[Nasional-m] Belajar dari Kasus Akbar

Ambon nasional-m@polarhome.com
Wed Sep 18 23:36:15 2002


Sriwijaja Pos
Rabu,  18 September 2002

Belajar dari Kasus Akbar
M Ali Zaidan, SH MHum

Dosen FH UMP dan STIHPADA Palembang
PERJALANAN panjang dan melelahkan persidangan Akbar Tandjung berakhir sudah.
Vonis tiga tahun yang dijatuhkan oleh majelis hakim merupakan klimaks
peristiwa hukum yang akan mewarnai perjalanan sejarah penegakan hukum di
negeri ini, terutama setelah era reformasi yang mendambakan tegaknya
supremasi hukum. Vonis yang boleh dikatakan kontroversial itu merupakan
suatu fakta hukum yang harus diterima oleh siapa pun. Dikatakan
kontroversial, sebab beberapa saat sebelum vonis dijatuhkan telah beredar
rumor bahwa sang ketua umum akan dibebaskan atau kalaupun dihukum, si bung
akan menerima vonis yang ringan.
Akan tetapi kesemua spekulasi itu menjadi buyar, dan vonis bersalah itulah
klimaksnya. Tentunya semua pihak harus menerima putusan itu. Apa pun
argumentasi yang dikemukakan. Siapapun juga harus menerima vonis pengadilan
sebagai sebuah fakta hukum yang tidak terbantah. Konsekuensinya, kepada si
terhukum diharapkan kebesaran hatinya untuk menerima putusan tanpa harus
berlindung di balik asas praduga tidak bersalah. Sebab penggunaan asas hukum
demikian hanya akan menyesatkan masyarakat dan tidak memberikan pendidikan
hukum yang baik kepada warga, apa pun kedudukan sosialnya.
Sekali lagi penggunaan asas praduga tidak bersalah hanya merupakan suatu
argumentasi hukum yang secara kasat mata ditujukan untuk melindungi diri
sendiri guna kepentingan atribut sosial yang dimilikinya, baik di lingkungan
partai politik yang dipimpinnya maupun lembaga tinggi negara yang
diketuainya. Memang dalam wacana hukum, asas praduga tidak bersalah
(presumption of innocence) merupakan asas yang penting dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap individu yang diduga melakukan tindak
pidana. Asas hukum itu sesungguhnya ditujukan kepada penegak hukum dalam
menjalankan wewenangnya agar bertindak hati-hati dan menghindarkan segala
bentuk abuse of power. Secara historis, asas itu diciptakan untuk
merealisasikan asas equal arm antara terdakwa berhadapan dengan penegak
hukum.
Dengan demikian pernyataan bahwa yang bersangkutan harus mempertahankan
kedudukan, meskipun ada mosi lebih dari 80 orang anggota dewan berdasarkan
asas itu, merupakan tindakan yang bernuansa diskriminatif dan cenderung
merupakan suatu bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang terselubung. Masyarakat
harus diajarkan dengan tauladan yang benar melalui perilaku nyata. Apapun
yang didasarkan hati nurani yang bersih untuk menghargai hukum. Berbagai
bentuk kebulatan tekat untuk tetap mempertahankan si bung dalam kedudukannya
saat ini, akan berdampak buruk bagi pembentukan image masyarakat yang telah
mengenal sosok si bung yang terkenal low profeile dan dalam setiap ucapannya
selalu mengedepankan supremasi hukum. Citra demikian inilah yang harus
dijaga oleh pendukung-pendukung setianya agar tidak memaksakan kehendak demi
kepentingan yang sempit dan sesaat.
Apapun bentuk upaya hukum yang akan ditempuh nantinya, tidak dapat menafikan
keputusan hakim yang telah dijatuhkan. Keputusan hakim itu saat ini harus
dianggap benar, kecuali di tingkat selanjutnya terbukti sebaliknya. Dengan
demikian tidak dibenarkan menggunakan asas legalitas misalnya untuk tetap
menduduki jabatan dengan mengeyampingkan keadilan. Sebab asas hukum itu
diciptakan untuk tujuan keadilan, bukan untuk disalahgunakan.
Akbar Tanjung dengan segenap status sosial yang dimilikinya, tentu tidak
dapat dibantah pastilah memiliki berbagai kelebihan dibandingkan warga
biasa. Kelebihan itu tentu saja akan berdampak dalam penerapan hukum
terhadapnya. Dengan kata lain, disukai atau tidak, perlakuan hukum akan
berbeda pula tergantung kepada siapa yang dikenai aturan hukum itu. Secara
ideologis dikenal adanya adagium universal yang menyatakan “hukum itu keras
akan tetapi memang demikian bunyinya”. Akan tetapi dalam tataran praktis,
hukum akan “berwarna” mengikuti warna orang-orang yang dikenainya. Sehingga
dengan perantara yang sama, akan selalu menghasilkan keputusan yang berbeda.
Secara normatif perbedaan itu sesungguhnya dirasakan sebagai sebuah
diskriminasi, tetapi hal demikian tidak dapat dipukulratakan. Sebab kalau
demikian adanya, jelas telah terjadi kesewenang-wenangan hukum
(ketidak-adilan). Sehingga asas equality befere the law dan sejenisnya akan
digugat oleh warga masyarakat.
Harus diakui bahwa pada sekarang masyarakat sudah kritis, apapun yang
terjadi dihadapannya akan selalu dipertanyakan secara kritis pula. Dengan
demikian sungguh tidak logis apabila para elit politik mengemukakan
argumentasi yang sesungguhnya menghianati hati nurani dan kejujuran. Upaya
mati-matian untuk mempertahankan yang bersangkutan dari jabatan, merupakan
tindakan yang patut disesalkan, bahkan terkesan melecehkan putusan
pengadilan. Orang tidak dapat begitu saja mempersamakan kasus yang dialami
oleh Syahril Sabirin dengan Akbar Tanjung ini. Keduanya mutatis mutandis
memiliki substansi yang berbeda. Karena itu lumrah kalau demikian keduanya
mendapat vonis yang berbeda pula.
Menghadapi kasus Akbar ini, kita tidak boleh menyamaratakannya dengan kasus
serupa lainnya. Bahkan pada saat ini dibutuhkan cara pendekatan lain untuk
menyelesaikan kasus korupsi yang melilit bangsa ini secara tuntas. Cara-cara
penanganan korupsi yang dilakukan selama ini bersifat konvensional, tanpa
ada keberpihakan terhadap masyarakat. Padahal dampak tindak korupsi itu
secara nyata telah dirasakan oleh rakyat. Oleh karena itu seharusnya
sekarang saatnya dilakukan penegakan hukum yang progresif untuk melakukan
penanggulangan terhadap kejahatan yang merugikan negara ini.
Sebab itu berpegangan pada bunyi pasal-pasal undang-undang belaka, merupakan
suatu cara pendekatan hukum konvensional yang tidak akan menciptakan
keadilan dan kemanfaatan. Berpegang teguh pada UU hanya akan melahirkan
sebuah kepastian hukum, namun jauh dari nilai-nilai fundamental hukum yang
dicita-citakan semua pihak. Pada saat ini, perlahan-lahan mulai terkuak
siapakah sesungguhnya reformis sejati, dan siapa reformis gadungan. Ketika
gerakan mahasiswa tak terbendung lagi, pada saat itu mereka ikut berteriak
untuk membersihkan negeri ini dari berbagai betnuk korupsi. Akan tetapi
ketika salah seorang diantara mereka dituduh korupsi, berbagai pernyataan
yang mengatasnamakan hukum dilontarkan untuk membela kroninya.
Apabila putusan hakim selanjutnya menguatkan putusan pengadilan negeri, maka
orang akan berhati-hati untuk melakukan hal yang sama. Sebaliknya jika
terdakwa dibebaskan, maka penanganan perkara korupsi lainnya akan bernasib
sama. Orang tidak segan-segan dituduh korupsi, sebab toh akan dibebaskan.
Dengan demikian namanya akan tetap bersih. Selanjutnya ia dapat berbuat apa
saja untuk menyerang lawan-lawannya dengan tuduhan fitnah maupun pencemaran
nama baik.
Berangkat dari vonis Akbar inilah hendaknya dapat memberikan pelajaran bagi
pembentukan kesadaran hukum masyarakat agar menghargai hukum. Melalui vonis
ini pula hendaknya dibuktikan bahwa supremasi hukum sesungguhnya berada di
atas semua kepentingan politik. Jika tidak, berarti kita telah mempraktikkan
pepatah “anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Lalu hendak dibawa ke
manakah bangsa ini? Itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh pengadilan
banding yang akan memutuskan perkaranya kelak.INFO KOTA PALEMBANG
Poltabes 354350, Polsekta IB I 353014, Polsekta IT I 351607, Polsekta IT II
713344, Polsekta SU I 510128, Polsekta SU II 510096, Polsekta S Gerong
598144, 598145, Polsekta Talangkelapa 411585, Polsekta Sakokenten 820062,
Kodim Tabes 0418 351637, Pemadam Kebakaran 312011, PDAM 350079, PLN
356911-358355, Informasi Telepon 108, Layanan Telegram 165, SLI 100,
Pengakuran Jam 103, Gangguan Telepon 117, Ambulance 118, Easy Call 320666,
Starko 31033-362442, Bandara SMB II 411778, Informasi SMB II 413695, Vip
Room SMB II 410159, Lanud 410376, STA Kertapati 515555, 510201 - (0734)
510967, RS dr MH Palembang (Sentral) 354088, RS Charitas 350827, RSI Siti
Khadijah 311884, RS AK Gani 354691, RS Jiwa 410354, Hotel Swarna Dwipa
313322, Sandjaja 310675, Lembang 363333, King’s 362323, Princess 313131,
Perusahaan Gas Negara 717950.