[Nasional-m] Kelahiran, Perkawinan, Kematian (?)

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue, 7 Jan 2003 23:34:30 +0100


SUARA PEMBARUAN DAILY

Kelahiran, Perkawinan, Kematian (?)

ARI Selasa, 31 Desember 2002 adalah peringatan hari kelahiran Indonesian
First Gentleman Taufiq Kiemas yang dirayakan dengan peluncuran buku di Bali.
Hari itu juga berlangsung perkawinan putra sulung mantan Gubernur Bank
Indonesia di Millennium Ritz Carlton Singapura. Saya sendiri
"ketidakbetulan" sedang berada di Singapura. Saya ulangi "ketidakbetulan"
sebab saya terbang dari Washington DC dengan keprihatinan karena istri
kemenakan saya menderita sakit parah dan memerlu- kan perawatan di Mount
Elizabeth Hospital di Singapura.

"Ketidakbetulan" itu menjadi serba kebetulan karena saya bisa memantau gosip
terbaru demam politik di Tanah Air yang semakin mirip kisah Italia di zaman
Machiavelli atau Mataram yang penuh intrik suksesi politik.

Justru Taufiq Kiemas sendiri secara mengejutkan dikutip media massa
menyatakan bahwa concern paling utama baginya adalah bagaimana Presiden
Megawati tidak mengalami nasib turun dari kepresidenan seperti para
pendahulunya, melalui "penggusuran".

Sudah lama di Jakarta beredar isu tentang manuver elite politik baik secara
terbuka maupun tersembunyi untuk merongrong pemerintahan Megawati-Hamzah.
Sejak Sabam Siagian menulis di surat kabar ini tentang gerakan diam-diam
untuk melengserkan Mega tanpa menunggu pemilu, maka rumor itu semakin kuat.

Tapi yang sowan ke Bali tetap dominan karena Letjen Prabowo misalnya hanya
mengikuti upacara agama Katolik untuk keponakannya hari Senin 30 Desember di
Singapura. Sedang hari Selasa, mantan Pangkostrad itu memerlukan sowan ke
Bali karena kepentingan bisnis. Jadi Prabowo melihat Bali masih dominan dan
karena itu perlu diberi prioritas. Sedang adiknya Hashim Djojohadikusumo
tetap berada di Singapura mengikuti akad nikah menurut agama Islam dan
resepsi yang dilanjutkan dengan merayakan detik-detik pergantian ke tahun
baru 2003.



Boleh dikatakan resepsi di Ritz Carlton itu adalah reuni PSI sedang acara di
Bali adalah reuni PNI. Di mana dan ke mana Masyumi? Kabarnya ada pertemuan
di Carita oleh kelompok yang diungkap oleh Sabam Siagian, sedang bermanuver
untuk menggulingkan Megawati.

Sementara itu, di panggung politik terbuka, Fraksi Reformasi yang kabarnya
didukung oleh sebagian Fraksi Persatuan Pembangunan akan mengajukan
interpelasi kasus divestasi Indosat terhadap Laksamana Sukardi. Lucu juga
karena Wakil Presidennya dari PPP tapi anak buah, ikut menggugat pemerintah.
Mantan Presiden Gus Dur juga ikut dalam koalisi anti-Laksamana Sukardi dan
anti PDI-P. Sementara itu, Golkar mirip RRC yang diam melihat konfrontasi
"AS-Irak", tapi pasti ingin mengais keuntungan dari konflik antara Amien
Rais dan Laksamana Sukardi atau antara PAN dan PDI-P.

Manusia hidup mengalami tiga siklus, kelahiran, perkawinan dan kematian.
Untuk menciptakan manusia diperlukan waktu pertumbuhan tidak kurang dari 9
bulan. Untuk membunuhnya hanya diperlukan waktu beberapa detik seperti di
WTC dan Bali. Membangun dunia memerlukan waktu, tahunan, abad, milenium.
Menghancurkan dunia cukup waktu beberapa detik dan keputusan bisa diambil
oleh orang yang jenius tapi sadis, pintar tapi keji.

Keputusan menghancurkan bisa diambil atas nama rakyat, bangsa, negara,
bahkan kadang-kadang agama dan Tuhan Pencipta dipakai untuk menghancurkan
orang lain. Manusia dengan demikian merampas dan menghujat Tuhan karena
menggantikan peranan Tuhan dalam mengambil nyawa orang lain yang untuk
menciptanya dibutuhkan 9 bulan.

Untuk meneliti virus yang meracuni keponakan saya 5 dokter spesialis
Singapura perlu waktu 17 hari. Karena setiap organ harus diperiksa apa yang
salah dan sakit. Dari ginjal, lever sampai usus dan seterusnya. Satu per
satu individu memerlukan perawatan yang begitu rinci dan teliti dan seksama.
Sementara satu atau beberapa gelintir teroris dengan sadis bisa meledakkan
ratusan dan ribuan manusia hanya dengan ukuran detik membajak hak Tuhan
untuk mengakhiri umur orang lain.

Memang jumlah manusia yang menderita dan miskin jauh lebih besar dari yang
"kaya, makmur dan sejahtera".

Manusia di kolong langit ini, bangsa apa saja, agama apa saja selalu
menyayangi kehidupan diri sendiri dan terkadang bisa menjadi buas terhadap
sesamanya, kalau dirinya terancam. Tapi apakah terorisme akan dibiarkan
mengakhiri peradaban manusia hanya karena jumlah orang miskin jauh lebih
banyak dari orang "berada"? Apakah orang kaya itu semua "bajingan, mafia"
dan patut dimusnahkan? Apakah negara kaya itu penghisap negara miskin?
Siapakah negara kaya?



Apakah kalau miskin lalu diberi izin dan hak untuk membunuh dan merampok
dari si kaya secara sewenang-wenang? Pertarungan filosofis ini sedang
terjadi di benak dan hati nurani sebagian elite yang mampu berpikir. Sebab
penggerak dan pelaksana teror di WTC maupun Bali dan Cechnya jelas bukan
orang miskin pemulung, tapi kelas menengah atau yang mampu memiliki dana
lebih, tapi dipakai untuk menghancurkan orang lain.

Teroris Al Qaeda bukan orang miskin, mereka adalah kelas menengah yang
merampas hak hidup orang lain, memberi kematian yang tidak berperi
kemanusiaan. Celakanya perbuatan itu dilakukan dengan membajak agama dan
mengatasnamakan Allah sehingga jelas nilai luhur Tuhan merosot dan mengalami
devaluasi sejak 9/11.

Kenapa Tuhan mengizinkan 9/11 terjadi? Sekarang dalam kerangka mawas diri
melihat siklus kehidupan manusia, saya merenung bahwa manusia yang tidak
sempurna ini memang mempunyai sifat dan nafsu negatif yang memuakkan, tidak
mensyukuri berkat Tuhan tapi selalu ingin menjadi "Tuhan" atas dirinya
sendiri dan juga secara ekstrem ingin menghakimi orang lain, menjadi algojo
untuk mengakhiri hidup orang lain.

Terorisme yang mengatasnamakan bangsa, negara dan agama, bisa menjadi
penghancur manusia karena teroris yang sudah "mabok menjadi Tuhan" itu sama
sekali tidak menghargai proses penciptaan manusia yang secara njlimet
membutuhkan waktu.


Kalau teroris penghancur manusia itu diizinkan merajalela atas dasar slogan,
demi membela orang miskin yang jumlahnya miliaran maka umat manusia yang
diteror akan mengalami kepunahan. Sebab menyembuhkan dan menyelamatkan jiwa
manusia jauh lebih sulit daripada membunuh dan mengebom. Kalau Saddam
Hussein, Kim Jong-Il, Osama bin Laden dan para pendukung ideologi teroris
yang sok membela miliaran manusia miskin, ditolerir menjadi wakil Tuhan yang
dibiarkan menjadi algojo maka manusia tidak perlu menunggu malaikat Jibrail
untuk saat kiamat.

Sebab manusia model Atta yang hanya ratusan atau ribuan dengan "simpatisan"
jutaan pasti akan memusnahkan bumi ini dalam waktu lebih singkat daripada
Presiden Bush yang harus menunggu Resolusi Dewan Keamanan PBB dengan belasan
negara yang terkadang tidak punya hati nurani dan hanya mencari popularitas
murahan. Anti-AS, antiimperialisme, antikapitalisme, antiorang kaya,
antinegara kaya. Tapi elitenya semua kaya raya di atas penderitaan rakyat
yang melarat dan miskin yang selalu diatasnamakan, tapi tidak pernah
memperoleh peluang hidup yang lebih baik. Karena itu, jutaan orang dari
negara melarat mau beremigrasi ke negara kaya (AS dan Eropa). Mereka ingin
lari dari elite yang serakah, rakus dan tamak yang sudah ratusan tahun
memimpin Amerika Latin tapi tetap saja tidak mampu mengangkat negaranya dari
kemiskinan. Mereka ingin lari dari Timur Tengah, dari Afrika, dari Asia
Selatan dan Tenggara karena kegagalan elite memberikan kesejahteraan bagi
rakyat.




Apakah dunia ini sedang diancam kematian, seperti virus yang bisa menyerang
siapa saja yang tidak berdaya? Apakah terorisme akan membinasakan manusia?
Atau kita melihat cerahnya suatu perkawinan antaragama, bukan perang agama
seperti putra Soedradjad (yang Katolik) dengan putri Hamami (yang Islam)?
Dalam memperingati kelahiran bayi seperti Taufiq Kiemas yang lahir di zaman
penjajahan Jepang tahun 1942 dan sekarang mencapai puncak karier sebagai
suami presiden RI dalam usia 60, apakah RI akan mampu survive 60 tahun lagi
atau akan punah terkena virus disintegrasi dan terorisme model Bali yang
bukan mempertobat, tapi malah menimbulkan fitnah. RI lahir dari kancah
perang Pasifik. Uni Soviet lahir dari kancah Perang Dunia I. Uni Soviet
bubar, karena virus negara gagal (failed state), negara tidak mampu
menyediakan kesejahteraan bagi rakyatnya walaupun sanggup membuat rudal dan
satelit ruang ang kasa.

RI lahir dalam proses dan melewati pelbagai sistem politik, tapi belum
pernah mantap untuk berdemokrasi secara tuntas karena ancaman teokrasi,
komunisme, fasisme yang selalu ingin mengkup negara Pancasila dengan sistem
yang terbukti gagal di pelbagai bagian dunia. RI yang lahir dalam sistem
sekuler Pancasila sedang menghadapi tantangan virus ganas yang dibajak oleh
pihak-pihak "keblinger" yang mengatasnamakan agama dan rakyat.

Saya tidak tahu dalam siklus kelahiran, perkawinan dan kematian itu,
Republik Indonesia sedang berada di mana. Apakah akan lahir lagi dengan jiwa
dan semangat demokrasi sejati yang terbukti sukses menciptakan negara
sejahtera, adil dan makmur seperti "negara kaya"? Atau diharapkan memasuki
bulan madu perkawinan, agar tidak terjadi gejolak SARA, perang agama, perang
fatwa mati (untuk Ulil) dan menuju suatu Indonesia yang tetap harmonis bagi
seluruh warga tan- pa membedakan asal-usul, agama, keturunan dan latar
belakang?

Atau sedang menuju kematian karena elitenya saling "meneror" lawan politik
dengan pelbagai cara keji, fitnah dan Machiavelian, Ken Arokian dan
Brutusian?

Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa setelah 17 hari 5 dokter bisa
mengidentifikasi penyakit keponakan saya dan memberikan obat pemunahnya.
Sedang terhadap "pasien" RI yang masih demam panas dengan virus KKN dan
kebencian antarelite yang tidak sportif dan kurang dewasa, saya masih perlu
prihatin dan peduli. Semua itu menjadi renungan untuk perjalanan panjang
hampir 50 jam kembali ke Washington DC dari Singapura.

Last modified: 7/1/2003