[Nasional-m] Sukses Berkat Ketegaran Wanita

Ambon nasional-m@polarhome.com
Sat Feb 22 23:31:40 2003


 http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Opini
Suara Karya
22 Feb. 2003

 Sukses Berkat Ketegaran Wanita
Oleh Haryono Suyono


Awal minggu ini Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Ibu Sri Redjeki
Sumaryoto, disertai staf dan jajaran Yayasan Damandiri, atas undangan Bupati
Sragen, Bapak H Untung Wiyono, mengadakan kunjungan kerja ke Kabupaten
Sragen. Seperti diketahui, setahun lalu Ibu Menteri juga telah berkunjung ke
Sragen merangsang upaya pemberdayaan kaum perempuan dan pengembangan usaha
ekonomi produktif. Kunjungan tahun lalu itu ternyata telah memberi makna
yang cukup menarik karena beberapa upaya yang dimulai sejak 1995 dan
tergoncang gara-gara krisis multidimensi yang berkelanjutan, telah dapat
dibenahi dan dikembangkan menjadi usaha ekonomi produktif yang menjanjikan.

Manfaat kunjungan untuk memberi semangat dan menjelaskan kesempatan yang
terbuka seperti ini makin tinggi karena Menko Kesra, Drs Jusuf Kalla dan
Gubernur Bank Indonesia, Dr Syahril Sabirin, minggu lalu menyatakan tekad
pemerintah untuk meningkatkan dukungan kredit mikro dari sekitar Rp 30
triliun di tahun 2002 menjadi sekitar Rp 42,5 triliun dalam tahun 2003.
Masyarakat desa, termasuk masyarakat desa di Sragen dan daerah-daerah
lainnya, yang mampu dan siap memanfaatkan kredit mikro tersebut perlu segera
mendapat informasi dan kesempatan memanfaatkan peluang terbuka itu.

Dalam kunjungan kerja seperti itu, kita harus waspada. Biarpun masyarakat
desa di sekitar Sragen, atau daerah lainnya, misalnya, masyarakat desa
Newung, Kecamatan Sukodono, Sragen, pada umumnya tampak tenang karena
tanahnya relatif subur, namun masyarakat yang hidup hanya dari pertanian,
khususnya menanam padi, akan tidak cukup kalau seluruh keluarga tidak ikut
bekerja secara sungguh-sungguh. Mereka akan tetap miskin karena umumnya
hanya mempunyai lahan yang terbatas. Dengan kebutuhan yang makin membengkak,
lebih-lebih dengan jumlah anak yang banyak, sebagian besar sedang
bersekolah, hampir pasti mereka akan hidup dalam keadaan tidak kecukupan.

Namun, kalau suami isteri keduanya bekerja keras, keadaan bisa bertambah
baik. Kenyataan yang membesarkan hati itu terlihat jelas pada
keluarga-keluarga di Sragen yang para ibu-ibunya bekerja keras. Ibu-ibu dari
desa Newung, yang terletak di pinggiran kota Sragen, sekitar 20 km dari
pusat kota, yang beberapa hari lalu diteliti oleh Drs Oos M. Anwas dari
Yayasan Damandiri, dan Tim dari TPI, yang sekaligus mempersiapkan acara
tayangan Sinetron "Bukan Hanya Mimpi" bisa menjadi contoh yang menarik.

Sejak tigapuluh tahun lalu, para ibu itu telah bergabung dalam kelompok dan
bersama-sama bekerja keras meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Sesuai
dengan nama kelompoknya, yaitu kelompok Nastiti, setiap anggota diajak
menganut pola hidup sederhana dan hemat. Kelompok itu dibentuk dalam rangka
pemberdayaan keluarga dan usaha lain yang menguntungkan. Pada waktu itu
masyarakat desa Newung, seperti juga masyarakat desa lainnya, ikut aktif
dalam perbaikan kesehatan, gerakan KB dan peningkatan peranan wanita.
Keluarga pasangan usia subur di desa itu diajak ikut serta dalam gerakan KB
dengan menjadi akseptor KB terpercaya.

Untuk meningkatkan komunikasi antarpara akseptor KB, para ibu yang sudah
menjadi akseptor KB membentuk kelompok yang tujuan utamanya untuk
kesejahteraan para peserta KB di desanya. Kelompok dengan anggota para
akseptor itu mendapat kemudahan dalam ber-KB dan mengikuti upaya bersama
meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarganya. Kegiatan itu semula
dikembangkan dalam kelompok Upaya Peningkatan Pendapatan Kelompok Akseptor
(UPPKA). Namun, karena ada keluarga yang bukan akseptor KB ingin juga ikut
serta, mereka kemudian mengubah usahanya dalam kelompok Upaya Peningkatan
Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).

Kegiatan kelompok ini sangat bervariasi sesuai dengan kemampuan
masing-masing anggotanya. Karena itu, mereka tetap bersatu karena tidak ada
paksaan dari pimpinan kelompok untuk menganut suatu kegiatan tertentu yang
menjadi kesenangan beberapa orang anggota pengurusnya saja.

Sejak tahun 1995, kelompok Nastiti, yang dibentuk oleh para ibu di desa
Newung itu, ikut juga dalam gerakan sadar menabung. Dengan bimbingan para
PLKB, para anggota kelompok bersama-sama menabung dalam tabungan Takesra
pada Bank BNI. Sebagai penabung, mereka mendapat kesempatan untuk mengambil
kredit Kukesra. Kredit itu disalurkan melalui kelompok untuk setiap
anggotanya. Kredit tersebut diawali dengan jumlah hanya Rp 20.000,- untuk
setiap anggota dan akhirnya pada tahapan yang kelima, jumlah kredit yang
dapat diambil oleh setiap anggota adalah Rp 320.000,- Pembinaan usaha
Kukesra tersebut merupakan proses belajar untuk memperkenalkan para ibu-ibu
di desa akan kemampuan yang mungkin saja masih tersembunyi, yaitu kemampuan
untuk usaha ekonomi yang produktif.

Dengan bimbingan yang baik dari instansi-instansi terkait, utamanya para
petugas lapangan KB atau PLKB BKKBN, kelompok Nastiti maju pesat. Dengan
kredit Kukesra yang dikelola dengan baik, setiap anggota berhasil
mengembangkan usaha ekonomi produktif yang berbeda-beda. Setiap anggota
diberi kesempatan untuk melakukan usaha yang dianggapnya paling mampu
dilaksanakan oleh anggota yang bersangkutan. Dengan cara itu, secara tidak
langsung setiap anggota dilatih usaha dan sekaligus diberikan kesempatan
untuk melatih dirinya dengan kemampuan yang makin profesional. Pimpinan
kelompok sifatnya memberikan bimbingan dan membantu dengan hal-hal teknis
yang berhubungan dengan proses produksi, pemasaran atau manajemen, dan juga
dalam rangka kerjasama dengan instansi terkait atau kalau anggota yang
bersangkutan ingin berhubungan dengan bank.

Dengan bergabung dalam kelompok mereka mendapat pembinaan dari pimpinan
kelompok, PKK di desanya, dan instansi terkait dalam berbagai kegiatan.
Kegiatan yang kemudian berkembang dalam kelompok itu, antara lain adalah
pertemuan kelompok yang diadakan sebulan sekali di rumah ketua kelompok,
pertemuan arisan sebulan sekali dengan tempat yang berpindah-pindah,
kegiatan menabung dalam lingkungan kelompok sendiri atau dalam tabungan
Takesra, dan mengaji bagi yang beragama Islam. Dengan bergabung dalam
kelompok yang tidak saja menawarkan kebersamaan, tetapi juga mendidik dalam
berbagai kegiatan kehidupan yang mengasyikkan itu, para ibu makin terbuka
pandangan hidupnya. Mereka makin sadar bahwa hasil pertanian menanam padi
untuk membiayai kehidupan yang pas-pasan kalau ada kemauan bisa lebih
ditingkatkan lagi. Semangat itu menjiwai hampir seluruh anggota kelompok,
sehingga kelompok itu makin mantap dan makin mampu menghasilkan produk yang
berbeda-beda menurut selera pasar. Makin lama kegiatan yang semula hanya
merupakan kegiatan latihan usaha, makin berkembang menjadi kegiatan ekonomi
yang menguntungkan. Dengan upaya yang sungguh-sungguh akhirnya kelompok
Nastiti makin nampak menonjol dan bisa dianggap sebagai kelompok yang
berhasil.

Akhir-akhir ini upaya tersebut mendapatkan dukungan moral dan komitmen yang
makin tinggi. Sejak dua tahun terakhir ini, Bupati Sragen, H Untung Wiyono,
yang mempunyai komitmen dan perhatian yang sangat tinggi terhadap upaya
pemberdayaan perempuan, sangat menghargai kegiatan ibu-ibu dalam kelompoknya
itu. Dengan komitmen dan perhatian itu kelompok Nastiti yang dipimpin oleh
Ibu Sukarti dengan anggota sekitar 20 keluarga dianggap pantas diangkat dan
diberikan bantuan yang lebih besar.

Secara kebetulan Yayasan Damandiri yang beberapa tahun terakhir ini
menggalang kerjasama dengan Bank BPD Jateng membantu melayani kelompok
ibu-ibu yang semula dibina oleh BKKBN, atau instansi lain, yang dianggap
berhasil, dengan kemungkinan memperoleh kesempatan melanjutkan usahanya
dengan skim pembinaan PUNDI. Setelah melalui penelitian yang mendalam,
kelompok Nastiti bisa diberikan kepercayaan untuk lebih maju lagi dengan
dana yang lebih besar dan bunga sesuai dengan bunga pasar. Kelompok Nastiti
mendapat kesempatan mempergunakan dukungan skim PUNDI yang dilayani oleh
Bank Jateng.

Dengan dukungan skim PUNDI, kelompok Nastiti bisa melanjutkan dan memperluas
usahanya dalam berbagai bidang kegiatan yang cukup bervariasi, antara lain
dalam usaha membuat anyaman. Kegiatan membuat anyaman ini bahannya dari
bambu. Kegiatan ini diikuti oleh banyak anggota karena pada dasarnya
masyarakat desa Niwung mempunyai keahlian turun-temurun membuat alat-alat
perabotan mempergunakan bahan baku dari bambu. Usaha anyaman bambu ini
hampir seluruhnya dikerjakan oleh tenaga para ibu di siang hari, sementara
para suami mereka bekerja menanam padi di sawah. Namun, di malam hari, kala
suami mereka ada bersama di rumah, mereka pun diharuskan membantu para
isteri dan anak-anak ikut serta menganyam bambu.

Bahan baku bambu dibeli di pasar dan jenis perabot atau anyaman yang dibuat
tergantung pesanan atau apa saja yang laku dijual di pasar. Ada kalanya
pemesan menentukan model dan jenis anyaman bambu yang dipesannya, sehingga
kalau tidak cocok bisa saja timbul masalah dan tidak jarang menghambat
pembayaran dari pemesan. Atas dasar pengalaman itu kesertaan dalam kelompok
menjadi penting karena pimpinan kelompok bisa ikut serta membela anggotanya.

Jenis kegiatan lain yang menarik adalah usaha pertanian selain padi. Dengan
modal yang diperoleh dari skim PUNDI mereka bisa menanam melon dan bawang
merah atau brambang. Tanaman ini memerlukan pembinaan yang cukup rumit.
Kalau tidak dipelihara dengan baik, tanaman ini sangat rawan terhadap hama.
Sehingga, ibu-ibu yang giat dalam penanaman melon dan bawang merah ini harus
dengan rajin memberikan obat dan dengan sabar menunggu tanamannya.

Pemeliharaan tanaman ini menjadikan sawah dengan tanaman itu seakan rumah
pertama untuk seluruh keluarga. Menjelang tanaman siap panen, seluruh
anggota keluarga bisa saja pindah tidur di sawah menunggu melon atau bawang
merahnya. Kalau tanaman itu tidak ditunggu secara langsung, bisa-bisa habis
dipanen oleh mereka yang nakal dan ingin mendapatkan untung dengan mudah.
Tidak itu saja, kalau hujan tiba, maka pagi harinya seluruh anggota keluarga
harus bekerja keras membersihkan daun melon dari lumpur dan tanah yang
mengotorinya sampai bersih.

Apabila sedang beruntung, kecintaan kepada tanaman itu bisa mendatangkan
keuntungan yang sangat besar. Tetapi, kalau lagi sial, pada saat panen
besar-besaran harga hasil pertanian itu bisa jatuh dan para petani bisa
sangat sedih karena modal untuk menanam dan memelihara tanaman tidak bisa
kembali dengan baik.

Jenis kegiatan lain dari kelompok Nastiti adalah usaha berjualan beras.
Beras itu umumnya dibeli dari pabrik penggilingan beras yang ada di
sekitarnya. Namun, Ibu Sukarti, yang suaminya seorang pegawai negeri,
sebagai ketua kelompok secara kebetulan mempunyai penggilingan padi,
sehingga ada juga anggota yang bekerja sebagai bakul beras dengan mengambil
langsung dari ketua kelompoknya.

Para bakul beras ini mengambil beras dari pabrik atau dari penggilingan
milik ketua kelompoknya. Ada juga para petani yang mengirim gabah atau
padinya untuk digiling di pabrik atau di tempat penggilingan Ibu Sukarti.
Kemudian beras yang sudah digiling itu langsung dibawa oleh para ibu-ibu itu
ke pasar untuk dijual atau diedarkan kepada tetangga yang membutuhkannya.

Seperti dengan kegiatan lainnya, upaya penggilingan padi ini ditangani oleh
Ibu Sukarti karena suaminya yang pegawai negeri tidak sempat memberikan
bantuan. Biarpun ditangani oleh seorang ibu, penggilingannya tersebut tidak
bebas dari gangguan. Mesin penggilingannya yang semula cukup baru sudah tiga
kali dicuri orang yang ingin untung dengan cepat. Karena jengkel, Ibu
Sukarti kemudian membeli mesin penggilingan padi bekas. Tampaknya mesin
bekas ini lebih awet dan sampai sekarang tetap utuh tidak diganggu pencuri
lagi. Dengan usaha suami isteri yang sangat variatif itu ternyata kehidupan
keluarga di desa Newung bisa lebih sejahtera. Peranan wanita yang tinggi
bisa menghasilkan kesejahteraan yang optimal. ***

(Prof Dr Haryono Suyono adalah pengamat
sosial-kemasyarakatan, dosen Unair Surabaya).