mereka membandel, tangan atau kaki senior dengan sigap
mendarat di anggota badan yuniornya. Bisa jadi hal ini menimbulkan dendam
pribadi yang akhirnya pelampiasannya ditujukan pada mahasiswa baru
berikutnya. Selama orientasi masih diadakan, dosa warisan itu akan tetap
melekat.
Namun apakah kegiatan orientasi harus ditiadakan? Kalau kita berpikir bijak,
nampaknya jawabannya tidak perlu. Karena segala bentuk kegiatan akan
memunculkan dampak. Sehingga akibat negatif itulah yang harus
diminimalisasi. Harus diakui, jika kegiatan orientasi mahasiswa baru
dilaksanakan dengan benar, kejadian yang tidak diinginkan akan sangat kecil.
Bukan berarti membela panitia. Seba bisa jadi peristiwa perpeloncoan yang
berakibat fatal hanya dilakukan oknum. Disadari betul bahwa dalam kehidupan
kita selalu saja ada oknum yang tidak bertanggung jawab. Perbuatan oknum
inilah yang harus ditanggulangi, dengan membentuk tim pengawas independen
misalnya.
Kerap terjadi apa yang dialami di masa ospek bakal dilakukan di masa-masa
kuliah. Bagaimana seorang mahasiswa harus mengerjakan tugas hingga lembur,
strategi apa yang harus dihadapi ketika harus berhadapan dengan dosen
killer, bagaimana meredam kejengkelan ketika mendapat nilai E, padahal sudah
melaksanakan kuliah dengan rajin. Kejadian ini merupakan pengembangan dari
apa yang dialami di saat ospek. Bisa disimpulkan bahwa ospek merupakan
kehidupan mini dari apa yang bakal terjadi di kehidupan kampus selanjutnya.
Sehingga wajar jika dalam mengikuti ospek, dibentak senior karena tidak
mengumpulkan tugas. Karena tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi di
kemudian hari. Kehidupan kampus yang lebih bernuansa kebebasan (dibanding
saat di sekolah lanjutan), tentu harus diiringi dengan sikap, strategi, dan
alur pikir yang lebih dewasa.
Hal-hal yang ditugaskan oleh panitia atau senior bukan harus disikapi dengan
anggapan bahwa hal itu merupakan perpeloncoan semata. Sebagai orang yang
mulai beranjak dewasa, mahasiswa baru dituntut untuk berpikir cerdas,
mencari strategi bagaimana mensiasati atau melaksanakan tugas para
seniornya.
Hal ini akan berlanjut jika memasuki bangku kuliah, kita harus mempunyai
strategi jitu saat menghadapi hambatan dan rintangan, baik dari dosen,
teman, atau bahkan dari lingkungan yang kerap tidak bersahabat. Perpeloncoan
dari sebuah orientasi kampus ibarat kerikil tajam di jalanan. Bagaimana
strateginya agar kerikil tersebut tidak terinjak. Inilah seninya memasuki
kampus baru dengan beragam corak kehidupannya.
Di sisi lain -bagi mahasiswa baru yang menikmati masa orientasi dengan
ikhlas dan gembira- bisa jadi masa-masa itu akan selalu dikenang hingga di
kemudian hari. Peristiwa-peristiwa yang unik akan menimbulkan kenangan
tersendiri, walaupun kita sudah cukup lama mengingatnya.
Apalagi saat kitan melihat mahasiswa baru sedang sibuk menyiapkan segala
keperluan ospek, kita akan tertawa sendiri. Jadi kesannya, masuk perguruan
tinggi tanpa ospek bagaikan masakan tanpa garam. (33)