[Nusantara] "a.supardi" <a.supardi@chello.nl> : Gembong Peledakan Bom di Jakarta Diciduk (1)

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Mon Aug 26 06:37:28 2002


"a.supardi" <a.supardi@chello.nl>
Gembong Peledakan Bom di Jakarta Diciduk (1) 
23 Aug 2002 21:57:02 +0200 

Rekan-rekan yang budiman,
Artikel yang saya fwd-kan di bawah ini baik kiranya
kita baca, sebagai 
bahan
referensi.
Tabik,
A.Supardi
-----

Gembong Peledakan Bom di Jakarta Diciduk (1)
Sial, Diciduk Saat Cuci Mobil

Dulu, nama Ramli dianggap fiktif. Padahal, dia otak
peledakan bom di
berbagai tempat di Jakarta -- gedung BEJ, Atrium Senen
(dua kali), dan 
Mal
Cijantung. Seluruh bukti menunjuk padanya. Cuma, dia
licin sehingga 
sulit
dibekuk. Ramli dideteksi sebagai ''anak hilang'' yang
diduga dilindungi
tentara. Dia pemasok senjata GAM. Ketika sarang
Kopassus, Mal Cijantung
dibom, institusi TNI lantas marah. Melalui kerja sama
satu-dua dengan
polisi, Ramli pun dicokok. Bagaimana kisah
penggerebekan itu?
----------------------
PAGI, setelah subuh, Selasa (20/8) lalu sekitar pukul
05.30 WIB di 
Perumahan
Cikarang Baru, Jalan Tropikana XV No. 8, Kecamatan
Cikarang Baru, 
Bekasi,
masih dingin. Seorang pria bertubuh gempal, rambut
ikal, kulit gelap,
melihat-lihat mobil Panther biru tua bernopol B 2106
NO di halaman 
rumah.
Lantas, dia mengeluarkan selang, sabun cuci, dan
menyalakan keran air.
Dengan kaos krem kekuningan dan celana pendek, dia
meletakkan sebuah 
pistol
jenis FN kaliber 45, di kolong mobil, ditutup koran.
Pria ini Ramli, gembong peledakan bom di Jakarta, yang
dicari polisi.
Seorang lagi, pria agak tinggi, rambut ikal, kulit
gelap, sedikit 
kurus,
sedang berada di kamar depan. Pria asli Aceh itu masih
tidur. Pria itu 
M.
Nur, kawan Ramli. Di kamar tengah, ada tiga mangkuk
bakso yang masih 
utuh,
tidak dimakan. Mungkin sisa ''teman'' begadang
semalam. Sebuah televisi
merek TCL 21 inci menyala. Tidak ada yang menonton. Di
atas televisi 
ada
peci hitam. Juga ada sebuah radio tape kecil merek
Sony warna hitam.
Waktu terus merambat hingga 30 menit ke depan. Pagi
itu, di kompleks
Perumahan Tropikana, tetangga kanan-kiri sedang sibuk
menyiapkan diri
berangkat ke kantor. Yanto (31) sedang jalan kaki
bersama seekor 
anjingnya.
Agus (45) sedang menyiapkan keberangkatan cucunya ke
sekolah, menanti
jemputan. Roni Simangunsong, mahasiswa UI, sedang
berjemur di pintu
rumahnya, di belakang rumah nomor 8, kompleks itu.
Para satpam, yang 
jaga
shift malam, menanti aplusan. Tiba-tiba, banyak
laki-laki, berambut
gondrong, berkaos, celana pendek, sandal jepit,
berjalan menuju 
kompleks.
Mereka menyebar.
Mereka adalah Satuan Serse Polda Metro Jaya. Sekitar
pukul 06.25 WIB, 
dua
orang langsung berlari menuju pria yang sedang mencuci
Panther. 
''Angkat
tangan. Jangan bergerak. Anda ditahan,'' hardik
seorang petugas, dengan
pistol di tangan. Ramli terkejut. Dia tak sempat
meraih pistol FN 45 di
kolong mobilnya. Petugas lain mengepung rumah, samping
dan belakang.
Sedikitnya 10 petugas gondrong, yang dikira para
satpam, sebagai 
penonton
''goyang dombret'' yang semalam digelar di kampung,
barat kompleks, 
bersiaga
penuh. Lantas, Ramli berdiri. ''Sebentar Pak, saya
menggulung selang 
ini
dulu,'' katanya ramah. Tangannya meraih selang basah,
yang
melingkar-lingkar. Dua petugas lain langsung masuk
rumah, melalui pintu
samping. Pintu utama terkunci. Di depannya, ada seekor
ayam yang 
dikurung.
Para petugas menuju kamar depan dan meringkus M. Nur
yang sedang 
terlelap.
Bersamaan dengan itu, Ramli mengambil pistolnya di
kolong mobil. Gagal.
Lantas, secepat kilat, dia melempar selang dan lari 
sekencang-kencangnya.
Polisi melepaskan tembakan ke udara, dua kali. Imbauan
petugas tak
dihiraukan. Ramli malah lari makin kencang. Dia
berlari memutar, menuju
belakang rumahnya. Agus yang sedang menunggu jemputan
cucunya terkejut 
dan
langsung beteriak, ''maling... maling... maling...''
Agus pun ikut berlari. Cuma, langkahnya ditahan
petugas. Tetangga 
lainnya
ikut meneriaki ''maling... maling... maling''.
Sejumlah petugas 
mengejar
dengan tembakan. Sebuah amunisi menyerempet bahunya.
Sampai di tanah 
kosong,
petugas makin geram. Mereka takut buruannya lolos.
Ramli pun dipelor 
kakinya
dan jatuh tersungkur. Dia minta ampun. Memohon agar
jangan ditembak 
mati.
Setelah diborgol, dia dibawa kembali ke rumah.
Diinterogasi bersama
kawannya, M. Nur.
Ribuan Amunisi
Seisi rumah tipe 77 seharga Rp 150 juta itu pun
digeledah. Dua pistol 
jenis
Bareta ditemukan di gudang dekat dapur. Lantas, sebuah
pistol FN 45 di
kolong mobil Panther yang ditutup koran diambil. Ramli
tak mengaku 
dirinya
bernama Ramli. Polisi tak percaya. Dua minggu dia
diincar polisi dengan
tuduhan teror bom di Jakarta. Setelah dicocokkan
dengan foto, memang
berbeda. Di foto, ada tahi lalat di sebelah kiri
dagunya. Tetapi, yang
ditangkap itu tak memiliki tahi lalat. ''Nama saya
Dadang,'' katanya. 
Polisi
tetap tak percaya. Lantas, dia mengaku bernama Johny,
lalu Mustajab, 
dan
Sandi Chandra Naliandra. Nama ini tercantum di paspor
yang tergeletak 
di
kamar. Setelah wajahnya memar, si Johny pun mengaku
bernama Ramli.
Masyarakat berbondong-bondong ke rumah nomor 8 itu.
Senjata yang sudah
ditemukan tidak diakui milik Ramli. Katanya, itu milik
Nasir, Sulaeman, 
dan
Edy, teman-temannya. Petugas terus melakukan
penggeledahan. Di halaman
belakang, ada tanah kosong seluas 8 x 6 meter.
Persis di pojok halaman, ada cangkul menancap.
Tanahnya basah. Dengan
insting seorang intel serse, tanah itu digali.
''Ctakk...'' cangkul
terbentur benda keras. Petugas makin curiga. Tanah itu
pun digali lagi 
dan
keluarlah barang-barang berbahaya, ribuan amunisi.
''Sedikitnya, ada 20
karung, atau 30 ribu pelor buatan AS. Ada juga dua
senjata laras 
panjang
jenis LA dan Mouser,'' ujar Roni Simangunsong, yang
ikut serta menjadi 
saksi
penggalian, bersama aparat RT Agus Suprapto.
Setelah dianggap cukup, interogasi dilanjutkan. Sebuah
nama teman-teman
Ramli, jaringan GAM, disebut berada di Sumedang,
Jabar. Petugas 
langsung
membawa Ramli dan M. Nur ke sasaran. Sementara rumah
dijaga satpam, 
polisi
setempat, dan sejumlah intel serse. Barang bukti
dibawa ke Polda Metro 
Jaya.
Rencananya, kedua tersangka itu diminta menunjukkan
teman-temannya dan
dilakukan penggerebekan berikutnya. Sayang, sekitar
siang hari, petugas
diperintahkan kembali ke TKP. Kapolri dan Kapolda akan
menuju ke TKP.
Rumah ini disewa Ramli sekitar dua tahun lalu. Harga
sewa setahun Rp 7 
juta.
September 2001 lalu dihuni. Sebulan lagi dikosongkan.
Lalu dipakai 
lagi.
Lantas dikosongkan lagi hingga seminggu sebelum 17
Agustus 2002, rumah 
ini
dihuni kembali. Tidak hanya Ramli, ada sekitar lima
orang lagi 
bertampang
Aceh ikut serta. Namun, mereka tak menginap lama.
Datang dan pergi 
silih
berganti. ''Rumah ini hanya tempat transit, untuk
menyusun skenario
peledakan dan rapat-rapat,'' tutur seorang petugas.
Rumah seluas 108 meter persegi itu sering kali
didatangi mobil-mobil 
mewah.
Ada sedan BMW warna merah dan biru. Lalu mobil Terrano
dan Kijang 
Krista.
Lantas, terakhir Panther. Rumah ini terbagi dua kamar,
satu ruang 
tengah,
dapur, dan gudang. Di kamar depan, hanya ada kasur
spons tipis, dua 
bantal,
dan selimut. Kamar ini untuk tidur. Di kamar belakang
ada banyak 
pakaian,
sajadah, celana jins, dan baju takwa. Ada juga Alquran
dan tasbih. Di 
sini
pula, tiga mangkuk bakso masih utuh hingga penyisiran
Kamis (22/8) 
kemarin.
Di gudang, banyak pakaian dalam wanita bertebaran, BH
dan celana dalam,
pembalut, dan sejumlah pakaian kumal. Juga ada tempat
tidur gantung 
doreng
khusus untuk tidur di hutan atau alam bebas dan rompi
doreng. Ada juga 
dua
pelg BMW dan timbangan. ''Mungkin untuk menimbang
ganja,'' kata seorang
serse.
Di ruang tengah, ada sofa merah marun. Ketika dijebol
dan diubek-ubek 
tidak
ditemukan ganja. Padahal, ada bungkusan paket kiriman
yang mirip paket
ganja. Satu lagi, ada sedikitnya tiga kaos bertulis
''Reformasi Damai 
Rakyat
Indonesia''. Kaos ini di dada kirinya dicap warna
bendera Merah Putih
seukuran kartu pos. Mungkin untuk penyamaran. Pada 17
Agustus lalu, 
Ramli
menyumbang Rp 50 ribu kepada karang taruna untuk
kegiatan lomba. Dia 
pun
membeli bendera Merah Putih kecil dan dipasang di
depan pintu rumahnya.
''Kami beli bersama,'' tutur Agus, tetangganya.
Rumah ini memang amat strategis. Terletak di ujung
kompleks perumahan 
yang
dibangun sekitar lima tahun silam. Terletak di sebuah
kawasan indutri
Cikarang, Bekasi. Selebihnya tanah kosong dan
rumah-rumah kosong. 
Anggota
Batalion Zeni Tempur Aceh yang disersi tahun 1989 itu
sering keluar 
malam di
sekitar kompleks. Kemarin penyisiran dilakukan di
sejumlah rumah 
kosong, di
kanan rumah kontrakan Ramli. * Heru B. Arifin/Endy






=====
Milis bermoderasi, berthema 'Mencoba Bicara Konstruktif Soal Indonesia', rangkuman posting terpilih untuk ikut berpartisipasi membangun Indonesia Baru, Damai, dan Sejahtera. http://nusantara2000.freewebsitehosting.com/index.html
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Yahoo! Finance - Get real-time stock quotes
http://finance.yahoo.com