[Nusantara] Terlalu banyak masalah yang lebih penting....!

Ra Penak edipur@hotmail.com
Fri Aug 30 09:25:04 2002


"Ki Denggleng Pagelaran" <fukuoka@indo.net.id>
30 Aug 2002 07:00:36 +0900
Terlalu banyak masalah yang lebih penting....!

KDP:

Cak, makin kesini aku makin heran dengan pemikir-2
lho Cak. Kenapa? Ya setelah beberapa kali memperhatikan
isi massages, berita-berita di media massa, tayangan TV
dll. Herannya tuh kok sering sekali mangsalah emosional
terlalu sering bicara dalam wacana, tindakan, pemikiran
dan tindakan mereka. Keheranan itu menjadi lebih kumplit
bila ditambah dengan tingkah poleh para eksekutif dan
legislatif. Sudahlah dari macam manapun mereka akhir-
akhir ini mengherankan semua. Bahkan mereka yang kemana-
mana menenteng keprofesoran, kedoktoran, keanggotaan
legislatif, kementrian, keketua MPR-an, keketua DPR-an,
kegubernur BI-an sampai ke DR-2 palsu!

Jadi rasanya heran juga dengan penyoalan MEGA & SUTIYOSO
yang berkaitan dengan PDI-P dan (kata sosiolog kita) dengan
Sang 'pembunuh' Sutiyoso itu. Kenapa melulu soal itu saja
yang dikemukakan dalam debat, diskusi atau apapun yang
makin kesini menjadi debat yang tidak pantas lagi dilayangkan
dalam sebuah mailing-list. Lebih baik jadi ajang chatting atau
japri saja antar mereka! Sumpek, aku Cak.

Mari tak ambik beberapa contong-contong jebol itu ya Cak:

1) Wapres lebih aktif ketimbang Pres....
Seusai ST MPR, Dr Hamzah Haz ini menyatakan bahwa per-
juangan partai yang dipimpinnya atas usulan pemberlakuan
Syariat Islam masih jalan terus. Kalau tidak berhasil pada
ST ini, kan masih ada ST atau kesempatan berikutnya?
Lho itu pernyataan ketua umum partai yang kebetulan
jadi Wapres lho Cak.

Sampai-sampai beberapa kolega non-muslim menyoal
begini: "Hehehe.. gimana tuh nGgleng, wapres kok menyoal
perjuangan partainya?" Tambah lagi deh Cak, ketika sang
Prof. Dr. Said Agil Husin al Munawar berburu harta karun,
dan kembali lagi Dr. Hamzah Haz kembali berujar: "Jangan
melulu menyalahkan 'penggaliannya' dong... harus dipertimbang-
kan latar belakangnya dan tujuannya pulak" (hehee tentunya
ndak begitu redaksinya, kan pernyataan seorang Wapres).
Man teman non-muslim kembali berkicau.."Gimana tuh
mau menerapkan syariah, lha wong masih percaya dukun....?"
Memang sih dukun (paranormal) itu kemudian diganti oleh Menag
dengan Ustadz... weleh apa ndak malah mencibir para Ustadz
sendiri?

Herannya lagi dalam menghadapi kasus QSAR. Wapres kita ini
juga berlaku demikian. Jangan menyalahkan QSAR-nya saja
dan malah menguhujat sesama pejabat dengan pernyataan
jangan suka cuci tangan dan menghujat saja... pejabat macam
apa itu...? Duuuuh... sedihnya Cak. Gimana ndak menghujat
dan cuci tangan sang pejabat sasaran hujatan Wapres itu kalau
beliaunya adalah salah seorang tokoh Agribisnis negeri ini yang
kebetulan menjadi menteri pertanian, paling tidak - seperti Cak
Stadz di FID - tahu lah hitung-hitungan berusaha tani. Toh memang
ijin usaha QSAR itu berada di luar jangkauan Mentan?

Bukankah yang semacam ini lebih perlu dibahas untuk wacana
publik? Karena yang gini-gini lah yang lebih mempengaruhi
kehidupan keseharian warga negara ini di tanah airnya?

2) ketua MPR dll. yang marah-marah pada Malaysia...
Aku beberapa kali membaca di harian nasional dan tayangan TV
bahwa ketua MPR kita yang dulu Guru Besar di UGM ini
menyatakan kekesalan dan kemarahannya kepada Malaysia.
Padahal sebagai seseorang yang menjadi pimpinan suatu
lembaga terhormat (yang masih) pemegang dan pelaksana
kedaulatan rakyat, tentunya maklum bahwa pemulangan TKI
dari negeri jiran itu adalah konsekuensi dari pemberlakuan
UU keimigrasian Malaysia sendiri?

Ini kan menunjukkan kekurang beresan penegakan hukum dan
undang-undang di negeri sendiri? Sebagai orang kampungan
yang sedikit banyak mampu hitung-hitungan dalam usahatani,
aku malah menilai sebenarnya pemulangan TKI itu adalah
potensi besar untuk menggenjot usaha perkebunan nasional.
Orang selalu melupakan bahwa Malaysia itu pesaing utama
dalam produksi getah karet dan sawit. Bahkan sudah melebihi
Indonesia.

Kenapa Malaysia mampu leading dalam kedua komoditas
perkebunan itu? Malaysia dulu belajar dari sini lho Cak.
Beberapa putra-putra cerdasnya belajar ke sekolah pertanian
almamater Cak Gigih. Bahkan sampai 2 atau 3 angkatan di bawah
ku. Dan sifat orang melayu (diakui sendiri oleh beberapa kolega
sesama murid IPB dari Malaysia) adalah malas bekerja.

Sementara itu datang tenaga kerja murah bagi mereka dan
tergolong 'mahal' bagi TKI, yang mau bekerja kasar. Mau
tinggal di perkebunan-perkebunan, mau nyadap getah karet,
mau ngangkut tandan buah segar mereka.... ya diserap lah
oleh pekebun-pekebun sana. Juga TKI-2 yang sedia bekerja
kasar di proyek-2 bangunan, jalan tol dll. Dan semua itu banyak
yang harus meninggalkan Malaysia, dipulangkan dan diusir ke
Indonesia.

Seharusnya kita jeli menangkap bahwa ada tambahan tenaga
kerja cukup pengalaman, handal dan setia pada pekerjaan
dari Malaysia. Seharusnya pemerintah (atau legislatif menekan
pemerintah) agat mengefektifkan perkebunan-perkebunan
BUMN atau swasta. Memperkerjakan mereka yang pulang
dengan upah sedikit saja lebih murah dari yang mereka dapat
di Malaysia... niscaya perkebunan-perkebunan itu akan dapat
berkembang melebihi Malaysia. Luasnya jelas kita lebih luas.
Daripada aset-aset itu 'mblangkrak' di BPPN?

Tetapi apa yang terjadi? Sesama penyelenggara negara, sesama
pimpinan partai beken... malah bertarung pernyataan thok,
ndak ada pemikiran lain. Saling berebut kepopuleran.... tapi
hasil NOL besar. sama dengan contoh terakhis ini nih...

3) Anggota MPR yang ngawur poll soal KPKPN.
Tokoh itu tak lain adalah Fahmi Idris. Dia ngaku mengisi dan me-
ngembalikan formulir atas desakan ISTERI.. lho lak gublug....
seorang anggota MPR menyerah di depan ISTERI.

Sebelumnya dengan sangat gaya dia menyatakan kepada
pewawancara Liputan6 SCTV, "Buat apa saya memenuhi
permintaan KPKPN, kalau lembaga itu tidak ada hak memaksa.
Harusnya diubah dulu dong aturan main KPKPN-nya. Saya
nunggu KPKPN berani memaksa" (sekali lagi ini bukan redaksi
yang sebenarnya.. maklum lupa ndak dicatet).

Lhooo.. ini model apa lagi. Sedang di kantor pajak saja aku
sering menemui para 'kerewan' yang jadi pengusaha kecil
serta para persona PNS (termasuk daku) dan Swasta sedia
antri ngisi permohonan NPWP kok... Toh Kantor Pajak itu
juga ndak maksa-maksa teuing? Lah.. si FI ini kan cuman
diminta melaporkan kekayaannya, bukan buat bayar pajak.
Lha kok nunggu dipaksa?ˇˇAtau benar isian polling MI online
tentang laporan kekayaan ini yang salah satunya bermakna:
"Anggota legislatif yang tidak mau mengisi daftar kekayaannya
ada kemungkinan: takut tindak korupsinya terbongkar...."

Wis ah Cak... sorry ya kepanjangan... heran nih akhir-akhir
ini kalau ndak nulis panjang-panjang rasanya kok kurang
tuntas!

KDP
------------------




_________________________________________________________________
Join the world’s largest e-mail service with MSN Hotmail. 
http://www.hotmail.com