[Nasional-m] Jepang tunggu kedele edamame Indonesia
Holy Uncle
nasional-m@polarhome.com
Thu Feb 6 02:12:02 2003
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=268&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&p_ared_id=221752&p_ared_atop_id=O04
Selasa, 04/02/2003
Jepang tunggu kedele edamame Indonesia
Oleh : Arel Zufrizal
Indonesia berhasil mengekspor kedele? Mungkin anda tidak percaya, mengingat
hingga kini untuk memenuhi kebutuhan nasional saja kita harus mengimpor
ratusan ribu ton. Tapi, kedele yang dimaksud di sini adalah kedele sayur
(vegetable soybean) atau lebih dikenal sebagai kedele edamame yang rasanya
gurih dan lezat.
Untuk sebagian orang di Indonesia, kedele edamame mungkin masih terdengar
asing. Kedele sayuran ini baru bisa dijumpai di restoran Jepang atau
restoran berkelas lainnya untuk disantap atau dimasak menjadi sup.
Peluang pasar kedele edamame sesunguhnya cukup besar, baik untuk ekspor
maupun lokal. Bahkan, kedele jenis ini berpotensi mengurangi volume impor
bahan baku pakan ternak maupun industri makanan di Tanah Air, asalkan
panennya dilakukan lebih lama lagi.
Pasalnya, produktivitas kedele edamame dibandingkan dengan kedele yang
dibudidayakan selama ini jauh lebih tinggi. Jika kedele biasa hanya mampu
menghasilkan 1,1 ton-1,5 untuk setiap hektarenya, maka melalui budi daya
edamame hasil yang bakal diperoleh melalui luasan yang sama bisa mencapai
3,5 ton.
Hanya saja, hingga saat ini benih tanaman masih harus diimpor dengan harga
yang cukup tinggi. Setelah itu, petani maupun perusahaan dapat menangkar
sendiri benih, meski benih tersebut menjadi generasi kedua dari benih yang
asli.
Tentunya untuk memperoleh hasil maksimal diperlukan kerja ekstra, namun
hasil yang diperoleh akan lebih besar lagi jika produksi kedele yang
dihasilkan mempunyai pasar ekspor yang jelas.
Panen singkat
Untuk menghasilkan edamame dengan tujuan ekspor atau dipasarkan di pasar
swalayan di dalam negeri atau supermarket lainnya, sejak penanaman hingga
siap panen atau sampai tahap pod filling membutuhkan waktu relatif singkat
yakni 57 hari.
Lewat dari masa tersebut, kedele muda tadi akan memasuki tahap kematangan
yang pada akhirnya menjadi biji-biji kedele.
Selanjutnya, biji-biji kedele tadi dikeringkan hingga kadar airnya berkisar
15%-18%. Untuk dijadikan benih, biji-biji tersebut harus melalui proses
penyimpanan yang diatur dengan suhu tertentu.
Selama ini, budi daya kedele yang dilakukan petani baru sampai tahap
pengeringan, sehingga sulit memperoleh benih bermutu. Padahal, untuk
menghasilkan benih berkualitas dibutuhkan proses yang cukup panjang.
Namun, untuk memanen edamame berbeda dengan panen kedele yang sudah matang,
dimana pemanenan dilakukan saat biji saat masih terbungkus kulit dan dipetik
langsung dari pohon. Sementara, untuk memperoleh kedele matang baru bisa
dilakukan saat tanaman benar-benar sudah tua dan selanjutnya dilakukan
pemotongan tanaman.
Setelah biji yang terbungkus kulit tersebut dipetik dari pohonnya, kedele
sayur tersebut dibawa ke mesin pengolah untuk diproses dan disortir,
kemudian didinginkan di bawah suhu minus 30 derajat Celsius untuk
selanjutnya diekspor.
Ada dua bentuk edamame yang siap diekspor Jepang yakni yang masih terbungkus
kulit dan berkualitas baik serta berbentuk biji karena kurang memenuhi
standar seperti yang terbungkus kulit.
Saat ini, pengembangan edamame secara besar-besaran di Indonesia baru
terdapat di Jawa Timur. Salah satu perusahaan yang mengembangkan budi daya
kedele edamame melalui skala besar adalah PT Mitratani Dua Tujuh.
Pengembangan yang dilakukan perusahaan itu di Jember, Jatim melibatkan
petani di sekitarnya. Sejumlah petani plasma perusahaan itu yang ditemui
Bisnis beberapa waktu lalu menyatakan budi daya kedele edamame lebih
menguntungkan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya seperti padi.
Selain masa panenya relatif lebih singkat, prospek kedele edamame di masa
mendatang cukup menjanjikan serta memberikan keuntungan karena harganya
lebih mahal.
Sebab harga yang dibeli perusahaan disesuaikan dengan harga pasar
internasional, mengingat produksi kedele edamame yang dihasilkan Mitratani
Dua Tujuh seluruhnya diekspor ke pasar Jepang dalam bentuk beku.
Masyarakat Jepang memang terkenal sebagai konsumen edamame beku atau diolah
dalam bentuk lainnya.
Kebutuhan besar
Sebagai gambaran, selama 2001 saja kebutuhan Jepang akan edamame mencapai
70.000 ton. Dari kebutuhan sebanyak itu, sebagian dipasok dari Cina yang
menguasai 50% pasar edamame Jepang , disusul Taiwan (35%) dan sisanya
disuplai Thailand, Vietnam, dan Indonesia melalui Mitratani Dua Tujuh.
Kedele hasil rekayasa teknologi (dari sub tropis ke tropis) yang
dikembangkan di Jember itu berpeluang merebut pasokan Taiwan, Thailand, dan
Vietnam, karena selain mutunya lebih baik juga harganya murah.
Selama 2001, Taiwan menjual edamame di pasar Jepang dengan harga US$1,65 per
kg, sedangkan Thailand maupun Vietnam US$1,62/kg. Padahal, Mitratani Dua
Tujuh mampu menjual US$1,45 hingga US$1,55/kg. Itu pun sudah dalam kemasan
dengan merek dagang importir.
Importir kedele edamame asal Jember a.l. Totota Tshushu Cp Ltd dan Life Food
Corp juga meminta nama Mitratani Dua Tujuh juga tertulis dalam kemasan
karena lebih disukai oleh konsumen (rasanya dinilai lebih enak).
Selanjutnya, importir menjual produk Indonesia itu dengan harga US$7,2 per
kg di supermarket kota-kota besar di Jepang.
"Sebenarnya kami berpeluang merebut pasokan Taiwan, Thailand dan Vietnam
karena produk PT Mitratani lebih murah dan lebih disukai oleh konsumen. Tapi
kami hanya mampu memproduksi 2.000 ton tahun ini, karena masih terbatasnya
pendanaan," kata Erwin Susanto Sadirsan, presdir PT Mitratani Dua Tujuh.
Menurut Erwin, perusahaannya membutuhkan tambahan dana untuk pengembangan
areal budi daya edamame melalui pola inti-plasma, peningkatan kapasitas
produksi mesin pengolah, pengadaan benih, serta keperluan untuk kewajiban
lainnya.
Dengan adanya tambahan dana, dia optimisitis Mitratani bisa merebut sekitar
10%-15% kebutuhan pasar Jepang atas komoditas tersebut.
Sementara, dampak dari budi daya dan industri (agroindustri) edamame di
Jember itu sangat besar, karena menyerap ribuan tenaga kerja.
Selain dikembangkan oleh Mitratani Dua Tujuh, budi daya kedele edamame skala
besar juga dilakukan oleh BUMN Kehutanan yakni PT Perhutani.
Hingga 2001 saja, sebagaimana dikemukakan Marsanto, dirut Perhutani,
perusahaan itu telah mengeluarkan miliaran rupiah untuk keperluan tersebut.
Adapun areal budi daya kedele edamame yang dikembangkan Perhutani berada di
empat wilayah yaitu Banyuwangi 900 hektare, Bondowoso 400 hektare, Jember
300 hektare, serta Blitar 300 hektare.
Marsanto mengakui jika produktivitas kedele edamame lebih tinggi
dibandingkan dengan kedele yang selama ini ditanami petani. Sehingga,
melalui budi daya edamame diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani
dan pada akhirnya diharapkan mampu mengurangi tindak pencurian kayu dari
hutan yang dikelola Perhutani.
Jadi kalau anda bingung untuk memutar uang, tidak ada salahnya mencoba
mengembangkan tanaman jenis ini. Kalaupun belum mampu menembus pasar ekspor,
pasar lokal tampaknya siap menampung edamame yang dihasilkan.
_________________________________________________________________
Help STOP SPAM with the new MSN 8 and get 2 months FREE*
http://join.msn.com/?page=features/junkmail