[Nusantara] Presiden: Umat Islam Tidak Perlu Takut

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Nov 19 08:48:48 2002


Umat Islam Tidak Perlu Takut 

Jakarta, Kompas - Presiden Megawati Soekarnoputri
mengemukakan, di tengah upaya pemberantasan terorisme,
umat Islam tidak perlu takut kalau memang tidak
berbuat salah. Ia justru mengajak kelompok-kelompok
agama, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah,
melakukan proses sosialisasi tentang agama yang
antikekerasan, humanis, dan transformatif. Hal itu
disampaikan Presiden di depan Pengurus Besar
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) di
Istana Negara, Jakarta, Senin (18/11). 

Presiden, menurut Ketua Umum PB PMII Nusron Wahid,
menyatakan tidak perlu ada kekhawatiran bahwa dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Antiterorisme pemerintah akan represif. "Jangan sampai
mempunyai pendapat berlebihan seperti itu," ujar
Nusron mengutip ucapan Presiden. Ia mengatakan,
"Presiden menjamin bahwa perpu hanya akan diberlakukan
kepada siapa pun yang benar-benar terbukti bersalah
dalam konteks melakukan tindak terorisme karena
pemberantasan tindak terorisme tidak bisa dilakukan
dengan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana-Red).

" Tindak terorisme, menurut Presiden, tidak mengenal
agama. "Itu bisa dilakukan siapa saja, kapan saja, di
mana saja, dan oleh siapa saja. Jadi, jangan juga
dikaitkan pemberantasan terorisme ini dalam konteks
Islam melawan Barat, apalagi Islam dan non-Islam.
Sebab, semua yang melakukan tindak kejahatan pasti
akan diambil tindakan," ujarnya. Presiden memberi
contoh di Maluku. "Pada satu sisi banyak orang Islam
ditangkap, pada sisi lain Presiden mengatakan aparat
keamanan juga menangkap mereka dari golongan
non-Islam," tutur Nusron. 

Presiden, tambah Nusron, membantah pemerintah
menjalankan agenda asing dalam upaya memberantas
terorisme. "Kalau toh dalam rangka pemberantasan
terorisme ada kerja sama dalam bidang intelijen dengan
negara lain, termasuk Amerika Serikat (AS), itu hal
biasa dalam proses bernegara dan berbangsa. Karena
itu, Indonesia dalam konteks antikekerasan juga tidak
setuju jika AS menyerang Irak," katanya. 

Duta Besar AS untuk Indonesia Ralph L Boyce di
sela-sela kunjungannya ke Panti Asuhan Hairun Nisaa di
Jakarta, kemarin, juga menyatakan, pihak AS tidak
perlu mendesak siapa pun. Kepolisian RI (Polri),
katanya, sudah melakukan kerja yang baik. Investigasi
yang dilakukan Polri juga berjalan sangat baik. 

Ia menegaskan, "Pihak kami merasa yakin akan hal itu."
Radikalisasi agama Presiden juga menyatakan, ia
merasakan adanya gejala ke arah radikalisasi agama
yang, meski dilakukan sedikit pihak, membuat "kerikil"
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk
menghadapi radikalisasi agama, kata Nusron, Presiden
menyatakan, pemerintah tidak akan melakukannya
sendiri. 

"Menurut Presiden, kalau hal itu dilakukan sendiri,
nanti seakan-akan pemerintah memusuhi suatu kelompok
agama," ujar Nusron. Nusron menegaskan, PB PMII tidak
akan pernah puas dengan segala janji penguasa, tetapi
akan melihat bukti di lapangan. 

"Namun, dalam konteks radikalisasi agama, kami memang
mengkhawatirkan itu. Sebab, kalau kita lihat dari
doktrin keagamaan, beberapa kelompok Islam itu
mengabaikan humanisme dan pluralisme," katanya.
Presiden, menurut Nusron, juga menyatakan tidak ada
perbedaan pendapat dan sikap di jajaran pemerintahan
dalam mengatasi pemberantasan terorisme. 

"Semua sepakat. Semula ada perbedaan sudut pandang,
tetapi perbedaan sudut pandang itu tidak mengganggu
proses penerapan aturan yang dilakukan dalam
pemberantasan terorisme dan meminimalisir radikalisme
di Indonesia," ujar Presiden. 

Sementara Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz meminta
agar pola penyelidikan polisi di pesantren diubah dan
dibedakan dengan pola penyelidikan di tempat umum
lainnya. "Tentu saja harus dilihat lokasinya
bagaimana, institusinya bagaimana, jadi memang perlu
untuk itu," kata Hamzah, sebelum mengikuti sidang
kabinet. Wapres menjawab pers sehubungan dengan
keberatan sejumlah ulama atas cara penggeledahan
polisi di Pesantren Al Islam (Lamongan) dan Al Mukmin
(Ngruki). Bagaimanapun, kata Hamzah, keberatan itu
harus menjadi masukan bagi aparat kepolisian dalam
melakukan penyelidikan. Klarifikasi Sumarno 

Di Surabaya, Sumarno (29), keponakan Amrozi, datang ke
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur di Surabaya pukul
16.30, Senin. Sumarno - anak Alimah (kakak pertama
Amrozi) - yang didampingi Yasin SH dari Tim Pengacara
Muslim (TPM) Jawa Timur wilayah Ngawi, bermaksud
mengklarifikasi tuduhan keterlibatannya dalam kasus
peledakan bom Bali. "Sumarno datang ke Polda Jatim
untuk memberikan klarifikasi mengenai kaitannya dalam
peledakan bom Bali, seperti disebut-sebut Amrozi.
Kaitannya seperti apa, kami belum tahu persis. Karena
itu, kami datang untuk klarifikasi, bukan menyerahkan
diri," kata Yasin sesaat sebelum kembali ke Ngawi. 

Sumarno, seperti diungkapkan Yasin, mengaku ialah yang
mengemudikan sedan Ford warga hijau metalik milik
Amrozi bernomor B 2449 XT, yang kini disita polisi.
Sedan itu dipakai untuk membawa enam pipa PVC yang
berisi senapan dan amunisi. Namun, saat membawa enam
pipa itu, Sumarno tidak tahu isinya. "Pipa paralon itu
diambilnya dari rumah Saijo (di belakang Pondok
Pesantren Al Islam-Red) atas perintah Ali Imron (adik
Amrozi-Red), pamannya, untuk dibawa ke rumah Pak
Kamar, polisi hutan. Sumarno tidak membawa pipa ke
hutan Dadapan tempat ditemukan senapan dan amunisi
oleh polisi. Saat membawa pipa, Sumarno mengaku tidak
tahu isinya. Ia baru tahu isinya senapan dan amunisi
setelah ada berita mengenai penemuan paralon itu,"
ujar Yasin. 

Dalam klarifikasi itu, Yasin kemudian digantikan Fahmi
H Bachmid SH M Hum, pengacara TPM Jatim dari Surabaya
yang mengatakan, Sumarno tidak terlibat peledakan bom
di Bali. Keterlibatannya dalam kasus itu sebatas bahwa
ia mengemudikan sedan yang dipakai untuk mengangkut
enam paralon berisi senapan dan amunisi, sesuai
perintah pamannya, Ali Imron. Mengenai status Sumarno,
Sekretaris Direktorat Reserse Polda Jatim Ajun
Komisaris Besar Didik T Priandono, yang turut
melakukan penydidikan, tidak bersedia berkomentar. 

Namun, menurut Fahmi, Sumarno diperiksa sebagai saksi.
Hingga berita ini diturunkan, Sumarno masih intensif
diperiksa di lantai dua Gedung Laboratorium dan
Forensik (Labfor) Polda Jatim. Sebelum datang ke Polda
Jatim, Sumarno berada di Yogyakarta. Menurut Yasin,
Sumarno pergi ke Yogyakarta dari Desa Tenggulun,
Solokuro, Lamongan, sejak 5 November, bersamaan dengan
penangkapan Amrozi. 

Di Yogyakarta Sumarno mendengar berita yang
mengaitkannya dengan peledakan bom di Bali, seperti
pengakuan Amrozi. Atas pemberitaan itu, Sumarno
mengaku terpojok dan bermaksud mengklarifikasinya.
Semula Sumarno menghubungi Lembaga Konsultasi dan
Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia (LKBH FH UII) Yogyakarta. Namun Erman,
iparnya di Yogya yang mendampingi Sumarno ke Polda
Jatim dari Ngawi, lalu menghubungi Yasin SH, Minggu
malam. Dari Ngawi itulah diatur upaya klarifikasi. 

"Senin pagi, saya bersama Erman dan Sumarno pergi ke
Polres (Kepolisian Resor-Red) Ngawi. Setelah
bincang-bincang sebentar, polisi mengantar kami dari
Ngawi sekitar pukul 11.30 ke Polda Jatim," ujar Yasin.
Meski dalam kawalan ketat enam anggota polisi, Sumarno
yang datang mengenakan kaus kotak-kotak dan celana
panjang abu-abu tidak diborgol. Dari Denpasar
dilaporkan bahwa M Sya'af, seorang kuasa hukum Amrozi,
dari TPM Surabaya, mengungkapkan akan mengajukan surat
kepada Kepala Polda Bali agar mengabulkan permohonan
Amrozi bertemu istrinya Susianti (30) dan anaknya
Khaula (5,5). "Amrozi kepada kami mengatakan ingin
sekali bertemu istri dan anaknya itu," kata M Sya'af. 

Menanggapi itu, Ketua Tim Investigasi Peledakan Bom di
Bali Inspektur Jenderal I Made Mangku Pastika
mengatakan pihaknya tidak tahu keberadaan istri dan
anak Amrozi. Polisi justru tengah mencari mereka utuk
dipertemukan mereka dengan Amrozi. Mengenai ketentuan
apa saja yang dijeratkan kepada Amrozi, Pastika
mengatakan, kemungkinan besar Amrozi kena beberapa
pasal secara berlapis. 

"Pastinya nanti saja karena proses berita acara
pemeriksaan masih berlangsung lama. Yang jelas, dia
kena Perpu Nomor 1/2002 dan Perpu Nomor 2/2002,"
katanya. Tentang dana operasi Amrozi dan kelompoknya
dalam meledakkan bom di Bali, Pastika menegaskan, dana
itu dikumpulkan dari iuran kelompok Amrozi sendiri.
Dana itu diperkirakan antara Rp 60 juta sampai Rp 70
juta. Tidak ada bukti yang dimiliki Tim Investigasi,
katanya, bahwa operasi mereka didanai Hambali atau
Osama bin Laden. Diungkapkan pula bahwa dalam
penyidikan pada hari Jumat hingga Sabtu dini hari,
Amrozi dikonfrontasikan dengan Silvester Tendean. 

"Ada keterangan Silvester yang dibenarkan, ada juga
yang ditolak klien saya. Pastinya apa yang dibenarkan
atau apa yang ditolak tidak bisa saya ungkapkan ke
pers karena hal itu akan merugikan kepentingan klien
kami," tutur Sya'af. Ba'asyir dan bom Natal Sementara
Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombes
Prasetyo di Jakarta kemarin menyatakan, pihak
kepolisian yakin akan keterkaitan Abu Bakar Ba'asyir
dalam kasus peledakan bom malam Natal 2000 karena
polisi telah memiliki bukti-bukti sangat kuat. 

"Bukti-bukti tentang keterkaitannya dalam peledakan
bom malam Natal sudah telak, cuma memang belum ada
keterkaitan antara Abu Bakar Ba'asyir dengan peledakan
bom Bali," ujarnya. Prasetyo mengakui polisi harus
ekstra hati-hati dalam menangani kasus yang melibatkan
ustad pemimpin pesantren Al Mukmin ini. Namun, ia
mengelak ketika didesak mengenai bukti-bukti kuat apa
yang menyebabkan polisi menempatkan Ba'asyir sebagai
salah satu orang terkait. Ia hanya mengatakan
bukti-bukti itu sudah ada di tangan polisi dan akan
dibuka di pengadilan. Imam Samudra 

Sementara itu, surat kabar Malaysia Malay Mail
memberitakan hari Senin bahwa Imam Samudra, salah satu
tersangka bom Bali, lima tahun lalu tinggal di
Malaysia sebagai guru agama di sebuah sekolah agama.
Selepas studi di madrasah Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah
Luqmanul Hakiem di negara bagian selatan Malaysia,
Johor, demikian Malay Mail, Imam mengajar di sekolah
itu dan mengawini wanita Malaysia. 

Seorang tersangka lain, Idris alias Johni salah satu
deputi Imam Samudra, juga belajar di sekolah tersebut.
Beberapa pengajar di sekolah itu, termasuk Kepala
Sekolahnya Shahril Hat, ditangkap polisi Malaysia,
Januari lalu, atas dugaan keterlibatan mereka dalam
Kelompok Militan Malaysia (KMM). Kelompok ini dituduh
ada kaitan dengan Jamaah Islamiyah (JI), yang dituduh
bertujuan mendirikan sebuah negara pan-Islam regional.
Sementara pihak Barat menuduh mereka juga terlibat
dalam aksi peledakan bom di Bali yang menewaskan lebih
dari 180 orang. 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Web Hosting - Let the expert host your site
http://webhosting.yahoo.com