[Nusantara] NASIB TKI
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Aug 30 10:48:01 2002
"meydi" <mfishel@austin.rr.com>
NASIB TKI
29 Aug 2002 23:21:37 -0500
Hati saya sangat sedih sekali membaca berita dari
Kompas
mengenai nasib TKI yang kerja di Malaysia dan sekarang
kehidupan mereka semakin tidak jelas di Nunukan.
Walaupun saya hanya bisa membaca berita mengenai
nasib sesama warga Indonesia lewat internet karena
saya
tinggal di luar Indonesia tapi setiap kali membaca
penderitaan
dan kemiskinan dari warga Indonesia, hati saya tidak
terima
karena begitu banyaknya praktek dari para penguasa
dengan KKN tanpa mempedulikan warga yang kekurangan
makan dengan perut lapar dan menderita kemiskinan.
Malah di daerah pengungsian disana sudah ada yang
meninggal,
dan yang membuat hati saya bertambah sedih saat
membaca
cerita dari Kompas mengenai ungkapan polos dari anak
kecil mengenai
kepergian
ayah mereka yang mereka kira ayahnya lagi tidur.
Yang saya tidak mengerti mengapa pemerintah Indonesia
terlebih President Megawati tidak meliat penderitaan
dari para TKI ini. Mengapa mereka seakan-akan hanya
dibiarkan dan otomatis semakin hari semakin banyak
korban yang meninggal ?
Dimanakah hati nurani para pemimpin negara Indonesia ?
Tidakkah hati mereka teriris membaca ataupun mendengar
bagaimana para TKI berjuang setengah mati di negara
lain
hanya karena hidup di Indonesia tidak bisa memberikan
mereka kehidupan yang layak dan pantas ?
Ataukah pemimpin negara di Indonesia hanya terbius
dengan
ambisi kursi kekuasaan ? Semoga tangan Tuhan yang
penuh kuasa akan membenahi negara kita Indonesia ini.
KUTIPAN BERITA DARI KOMPAS
TKI: Kematian Tak Lagi Ditangisi
Ma, kalau leher bapak sembuh, kita
kembali ke Malaysia lagi ya," ucap
kedua bocah cilik putra almarhum
Jaffar bin Judek di depan jenazah
ayahnya, tenaga kerja Indonesia
(TKI) yang bekerja di Sabah,
Malaysia. Sebetulnya, Jaffar berada
di Nunukan untuk memperpanjang
paspor sekaligus menghindari
hukuman cambuk ala Malaysia.
Wahyu Agung dan Putra Iswandi,
putra kembar almarhum yang baru
berusia empat tahun, tidak menyadari
kepergian sang ayah yang tubuhnya terbaring kaku di
sebuah lorong Puskesmas Nunukan, Senin (26/8) malam.
Kedua bocah itu bermain dengan
jenazah ayah mereka yang mereka
kira sedang tertidur pulas dengan
sarung menutup wajah.
Ibu mereka, Wahidah Daeng Nur
(34), sedang hamil tua. Tanpa
tangis, Wahidah berusaha tabah
menyaksikan tingkah laku kedua
anaknya yang polos itu. Hatinya
terasa pahit, setelah 13 tahun berumah tangga
dan merantau ke Malaysia
setahun terakhir untuk mengumpulkan uang
bersama, sang suami pergi dengan tiba-tiba.
Ibu tiga anak itu, tanpa menangis dan
hanya terdiam, memeluk jenazah suaminya.
Semalaman dia tertidur dengan kepala bersandar
di tubuh Jaffar yang terpaksa dibiarkan di lorong
perawatan puskesmas yang penuh pasien itu.
Adegan itu terjadi di awal pekan pada pukul 20.00.
Jaffar yang sakit sejak bekerja
di kebun sawit Sabah Softwood, Malaysia,
meninggal dengan leher membengkak
besar, gangguan asma, dan jantung.
Almarhum sempat dirawat tanggal 22
Agustus pada saat lehernya mulai membengkak dan
akan dipindahkan ke Tarakan, Rabu (28/8).
Namun, terlambat sudah.
Cita-cita pasangan itu untuk mengumpulkan ringgit di
Malaysia berakhir dengan duka mendalam.
Kematian Jaffar hanyalah satu dari sekian
banyak cerita duka TKI di Nunukan.
Mereka hidup seperti pengungsi meski sebagian
besar TKI tersebut telah mengeluarkan biaya ribuan
ringgit kepada perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI)
untuk mengurus dokumen imigrasi di Nunukan.
Para TKI harus menunggu paling cepat sebulan untuk
mendapatkan paspor agar dapat kembali ke Malaysia.
Mereka harus hidup dengan kondisi yang sangat
memprihatinkan karena lingkungan sekitar rawan
terhadap serangan penyakit.
Mereka harus tinggal berdesakan di rumah yang
disediakan PJTKI.
Lebih parah lagi, sebagian dari mereka tidur
di emperan rumah ataupun toko yang ada di
Nunukan.
Kondisi tempat penampungan darurat yang
disediakan pemerintah memprihatinkan.
Itu terlihat di Lapangan Porsas dekat Bandara Nunukan,
di mana
puluhan tenda terpancang di lapangan yang panas dan
berdebu.
Kondisi sungai tempat mereka mandi pun sangat
kotor. Mereka terpaksa mandi di sungai itu.
Untuk mendapatkan air yang sehat,
mereka harus membeli air mineral untuk minum
yang dijual di warung di sekitar
tempat penampungan.
Makanan para TKI tidak kalah memprihatinkan.
Potte (25), asal Sulawesi Selatan, mengaku hanya
mendapat makan dua kali sehari, itu pun setelah
berebut dengan sesama TKI. Padahal, dia sudah
membayar PJTKI sekitar 1.500 ringgit untuk
mengurus paspor dan biaya
penampungan selama di Nunukan.
Jatah makanan yang diperebutkan itu hanyalah beberapa
kepal nasi dengan ikan asin keras ataupun potongan
telur.
Variasi telur dan ikan asin itu menjadi teman
makan nasi yang dikirimkan kepada mereka
setiap siang dan petang hari.
Kondisi tersebut jelas tidak sehat dan membuat
para TKI tertekan. Hingga Kamis,diketahui sudah 25
TKI atau anggota keluarganya yang meninggal dunia.
Keadaan kesehatan yang semakin buruk sudah membayang.
Dalam data Dinas Kesehatan Nunukan tercatat ribuan
balita mendapat perawatan di Puskesmas
Nunukan sepekan terakhir.
Sempat tercatat 1.292 balita yang mendapat perawatan
jalan 23 Agustus lalu. Sebagian besar dari balita
tersebut
terserang infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA), yaitu 1.033. Belum terhitung ribuan TKI lain
yang karena pelbagai sebab tidak berusaha mencari
perawatan
medis yang layak.
Seorang dokter yang berpraktik di Puskesmas Nunukan
mengatakan, jumlah dokter yang tersedia di seluruh
Pulau Nunukan hanya sepuluh orang. Mereka
harus menangani ratusan pasien setiap hari yang
umumnya dibawa dalam kondisi yang sudah kepayahan.
Tragis memang nasib TKI. Ketika para pemimpin
Indonesia ribut soal kekuasaan,dominasi partai, dan
bagi-bagi
uang anggaran baik di pusat maupun daerah, para
TKI yang sekadar berjuang bertahan hidup tidak
mendapat perhatian
serius.
=====
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Yahoo! Finance - Get real-time stock quotes
http://finance.yahoo.com