[Nusantara] Ngebom Tidak, Terlibat Ya

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Sat Nov 16 12:24:04 2002


Ngebom Tidak, Terlibat Ya 

DENPASAR - Santai, akrab, dan penuh canda. Begitulah
suasana pertemuan antara Kapolri Jenderal Pol Da’i
Bachtiar dan Amrozi, tersangka peledakan bom Bali,
kemarin. Tanpa sedikit pun rasa canggung, Amrozi
menjawab semua pertanyaan yang diajukan Da’i. Bahkan,
berkali-kali orang nomor satu di jajaran Kepolisian RI
itu dibuat tertawa oleh Amrozi. 

Pertemuan khusus itu dilakukan di Ruang Reserse Polda
Bali. Da’i yang kemarin mengenakan pakaian hitam-hitam
datang ke Polda Bali sekitar pukul 13.45 Wita. Setelah
bertemu Ketua Tim Investigasi Irjen Pol I Made Mangku
Pastika dan Kapolda Bali Irjen Pol Budi Setyawan, Da’i
yang didampingi sejumlah staf Mabes Polri itu menuju
ruang reserse untuk menemui Amrozi. Wartawan tidak
diperbolehkan masuk. Pihak Polda Bali memberikan
kesempatan kepada wartawan untuk mengambil gambar
pertemuan Da’i dengan Amrozi dari luar. 

Keduanya bertemu tepat pukul 14.15 Wita. Sebelum
bertanya-jawab, Da’i memegang pundak Amrozi dan
meminta wartawan untuk memotretnya. 

Tak terlihat sedikit pun ketegangan di wajah laki-laki
asal Tenggulun, Solokuro, Lamongan tersebut. Wajahnya
cerah dan selalu mengumbar senyum. Namun, dia tampak
agak lebih kurus dibanding ketika baru ditangkap
polisi (perhatikan foto-foto Amrozi yang dimuat Jawa
Pos kemarin, bandingkan dengan foto Amrozi yang dimuat
hari ini).

Kemarin Amrozi mengenakan celana pendek kombinasi
merah dan hitam plus baju biru gelap bertulisan
Tahanan Polda Bali. Kedua kakinya bersih, tak ada
bekas-bekas kekerasan di tubuhnya. Ketika pertama
muncul, kedua tangannya diborgol.

Tapi, Amrozi tampak sangat tenang dan rileks sekali.
Seorang petugas membuka borgol di tangan Amrozi, namun
tidak semuanya. Yang dibuka hanya borgol di tangan
kanan. Ketika para wartawan memintanya untuk
melambaikan tangan, dia pun menuruti sambil tersenyum.

Melihat kelakuan Amrozi itu, Da’i hanya tersenyum.
Kurang lebih satu menit, Amrozi nampang di depan
kamera wartawan. Lantas, Da’i menyalami Amrozi.
Setelah itu, Da’i mempersilakan Amrozi duduk di kursi
lipat. Keduanya duduk berhadapan dan hanya dibatasi
meja bertaplak putih. Pembicaraan mereka direkam
petugas Polda Bali dengan tape recorder dan handycam. 
Selama satu jam, Da’i ngobrol dengan Amrozi. Da’i
tampak serius mendengarkan pengakuan Amrozi. 
Rupanya, mantan Kapolda Jatim itu sangat menikmati
perbincangannya dengan Amrozi. Buktinya, jenderal
bintang empat tersebut tertawa berkali-kali. Begitu
juga Amrozi. Laki-laki 39 tahun itu juga sempat
tertawa ketika mendengarkan ucapan Da’i. Tidak ada
suasana tegang, canggung, atau serius. Yang ada justru
keakraban. Da’i seolah-olah tengah berbincang-bincang
dengan kawan lamanya. 

Pertemuan tersebut berakhir pukul 
15.15 Wita. Setelah itu, Da’i mengadakan jumpa pers
dengan wartawan guna menjelaskan hasil pertemuannya
dengan Amrozi. Apa yang diperbincangkan Da’i dengan
Amrozi? Berikut petikan obrolan santai tersebut:

Kapolri: Bagaimana kabar kamu? 
Amrozi: Alhamdulillah sehat, Pak (sambil tersenyum).
Kapolri: Kamu puasa tidak?
Amrozi: Ya, Pak. Alhamdulillah, sampai sekarang, saya
masih puasa.
Kapolri: Bagaimana perasaanmu sekarang? 
Amrozi: Ya, awalnya saya bingung karena harus
berurusan dengan polisi. Tapi, setelah beberapa hari
di sini, saya sudah mulai agak terbiasa. Paling tidak,
saya masih bisa salat dan puasa.
Kapolri: Apa benar kamu ikut mengebom Sari Club dan
Paddy’s?
Amrozi: Kalau ngebom, saya tidak ikut. Tapi, kalau
terlibat, memang ya. Sebab, saya yang membeli dan
membawa bahan-bahannya dari Surabaya.
Kapolri: Bisa kamu ceritakan bagaimana kehidupanmu
selama ini? Apa benar kamu lulusan Pesantren Al Islam?
Amrozi: Saya bukan lulusan pesantren. Kebetulan, rumah
dan keluarga saya berada di lingkungan pesantren. Dan,
saya memang banyak kenal orang pesantren. Saya ini
anak mbeling (nakal, Red) Pak. Orang-orang di rumah
sering bilang begitu kepada saya. Katanya, saya susah
diatur (Da’i pun tertawa mendengar jawaban Amrozi). 
Tahun 1985 saya sudah merantau ke Malaysia jadi TKI.
Di sana saya bekerja cuma enam bulan, jadi kuli
bangunan. Karena nggak betah, saya pulang lagi ke
Lamongan. Lalu, di kampung, saya menikah. 

Kapolri: Katanya, pernah beberapa kali ke Malaysia? 
Amrozi: Benar. Tahun 1992 saya berangkat lagi ke
Malaysia. Tujuannya mencari kakak kandung saya, Mas
Muklas (nama alias Ali Gufron di Malaysia, Red). Kami
sudah lama nggak ketemu. Soalnya, Mas 
Muklas tidak pernah pulang ke Lamongan. Sambil mencari
Mas Muklas, saya kerja jadi montir kendaraan.
Alhamdulillah, saya bisa ketemu Mas Muklas. Rupanya,
di Malaysia, Mas Muklas sudah jadi ustad. Saya sering
diberi tuntunan agama. Selain itu, saya juga sering
ikut pengajian dan ceramah agama. Salah satunya pernah
ikut ceramah Ustad Abu Bakar Ba’asyir. 

Sejak itu, saya makin memahami tentang Islam yang
sesungguhnya. Mas Muklas juga yang menimbulkan
kesadaran saya untuk melawan kezaliman terhadap
orang-orang yang bertindak sewenang-wenang kepada
Islam. Saya tidak rela muslim selalu mendapat tekanan.


Kapolri: Kapan kamu kembali ke Lamongan?
Amrozi: Tahun 1994 saya pulang ke kampung. Tapi, satu
bulan kemudian, saya balik lagi ke Malaysia. Di sana,
kegiatan saya lebih banyak mengikuti ceramah agama dan
pengajian. Tapi, pekerjaan montir tetap saya lakukan.
Kurang lebih satu tahun, saya pulang lagi ke Lamongan.
Di kampung, saya buka bengkel kecil-kecilan.
Kapolri: Apa yang membuat kamu betah di Malaysia?
Amrozi: Saya sangat kagum, hormat, dan mengagumi Mas
Muklas, Ustad Abu Bakar Ba’asyir, dan Ustad Ja’far
Umar Thalib. Saya terkesan dengan dakwah yang mereka
sampaikan dalam ceramah-ceramah agamanya. 
Kapolri: Bagaimana kamu bisa terlibat pengeboman di
Bali? 
Amrozi: Tahun 2000 saya dimintai tolong oleh Hudama
alias Imam Samudra untuk membeli bahan-bahan peledak.
Katanya, untuk keperluan bikin bom. Sebab, ada pesanan
dari Ambon. 

Saya ke Surabaya dan beli bahan-bahan itu di T Tidar
Kimia milik Pak Silvester Tendean. Barang-barang itu
saya kirim ke Ambon lewat kenalan saya. Setelah itu,
saya tidak pernah lagi ketemu Hudama, kurang lebih
hampir dua tahun. 

Sebelum bom di Bali, saya diundang daerah Pabelan,
Solo, juga oleh Hudama. Di sana, saya ketemu Hudama,
Idris, dan Martin. Omong-omongnya bukan di hotel Pak,
tapi di warung. Bahkan, yang paling sering di dalam
mobil. Waktu itu, Hudama memang berencana melakukan
pengeboman, tapi sasarannya belum dipilih. Kata
Hudama, bisa di Jakarta, Bali, atau kota lainnya. 

Beberapa bulan kemudian, kami ketemu lagi di Pasar
Klewer, Solo. Lalu, kami ngobrol-ngobrol usai salat
berjamaah di Masjid Agung, Solo. Di situlah, Hudama
merencanakan mengebom Bali. Hudama bilang, saya akan
dikirimi uang dan mobil yang akan dipakai untuk
mengebom. 

Kapolri: Bagaimana Hudama alias Imam Samudra itu? 
Amrozi: Dia orangnya cerdas, pinter. Dia juga lebih
muda padadari saya, Pak. Ilmu agamanya juga bagus. 
Kapolri: Teruskan ceritamu. 
Amrozi: Beberapa bulan lalu, saya ketemu Idris. Dia
memberi saya uang untuk beli mobil dan bahan peledak.
Mata uang yang saya terima itu terdiri atas rupiah,
dolar Amerika, dolar Singapura, dan ringgit Malaysia.
Kalau dikurskan, nilainya kurang lebih Rp 50 juta.
Setelah barang saya beli, barang itu saya simpan di
rumah. Sebab, belum ada perintah apa-apa dari Hudama. 

Awal Oktober saya diminta oleh Hudama bawa mobil L-300
dan bahan peledak itu ke Bali. Karena belum pernah ke
Bali, saya agak bingung. Lalu, saya ajak adik saya Ali
Imron. Nah, pada 6 Oktober 2002, di Denpasar saya
ketemu lagi dengan Hudama dan Idris. Mobil dan bahan
peledak saya serahkan ke Idris. 
Ada satu orang lagi yang saya tidak kenal, namanya
Umar. Idris membawa saya ke penginapan. Tapi, baru
sehari pindah lagi ke hotel lain. Saya lupa nama
hotelnya. Lalu, pindah lagi ke kos-kosan di Jalan
Gatot Subroto. Waktu itu, saya sempat tanya ke mana
mobil dan bahan peledak yang saya bawa. Tapi, Hudama
bilang itu sudah bukan urusan saya lagi. Dia minta
saya membeli sepeda motor. Setelah beli, motor itu
juga saya serahkan ke Hudama. Sebelum pulang ke
Lamongan, saya sempat melihat di kamar ada HP Nokia
5110, sudah tersambung dengan kabel-kabel. Saya sempat
tanya lagi ke Hudama. Tapi, dia jawab ini juga bukan
urusan saya. Idris mengajak berkeliling Bali. Tapi,
saya tidak begitu tertarik. Lalu, saya pun pamit
pulang ke Lamongan. Demi Allah, saya tidak ikut
ngebom. 

Amrozi: (Balik bertanya) Tapi, bagaimana polisi tahu
wajah saya? Padahal, saya tidak ikut ngebom? 
Kapolri: Gambar kamu dibuat berdasarkan keterangan
saksi yang lihat kamu ketika beli sepeda motor.
Amrozi: Oh... pinter juga polisi (Da’i dan sejumlah
pejabat teras Polda Bali langsung tertawa
terbahak-bahak). 
Kapolri: Kamu tahu siapa yang merakit bom itu?
Amrozi: Saya tidak tahu. Mungkin teman-teman saya itu
Kapolri: Kapan kamu tahu ada ledakan bom di Bali?
Amrozi: Pagi, Pak, pukul 07.00 WIB (13 Oktober 2002,
Red). Saya tahu setelah dengar siaran radio Elshinta. 
Kapolri: Bagaimana perasaanmu? 
Amrozi: Wah, seneng banget, Pak (Dai’ kembali
tertawa). Itu kan bom yang dulu kami rencanakan
bareng-bareng. Tapi, saya juga sempat heran, kok ada
bom di Bali, tapi meledaknya di pasar. Sebab, sejak
awal saya tidak tahu sasarannya. Yang saya tahu cuma,
katanya, bom akan diledakkan di Bali. Itu saja.
Belakangan saya baru tahu bahwa yang diledakkan Sari
Club dan Paddy’s di Legian, Kuta. Itu pun saya tahu
lewat siaran di televisi. 
Kapolri: Kamu menyesal?
Amrozi: Saya mohon ampun kepada Allah SWT. Saya
kemarin diberi tahu oleh seorang polisi bahwa saya
bisa kena hukuman mati. Tapi, saya sudah pasrah kok. 

Setelah ngobrol banyak, Da’i kembali menyalami Amrozi.
Da’i berpesan agar Amrozi kooperatif selama menjalani
pemeriksaan. Termasuk memberikan informasi tentang
keberadaan teman-temannya yang sekarang diburu polisi.
Seorang petugas kembali memborgol kedua tangan Amrozi.
Laki-laki yang murah senyum itu langsung dibawa
kembali ke sel tahanannya. (rizal husen)





=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Web Hosting - Let the expert host your site
http://webhosting.yahoo.com