[Nasional-m] Jusuf Kalla Ogah Gantikan Akbar

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue Sep 17 00:36:25 2002


Sinar Indonesia Baru
16/9/2002

Jusuf Kalla Ogah Gantikan Akbar
Golkar Dorong "Kocok Ulang" Pemimpin Nasional


Bandung (SIB)
Menko Kesra Jusuf Kalla menolak untuk dicalonkan menjadi Ketua Umum DPP
Partai Golkar untuk menggantikan Akbar Tandjung yang sudah divonis 3 tahun
penjara oleh PN Jakpus dalam kasus penyalahgunaan dana Bulog Rp 40 miliar.
"Saya tidak bersedia dicalonkan untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Sebaliknya saya justru mendukung Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Partai
Golkar sampai tahun 2004," tegas Jusuf Kalla di Bandung, Jumat (13/9) malam.
Lebih lanjut Jusuf Kalla menjelaskan, bahwa tidak betul kalau Akbar Tandjung
akan dilengserkan dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar. Disebutkan, jajaran
pimpinan partai "Pohon Beringin" itu sepakat untuk mempertahankan Akbar
hingga Pemilu mendatang.
Tentang usul pencalonan Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Partai Golkar
menggantikan Akbar mulai merebak usai Akbar yang juga Ketua DPR divonis 3
tahun penjara. Selain Jusuf Kalla, ada sejumlah nama yang juga dicalonkan,
diantaranya Agung Laksono, Fahmi Idris dan Prof Dr Muladi.
"KOCOK ULANG"
Partai Golkar menjawab manuver menggusur Akbar Tandjung dari posisinya
sebagai Ketua DPR dengan satu manuver tandingan, yaitu akan mendorong adanya
"kocok ulang" kepemimpinan nasional.
"Jika manuver untuk menggusur Akbar itu dibenarkan, maka kita juga bisa
membalas dengan melakukan hal yang sama kepada pejabat lainnya," kata
anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Ferry Mursy dan Baldan kepada pers di
Jakarta, Sabtu.
Pertarungan sengit sedang terjadi di DPR. Puluhan anggota terutama dari
Fraksi PDI Perjuangan dan PKB sedang mendorong penandatanganan mosi tidak
percaya kepada Akbar Tandjung menyusul vonis tiga tahun dari PN Jakarta
Pusat. Kedua fraksi meminta Akbar Tandjung meletakkan jabatan Ketua DPR.
Di lain pihak, Golkar juga sedang menggalang kekuatan untuk menangkis
serangan itu dengan pembentukan Dewan Kehormatan (DK) DPR untuk mengusut
anggota DPR yang jarang ikut sidang.
Jika DK DPR usul Golkar ini terbentuk, sejumlah nama terutama dari kubu
Fraksi PDI-P bisa terkena. Sebut saja Taufik Kiemas dan Guruh Soekarnoputra
yang tidak pernah ikut rapat DPR.
Menurut Ferry, jika manuver menggusur Akbar Tandjung itu dibenarkan, maka
hal itu juga bisa menjadi semacam argumen untuk diterapkan terhadap pejabat
lainnya. Apalagi pejabat lainnya juga belum tentu lebih bersih dari Akbar
Tandjung.
Ferry menyatakan, upaya mendongkel Akbar dari jabatannya di DPR tidak lebih
sekadar manuver politik demi semata-mata kekuasaan. Karena itu, patut
dipertanyakan adanya istilah etika dan moralitas dalam gerakan itu mengingat
belum tentu etika dan moralitas penggagas serta pendukungnya lebih baik dari
Akbar Tandjung.
"Itu tak lebih dari sekadar move politik yang dibungkus dengan jargon etika
dan moralitas," kata Ferry.
Etika dan moralitas yang digunkaan untuk menggusur Akbar Tandjung itu hanya
sekadar argumen yang juga bisa diterapkan terhadap pemimpin atau pejabat
lainnya.
"Kalau itu terjadi, maka seorang Ketua DPR atau pejabat lainnya bisa
sewaktu-waktu diturunkan dan diganti," katanya.
Karena itu, Ferry mengingatkan, upaya menggusur Akbar Tandjung bisa lebih
memanaskan situasi dan bisa memicu terjadinya konflik politik lebih besar
dan menjalar kemana-mana. Itulah sebabnya, manuver menggusur Akbar sebaiknya
dihentikan.
Anggota FPG lainnya Antony Zeidra Abidin menyatakan, manuver itu hanya akan
menghabiskan energi dan anggota-anggota DPR akan makin sibuk dengan intrik
politik lalu melupakan tugas menyelesaikan pembahasan RUU.
"Tidak ada ketentuan yang mengharuskan Akbar harus mundur, kecuali kalau
sudah ada keputusan hukum tetap," katanya.
Antony menyatakan, menerapkan etika dan moralitas untuk praktek politik
sangatlah sulit karena praktek politik itu sulit untuk diukur dengan
parameter etika dan moral.
Bahkan banyak tindakan dan sikap anggota DPR yang tidak patut dan secara
nyata merugikan rakyat. Banyak anggota DPR tidak masuk kerja berhari-hari
bahkan ada yang berbulan-bulan, tetap mendapat gaji dan fasilitas lainnya.
"Apakah hal seperti itu juga tidak perlu diungkit, padahal secara nyata
merugikan rakyat karena rakyat harus menggaji mereka yang seperti itu,"
katanya.
Antony mengatakan, tekanan kepada Partai Golkar dan Akbar Tandjung berkaitan
dengan Pemilu 2004 dimana Golkar berpeluang meraih suara besar setelah
kekuatannya berhasil dikonsolidasi sejak 1998 oleh Akbar Tandjung.
"Golkar itu seperti pohon anggur yang hasilnya begitu digemari pasar. Orang
akan mencari buah anggur satu ini dan anggur lain tidak," katanya.
Pohon anggur ini ditanam oleh petani yang tulen (asli) dan begitu menguasai
teknik cocok tanam sehingga kualitas anggurnya merajai pasar.
"Orang lain merasa dirugikan dan sakit hati karena kalah bersaing.
Satu-satunya cara untuk bisa bertahan adalah merusak anggur terbaik ini,"
katanya.
Upaya menggempur Golkar juga pernah dilakukan oleh Amien Rais. "Amien bilang
Golkar akan dilipat lalu dimasukan ke tanah, namun Golkar bukan mati, justru
tumbuh. Pohon anggur yang baik akan tumbuh subur kembali. Amien tidak
mengira itu," katanya.
Antony yang kini Ketua Sub Perbankan Komisi IX DPR mengungkapkan, saat ini
akan banyak orang di luar Golkar yang berebut ingin menguasai Golkar melalui
momentum vonis Akbar Tandjung.
AMIEN RAIS: MOSI TAK PERCAYA DAPAT LENGSERKAN AKBAR
Ketua MPR RI Amien Rais menilai aksi pengumpulan tandatangan mosi tidak
percaya oleh sejumlah anggota DPR RI dapat melengserkan Ketua DPR Akbar
Tanjung, jika mencapai lebih dari 150 tandatangan, apalagi separo.
"Jika pengumpulan tandatangan itu mencapai 150 anggota DPR, berarti itu
harus mendapat perhatian. Tapi, kalau belum, posisi Akbar masih aman,"
katanya seusai usai berbicara dalam HUT ke-4 PAN di Sidoarjo, Sabtu,
menanggapi aksi pengumpulan tandatangan mosi tidak percaya anggota DPR
terhadap Ketua DPR Akbar Tanjung.
Namun, menurut Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini, kalau pengumpulan
tandatangan tersebut mencapai lebih dari separo dari anggota DPR, maka hal
itu menunjukkan indikasi yang "no good" (tidak baik) bagi Akbar Tanjung.
Amien sendiri mengaku mendukung aksi mosi tidak percaya tersebut dengan
meminta kepada semua anggota Fraksi Reformasi dari PAN untuk turut
menandatangani aksi mosi tidak percaya itu.
"Sekarang anggota fraksi Reformasi dari PAN juga mulai turut menggalang
tandatangan mosi tidak percaya itu," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
itu.
Ia mengemukakan, aksi pengumpulan tandatangan mosi tidak percaya itu sah-sah
saja, karena merupakan bentuk atau langkah dalam menyikapi posisi Ketua DPR
Akbar Tanjung, setelah mendapat vonis tiga tahun penjara.
"Pengumpulan tandatangan itu sah-sah saja, tidak ada aturan yang dilanggar,"
tambahnya.
Aksi pengumpulan tandatangan mosi tidak percaya oleh anggota DPR sendiri
dilaporkan hingga Jumat (13/9) siang telah terkumpul 85 tandatangan, 36
tandatangan diantaranya dari PDI-P.
Sementara itu, pengamat politik UI Arbi Sanit menilai penandatanganan mosi
tidak percaya memiliki dasar yang lemah, karena hal itu merupakan aksi
perorangan.
"Di DPR itu ditentukan fraksi, bukan perorangan, jadi mosi itu dasarnya
lemah," katanya seusai berbicara dalam seminar pra-Konperensi Wilayah NU
Jatim di Surabaya, Sabtu.
AKBAR TANJUNG AMIEN RAIS TAK TAHU TATIB DPR
Ketua DPR RI, Akbar Tanjung mengatakan pernyataan Ketua MPR RI, Amien Rais
tentang penggalangan mosi tidak percaya pada dirinya menunjukkan dia tidak
mengetahui Tata Tertib (Tatib) DPR RI.
"Pernyataan itu sarat dengan muatan politis karena kasus ini murni persoalan
hukum dan tidak ada aturan apapun yang membuat saya turun dari anggota DPR
sebelum ada keputusan hukum yang tetap," kata Akbar ketika membuka
pengkaderan Partai Golkar se-Kabupaten Pasuruan, Minggu.
Ketika diwawancarai wartawan pada HUT PAN ke-IV di Sidoarjo, Sabtu (14/9)
Amien Rais mengatakan penggalangan tanda tangan mosi tidak percaya kepada
Akbar Tanjung baru mempunyai pengaruh setelah pengumpulan tanda tangan itu
mencapai lebih dari 150 anggota DPR.
Ketika ditanya adanya upaya pembusukan dari dalam organisasinya, Akbar
membantahnya, karena sampai sekarang kader Golkar di seluruh Indonesia tetap
solid. "Pertemuan DPD-DPD se-Indonesia sampai sekarang masih mendukung
kepemimpinan saya," katanya.
Sementara itu, dalam sambutan pengkaderan di Taman Chandra Wilawatikta itu,
Akbar Tanjung menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua
dukungan yang diberikan kader Golkar selama dirinya menjalani proses
persidangan.
Akbar mengakui sekarang ini dirinya menghadapi cobaan yang sangat berat dan
cobaan yang dihadapinya sangat berpengaruh pada organisasi partai.
Akbar mengingatkan kepada semua kader Golkar di Jatim untuk senantiasa terus
waspada karena dia menengarai kasus yang menimpa dirinya merupakan bagian
dari "grand" skenario untuk menghancurkan Partai Golkar.
Indikasi penghancuran Partai Golkar itu, lanjut dia, terlihat dari adanya
keanehan-keanehan dalam proses penyidikan dirinya sampai pada proses
persidangan.
Pada kesempatan itu Akbar juga menolak kalau dirinya dianggap sebagai
narapidana karena meski sudah divonis PN Jakarta tiga tahun penjara tapi
belum ada keputusan hukum yang tetap, karena tim kuasa hukumnya masih
mengajukan banding sehingga belum bisa dikatakan terpidana.
Pekan ini sikap resmi pdi-p tentang akbar
Sekretaris Fraksi PDI-P, Cahyo Kumolo seusai mengikuti rapat intern Fraksi
PDI-P di Gedung DPR Senen Jakarta, Jumat (13/9), menyatakan Fraksi PDI-P,
baru akan menyampaikan sikap resmi menanggapi desakan agar ketua DPR Akbar
Tanjung non aktif pekan depan setelah melakukan konsultasi dengan DPP PDI-P.
Sementara, sebelum ada sikap resmi, Fraksi PDI-P menyerahkan sepenuhnya
anggota untuk bersikap dan mengambil kebijakan mengenai posisi Akbar di DPR.
Fraksi PDI-P sendiri akan mengusulkan pimpinan DPR melakukan rapat
konsultasi membahas masalah tersebut.
Anggota Fraksi PDI-P, Dwidyia Latifa penggagas mengumpul tanda tangan
anggota DPR menyatakan, hingga kini sudah tercatat 44 anggota Fraksi PDI-P
memberikan tanda tangan yang menuntut Akbar non aktif. Tanda tangan itu
menurut Dwi akan dibawa dalam rapat DPP PDI Perjuangan pekan depan.
Sementara itu, fraksi Reformasi, Patrialis Akbar menyatakan DPR belum
bersikap apapun terhadap usulan hakim dan adanya sejumlah anggota DPR yang
menandatangani usulan pembentukan dewan kehormatan. Patrialis Akbar
menyambut baik kaitan untuk memperbaiki citra lembaga dan menangani berbagai
persoalan seperti kasus Akbar Tanjung.
GUS DUR: AKBAR BEBAS, GOLKAR HANCUR
Ketua Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid
menyatakan, jika pengadilan membebaskan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar
Tanjung dalam kaitan Buloggate II, maka Golkar akan hancur dalam Pemilu
2004.
"Kalau Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta kelak membebaskan dia, Golkar akan
hancur dalam Pemilu mendatang," katanya seusai berbicara pada seminar ‘NU
Dalam Pergumulan Politik’ dalam rangka Konperensi Wilayah NU Jatim di
Surabaya, Sabtu.
Jawaban singkat itu disampaikan Gus Dur menanggapi upaya banding Akbar
Tanjung dan mosi tidak percaya di DPR terhadap Akbar Tanjung. PN Jakarta
Pusat pada 4 September lalu menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada
Akbar, tapi Akbar mengajukan banding dan kini di DPR muncul gerakan mosi
tidak percaya.
Secara terpisah, pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit MA
yang tampil sebagai pembicara dalam seminar yang sama menegaskan bahwa jika
Akbar ditahan, maka Golkar akan kehilangan tokoh dan jika Akbar dibebaskan
berarti Golkar melacurkan hukum.
"Jadi, Akbar ditahan atau tidak, Golkar tetap akan hancur. Tapi, kalau mosi
tidak percaya, saya kira dasarnya lemah, sebab mosi itu dilakukan
perseorangan. Padahal DPR itu ditentukan fraksi," katanya.
Senada dengan itu, pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya
Kacung Marijan MA yang juga menjadi pembicara seminar itu menilai Golkar
secara institusi tidak akan terpengaruh oleh Akbar karena Golkar sudah cukup
kuat.
"Secara institusi, Golkar tidak akan terpengaruh Akbar, karena Golkar bukan
partai yang tergantung kepada figur seperti partai politik lainnya. Hanya
saja secara image, mungkin partai yang pernah berkuasa di era Orba itu bisa
dikatakan hancur," katanya.
Dalam seminar itu, Gus Dur tampil sebagai pembicara kunci, sedangkan
pembicara lain adalah Arbi Sanit (UI), Kacung Marijan (Unair), Priyatmoko
(Unair), Dr.Daniel Sparringa (Unair), Dr.M Ali Haidar (Universitas Negeri
Surabaya atau Unesa), dan Dr AS Hikam (DPP PKB). (Ant/T/Xin/x1/x5)