[Nusantara] Hajaran Kumplit kasus Batutulis
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Aug 27 12:38:11 2002
"babat" <bgongso@yahoo.com>
26 Aug 2002 05:47:26 -0700 (PDT)
Hajaran Kumplit kasus Batutulis
Hajaran dosen jogja terhadap kasus menak - eh menag -
nyari harta karun
haram dibawah ini benar2 kumplit, ngisor-nduwur,
ngarep-mburi,
njengking-mlumah !!
Aku sendiri tidak bisa lagi menambahkan apa2 ... :)
Sisi apa saja sudah - tolong dibaca -
Sekaligus kurasa ini sebagai obituari dari kasus ini ,
karena seperti
biasanya di masyarakat tradisional, kejahatan yg
dilakukan pimpinan itu
harus 'mendhem jero' ... :)
(sampai saat ini PPP masih diharap tidak
mem-mbalelo-kan diri dari
mbok-lemu --> jadi kurasa kasus ini sekian sahaja ...
paling kalo
geger2 lagi KKG disuruh ngomong mbela si menteri agama
pracoyo siluman
ini .. :)
good article, good and thorough thinking ....
bb
(ada yg mau nyoba mbabat QSAR secara begini ? :)
==========================
Kompas, Senin, 26 Agustus 2002
Menggali Situs Batutulis, Apa Salahnya?
Oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra
MUNGKIN pertanyaan semacam inilah yang terbersit di
benak Menteri Agama
saat mendapat bisikan (mungkin juga wangsit) untuk
menyuruh melakukan
penggalian harta karun di situs arkeologis Batutulis,
Bogor. Ya, apa
salahnya? Salah tentu saja! Kesalahan itu kini terasa
serius, tidak
hanya satu dimensi tetapi multidimensi.
Bahkan, dalam satu dimensi saja ada beberapa
kesalahan. Penggalian
situs Batutulis "salah" ditinjau dari perspektif:
birokrasi, keilmuan,
etis atau moral, sosial, dan hukum. Tulisan ini bukan
dimaksudkan untuk
menghakimi, tetapi untuk menunjukkan mengapa
penggalian itu merupakan
pelanggaran yang membuat kita marah, sedih sekaligus
geli.
Menurut perspektif ini, penggalian sebuah situs
merupakan wewenang
institusi yang mendapat izin dari Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata.
Izin tidak akan diberikan begitu saja kepada setiap
orang atau badan
usaha. Ada prosedur tertentu yang harus ditempuh.
Paling tidak sebuah
proposal harus diserahkan untuk dibahas, sebelum
akhirnya disetujui
atau ditolak. Ketika seorang Menteri Agama
memerintahkan beberapa orang
untuk melakukan penggalian di sebuah situs purbakala
yang dilindungi,
dia sebenarnya telah melanggar pagar kewenangan
menteri yang lain,
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Ini kesalahan
pertama.
Kedua, penggalian dilakukan tanpa seizin bahkan tanpa
sepengetahuan
menteri atau bawahannya yang bertugas mengatur masalah
penggalian benda
purbakala. Tidak ada proposal untuk melakukan
penggalian, apalagi surat
izin. Dengan kata lain tindakan menteri agama telah
melanggar rambu dan
jalur birokrasi. Pelanggaran ini tidak dapat
diselesaikan dengan
pernyataan dari Menbudpar bahwa penggalian akan
dilanjutkan oleh yang
lebih berhak.
Ketiga, penggalian situs Batutulis pada dasarnya tidak
dilakukan oleh
Said Agil Husin Al Munawar dalam posisi sebagai
Menteri Agama. Jika dia
melakukannya sebagai Menteri, mestinya ada perintah
dari Presiden.
Namun jelas, penggalian situs bukan lahan
departemennya, sehingga tidak
mungkin ada perintah dari Presiden kepadanya. Artinya,
sebagai warga
negara yang kebetulan menjadi Menteri Agama, telah
menggunakan
kekuasaannya secara salah, yakni untuk melakukan
penggalian sebuah
situs tanpa prosedur seharusnya.
Keilmuan
Disiplin ilmu yang menggunakan metode penggalian situs
(ekskavasi)
untuk mendapatkan data adalah arkeologi atau ilmu
kepurbakalaan. Metode
ini tidak dikuasai sembarang orang. Bahkan, tidak
setiap ahli arkeologi
menguasai metode ini dengan baik. Diperlukan
pengetahuan dan pengalaman
untuk dapat melakukan penggalian arkeologis dengan
tepat dan saksama,
karena sebuah situs yang telah digali tidak akan
pernah dapat
dikembalikan seperti semula. Sekali digali dan yang
diperoleh tidak
dicatat dengan baik, hancur atau hilang, tidak mungkin
diganti dengan
yang lain. Karena itu, izin ekskavasi hanya diberikan
dengan
pertimbangan amat masak.
Penggalian juga tidak akan dilakukan asal-asalan.
Sebelumnya ada tahap
pemotretan, pemetaan, pengukuran, dan pencatatan yang
dilakukan
seteliti mungkin. Mereka yang bukan ahli arkeologi
tidak akan sabar
dengan metode ini. Penggalian situs Batutulis atas
perintah Menteri
Agama jelas tidak mengikuti metode dan prosedur
penggalian arkeologis.
Semua dilakukan seenaknya, karena tujuan utamanya
mencari harta karun,
bukan mengumpulkan data arkeologis. Yang terjadi
kemudian adalah
kegiatan perusakan situs. Ini sebuah pelanggaran yang
tidak dapat
ditebus dengan apa pun, karena kerugian yang dialami
bukan material,
tetapi keilmuan. Perusakan situs adalah perusakan
sumber data
arkeologi.
Hukum
UU Nomor 5 Tahun 1992 Pasal 26 menyatakan,
"Barangsiapa dengan sengaja
merusak benda cagar budaya dan situs serta
lingkungannya atau membawa,
memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/atau
warna, memugar atau
memisahkan benda cagar budaya tanpa izin dari
pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 Ayat 1 dan 2 , dipidana dengan
pidana penjara
selama-lamanya sepuluh tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp 100
juta".
Penggalian di Batutulis yang dilakukan dengan sengaja,
tanpa izin serta
tanpa metode dan prosedur yang dapat
dipertanggungjawabkan secara
arkeologis adalah sebuah tindakan perusakan situs,
sebuah tindak
pelanggaran hukum. Ini tentu tidak dapat diselesaikan
dengan pernyataan
Menbudpar-sebagai menteri yang berwenang-bahwa
penggalian akan
dilanjutkan. Bagaimanapun, pelanggaran telah terjadi.
Apakah pasal itu
akan dikenakan kepada Menteri Agama?
Kriminal sosial
Sebagaimana diketahui, situs Batutulis sebagai
peninggalan raja
Padjadjaran merupakan salah satu simbol kolektif warga
etnis Sunda.
Suatu simbol biasanya mempunyai ikatan emosional
dengan pemiliknya.
Kemarahan warga Sunda dan Kota Bogor terhadap
penggalian di Batutulis
perlu dipahami dalam konteks semacam ini. Dari
perspektif ini
penggalian liar itu juga sebuah penghinaan atau
kejahatan sosial,
karena merusak simbol-simbol kolektif suatu masyarakat
atau kelompok
etnis tertentu. Ini tidak jauh berbeda dengan tindakan
membakar bendera
merah-putih misalnya, yang kemudian menimbulkan
kemarahan di kalangan
bangsa Indonesia.
Apakah dengan demikian tindakan itu dapat
dikategorikan sebagai
pelanggaran hukum? Kita lihat saja. Yang jelas
tindakan itu amat
menyinggung perasaan. Apakah permintaan maaf dapat
menyelesaikannya?
Tergantung yang tersinggung dan derajat
ketersinggungannya.
Etis atau moral
Pada aspek inilah sebenarnya tindakan menteri agama
paling banyak
kesalahannya. Pertama, menurut kaidah-kaidah
kebirokrasian suatu
keputusan dan tindakan yang diambil seorang aparat
birokrasi-apalagi
menteri-didasarkan atas pertimbangan yang "rasional",
atas berbagai
informasi dan data akurat, serta merupakan hasil
perdebatan serius,
tidak atas dasar bisikan pribadi dari penasihat
spiritual. Tindakan
menteri agama atas situs Batutulis didasarkan pada
yang kedua, sehingga
melanggar kaidah-kaidah birokrasi.
Kedua, menurut aturan birokrasi, seorang menteri dapat
menyuruh
bawahannya melakukan hal-hal yang dianggapnya tidak
amat penting, yang
dapat diwakilkan. Tidak pantas rasanya seorang menteri
menunggu dan
mengawasi sendiri pekerja-pekerja di tingkat paling
bawah melakukan
pekerjaannya. Apakah menggali harta karun begitu
penting artinya bagi
seorang menteri? Apalagi penggalian itu di luar
kewenangan
departemennya. Tindakan menteri agama menunggui
sendiri penggalian
situs Batutulis telah melanggar kepantasan dalam
birokrasi Indonesia.
Sebuah pelanggaran yang memalukan.
Ketiga, dalam pandangan masyarakat seorang menteri
agama adalah pejabat
pemerintah yang harus mengemban citra pejabat yang
soleh, tawadhu,
jujur, adil, serta atribut-atribut kebaikan lainnya,
karena dia
dianggap sebagai ahli agama, bukan birokrat biasa.
Jika dia seorang
muslim dia harus antikemusyrikan. Ketika seorang
menteri agama bersedia
mempercayai bisik-bisik seorang ustadz untuk menggali
harta karun, maka
yang muncul dalam benak warga masyarakat adalah citra
menteri agama
yang tidak kritis dan suka harta. Citra harta karun
juga terkait dengan
barang-barang gaib, yang bernuansa syirik. Akibatnya,
penggalian di
Batutulis menjadi terasa bernuansa syirik pula. Ini
sangat merusak
citra menteri agama.
Keempat, menteri agama menyatakan, tindakannya
menyuruh orang menggali
situs Batutulis telah mendapat persetujuan Presiden.
Ternyata ini tidak
benar. Presiden tidak pernah memerintahkan ataupun
merestuinya. Dengan
kata lain, menteri agama telah membohongi publik,
membohongi rakyat
Indonesia.
Kelima, jika akhirnya ditemukan, harta karun itu
mestinya akan
diperlakukan sebagai benda cagar budaya, yang akan
dikuasai negara demi
kepentingan ilmu pengetahuan dan pengembangan
kebudayaan nasional,
tidak akan dijual kepada pihak lain. Logika yang
melatarbelakangi
penggalian situs Batutulis adalah penjualan harta
karun untuk membayar
utang luar negeri. Jika logika semacam ini diikuti,
akan muncul
pertanyaan: mengapa repot-repot menggali? Jual saja
benda-benda
purbakala yang jelas-jelas sudah kelihatan, seperti
candi-candi di Jawa
Tengah. Pasti laku!
Apa yang akan terjadi jika logika itu diikuti? Bangsa
Indonesia akan
menjadi bahan tertawaan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dalam wacana
peradaban masa kini, sungguh tidak pantas jika kita
menjual benda cagar
budaya karena alasan ekonomi.
Terlihat di sini, pelanggaran pada sisi etika, moral,
sosial, dan
keilmuan lebih dominan daripada sisi hukum. Ini yang
membuat kasus
situs Batutulis menjadi terasa begitu memprihatinkan,
menyedihkan.
Penyelesaian secara hukum saja mungkin tidak akan
menyembuhkan luka
etika, moral, sosial, dan keilmuan yang diderita.
Apa hikmahnya?
Apa hikmah yang dapat dipetik dari "geger Batutulis"?
Pertama,
masyarakat menjadi lebih sadar tentang perlunya
menghargai dan
memelihara situs-situs peninggalan purbakala. Kita
berharap pencurian
benda-benda arkeologis akan berkurang karena kesadaran
yang meningkat,
dan laporan-laporan dari masyarakat mengenai
situs-situs arkeologis
yang selama ini belum diketahui pemerintah juga akan
bertambah.
Kedua, pejabat pemerintah menjadi lebih waspada
terhadap para
"pembisik"-entah yang mengaku paranormal atau
bukan-yang tidak jelas
asal-usul dan latar belakangnya. Masukan berbagai
pihak-termasuk
pembisik-harus didiskusikan secara terbuka agar
kesalahan-kesalahan
dalam pengambilan keputusan dapat dihindari.
Ketiga, para pejabat perlu lebih memahami batas-batas
kewenangan,
perundang-undangan, dan jalur birokrasi yang ada, agar
tidak terjadi
simpang-siur kebijakan yang hanya akan membuat
masyarakat semakin
bingung.
Keempat, ujian bagi niat dan upaya untuk menegakkan
hukum di negeri
yang pejabatnya biasa lolos dari jerat hukum. Apakah
akan lolos ujian?
Kita lihat saja.
HEDDY SHRI AHIMSAPUTRA, Dosen Antropologi Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
=====
Milis bermoderasi, berthema 'Mencoba Bicara Konstruktif Soal Indonesia', rangkuman posting terpilih untuk ikut berpartisipasi membangun Indonesia Baru, Damai, dan Sejahtera. http://nusantara2000.freewebsitehosting.com/index.html
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Yahoo! Finance - Get real-time stock quotes
http://finance.yahoo.com