[Nusantara] Tiga Puluh Peraturan Merugikan Perempuan
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Mon Aug 26 11:24:06 2002
"He-Man" <fokus@bdg.centrin.net.id>
26 Aug 2002 07:02:17 +0700
Tiga Puluh Peraturan Merugikan Perempuan
Sumber:
http://www.cybertokoh.com/2002/4/175/news/tigapuluh.htm
Tiga Puluh Peraturan Merugikan Perempuan
PEREMPUAN boleh kecewa kepada Presiden RI IV yang
kebetulan
perempuan, Megawati Soekarnoputri, karena dianggap
kurang peduli
kepada kaumnya yang selama ini jadi 'anak bawang'.
Bahkan Megawati
dinilai 'cuek bebek' terhadap puluhan peraturan maupun
kebijkaan
negara yang merugikan perempuan.
" Megawati pada peringatan Hari Ibu, 22 Desember 2001
yang menolak
affirmative action. Katanya, affirmative action itu
akan jadi
bumerang bagi perempuan dan malah menciptakan
diskriminasi baru. "
jelas Koordinator Pelatihan dan Pemberdayaan
Masyarakat LBH-APIK Sri
Wiyanti E. SH, menyampaikan rasa kecewanya.
Sri Wiyanti menjelaskan, affirmative action adalah
gerakan kuota
untuk menyetujui dan pengakuan kaum perempuan secara
de facto
terhadap kebijakan negara yang mengandung bias-bias
jender.
Sebagaimana yang telah disepakati dalam Konferensi
Tingkat Tinggi
Menteri-menteri Asia Pasifik, Konferensi Beijing
ataupun yang diminta
oleh PBB, sekitar 30 persen perempuan harus berada
pada posisi
pengambil keputusan pada akhir abad ini.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun
2000, peran
perempuan dalam mengambil keputusan politik di negeri
ini masih
rendah. Jumlah perempuan sebanyak 101.625.816 jiwa
atau sekitar 51
persen dari jumlah penduduk di Indonesia, namun jumlah
anggota DPR
perempuan hanya 45 orang dari 500 anggota. Anggota MPR
18 peremuan
dan 177 pria. Anggota MA 7 perempuan dan 40 pria, DPA
2 perempuan dan
43 pria. Jabatan bupati 5 perempuan dan 30 pria.
" Yang paling konyol lagi di Jakarta ada Perda yang
menetapkan bahwa
Dewan Kelurahan harus kepala keluarga. Lha yang jadi
kepala keluarga
itukan laki-laki. Jadi perempuan enggak akan bisa jadi
anggota dewan
kelurahan," katanya mencontohkan belum berpihaknya
peraturan
pemerintah kepada perempuan menduduki berbagai posisi.
Berbeda dengan Sri, anggota DPR RI dari F-PDIP,Tumbu
Saraswati, SH.
mengatakan sampai sejauh ini arah kebijakan pemerintah
yang sifatnya
diskriminatif terhadap perempuan sudah banyak
perubahan. Dia
membantah bila dikatakan bahwa hak-jak perempuan dalma
bidang politik
belum terwakili. "Buktinya saya Tumbu Saraswati duduk
sebagai anggota
legislatif, kan itu merupakan keterwakilan perempuan "
ungkapnya
dengan nada tinggi.
Tumbu mengakui, dalam bidang politik jumlah perempuan
memang terbatas
karena masih menganut budaya patriarki yang memberikan
peluang kepada
kaum laki-laki. "Walaupun jumlah perempuan sedikit,
tapi dapat
menentukan arah kebijakan negara," ujar Tumbu. .
Meskipun Tumbu mengatakan sudah banyak diperbuat
pemerintahan
Megawati terhadap nasib kaumnya, namun berdasarkan
data dari LBH
APIK, sekitar 30 peraturan pemerintah mulai dari Surat
Edaran
Menteri, Peraturan Menteri hingga Undang-undang
dinilai masih
merugikan perempuan. Paraturan yang dianggap merugikan
itu adalah
sebagai berikut :
1. UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pada pasal 3, 4, 31
ayat 2 dan 3,
35, 36 dan 45
2. UU Kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958 khususnya yang
berkaitan pada
hak untuk ikut serta menentukan hak kewarganegaraan
anak.
3. KUH Perdata mencantumkan, jika perempuan ingin
melakukan tindakan
hukum seperti membuat kontrak atau dipanggil
pengadilan ia harus
diwakili oleh suaminya.
4. Tunjangan keluarga dan kesehatan bagi perempuan
yang sudah
berkeluarga tidak seperti tunjangan kepada laki-laki.
Perempuan
pekerja dianggap berstatus lajang walaupun sudah
berkeluarga.
· Peraturan ini tertuang pada Surat Edaran (SE)
Menaker No. 7 Tahun
1990 tentang Upah, PP No. 37 tahun 1967 tentang sistem
Pengupahan di
lingkungan perusahaan negara.
· SE Menaker No. 4 Tahun 1988 khususnya butir 2 dan 3
tentang
tunjangan kesehatan
· Peraturan Menteri Pertambangan No.2/P/M/1971
· Peraturan Mentari Pertanian No. K440/01/2/1984 dan
No.
01/GKKU/3/1978 dan
5. UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
6. Istri tidak memiliki NPWP sendiri melainkan atas
nama suaminya.
Sehingga akibatnya akses terhadap kredit dan sumber
daya produktif
menjadi terbatas.
· Pasal 8 UU No. 7 Tahun 1983 tentang perolehan nomor
wajib pajak
· Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan No.
947/KMK/04/1983
· Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1994 tentang Prosedur
Memperoleh NPWP
7. Pasal 27 UUD 1945 sebenarnya ketentuan ini lebih
menegaskan pada
prinsip persamaan di muka hukum bukan prinsip
persamaan antara laki-
laki dan perempuan.
8. UU No. 33 Tahun 1977 tentang asuransi Tenaga Kerja,
telah secara
eksplisit dinyatakan larangan melakukan diskriminasi
jenis kelamin
pada pasal 10, tapi pelaksanaannya masih kurang
efektif karena
kebijakan umum negara.
· Ditegaskan lagi dengan SE Menaker No. 04/Men/1988
tentang larangan
diskriminasi terhadap pekerja perempuan
· SE Menaker No. 03/Men/1989 tentang larangan PHK bagi
perempuan yang
menikah, hamil dan melahirkan.
· SE Menaker No 7 Tahun 1990 tentang Pengelompokan
Komponen Upah dan
Pendapatan Non-Upah
9. UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Adanya
peran ganda yang secara khusus harus dipikul kaum
perempuan. Peran
sosial sebagai istri atau ibu bagi anak-anaknya di
rumah, di lain
sisi harus bertanggungjawab untuk reproduksi.
10. KUHP, belum ada pasal atau jurisprudensi yang
mengatur tentang
rasa keadilan bagi pelaku kekerasan berbasis jender.
Baik beratnya
hukuman atau kompensasi untuk pemulihan trauma yang
diderita korban.
· KUHP pasal 281 dan 294 tentang perbuatan melanggar
asusila.
pelaksanaannya tidak efektif dan jelas memojokkan
perempuan sebagai
objek.
· Pasal 351, 353, 354 dan 355 KUHP perihal
penganiayaan, yang
mencerminkan istri milik suami
11. PP No. 10 Tahun 1983 yang disempurnakan dalam PP
No. 45 Tahun
1990 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.
Dalam
prakteknya banyak laki-laki PNS yang melanggar
peraturan itu dan
tidak diberi sanksi. Namum jika perempuan PNS yang
diketahui sebagai
istri kedua maka akan dipecat dari PNS.
12. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
13. UU No. 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan
Keluarga Sejahtera
14. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria
15. Keputusan Menaker No. Kep. 213/Men/1989 tentang
Biaya Pembinaan
TKI dalam Rangka Pengembangan Program Antar Kerja
Antar Negara ke
Timur Tengah.
16. Keputusan Menaker No. 196/Men/1991 tentang
Petunjuk Teknis
Pengerahan Tenaga Kerja ke Arab Saudi, pada pasal 15
adanya perbedaan
batas usia antara laki-laki (min. 18 tahun) dan
perempuan (min. 25
tahun) untuk bekerja menjadi PRT
17. Kebijakan tentang Pembantu Rumahtangga (PRT) pada
Perda No. 6
Tahun 1993 tentang Pembinaan Kesejahteraan Pramuwisma
di DKI Jakarta,
pada pasal 13.
18. SK Gubernur DKI Jakarta No. 1099 Tahun 1994, pada
pasal 17,
persyaratan bagi perempuan yang bersuami yang akan
bekerja adalah
perlu adanya izin dari suami.***budisupriyantoro
=====
Milis bermoderasi, berthema 'Mencoba Bicara Konstruktif Soal Indonesia', rangkuman posting terpilih untuk ikut berpartisipasi membangun Indonesia Baru, Damai, dan Sejahtera. http://nusantara2000.freewebsitehosting.com/index.html
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Yahoo! Finance - Get real-time stock quotes
http://finance.yahoo.com