[Nusantara] Kritik terhadap Materi Perpu Antiterorisme
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Thu Nov 28 05:37:32 2002
Kritik terhadap Materi Perpu Antiterorisme
Oleh Marwan Mas
Polisi patut diberi acungan jempol atas keberhasilan
menangkap Amrozi dan Imam Samudra alias Abdul Azis
yang diduga sebagai otak dan pelaku peledakan bom
Bali. Kita tunggu saja bagaimana pengungkapan
berikutnya, apakah jaringan terorisme di Indonesia
dapat dibongkar sampai ke akar-akarnya.
Dalam mengungkap bom Bali, polisi menggunakan dua
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Antiterorisme yang sampai saat ini masih banyak
dikritisi oleh berbagai kalangan dalam masyarakat.
Salah satu yang banyak disorot oleh berbagai kalangan
atas Perpu Antiterorisme itu adalah kekhawatiran bila
diterapkan seperti UU Subversi saat Orde Baru. Jangan
sampai diwujudkan sebagai pasal haatzaai artikelen,
yaitu ”pasal karet” yang bisa menangkap dan menahan
orang untuk kepentingan politik tertentu. Atau
menafsirkan suatu perbuatan yang kebetulan dilakoni
seseorang untuk memperjuangkan demokrasi, tapi
digolongkan sebagai perbuatan teroris karena desakan
negara asing.
Terlepas dari niat baik pemerintah mengeluarkan Perpu,
seperti untuk mengisi kekosongan hukum, tapi ada tiga
hal mendasar pada substansi Perpu yang perlu
dikritisi. Pertama, terkait dengan Ketetapan (Tap) MPR
Nomor III/MPR/2000 tentang Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan, bahwa Perpu berada di bawah
undang-undang (UU). Ketentuan Perpu tidak boleh
meniadakan atau bertentangan dengan ketentuan UU yang
hirarkisnya lebih tinggi daripada Perpu.
Tapi beberapa ketentuan Perpu Antiterorisme
bertentangan dengan KUHPidana dan KUHAP. Misalnya,
pertama, Pasal 184 KUHAP yang hanya mengenal lima alat
bukti yaitu ”keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan keterangan terdakwa”. Tapi dalam Pasal
26 Ayat (1) Perpu Nomor 1/2002 menerapkan ” laporan
intelijen” sebagai ”bukti permulaan” untuk melakukan
penyidikan.
Memang ”laporan intelijen” sebagai sarana untuk
memperoleh bukti yang kuat harus ditetapkan oleh
Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri, tapi jadi
pertanyaan, apakah Pengadilan Negeri sudah siap dan
mampu menentukan suatu laporan intelijen dapat
dijadikan dasar sebagai bukti permulaan yang cukup
untuk dilakukan tindakan penyidikan? Jangan sampai
laporan intelijen belum bernilai sebagai ”alat bukti”
yang menunjukkan adanya bukti permulaan untuk
dilakukan penyidikan, tapi telanjur ditetapkan oleh
pengadilan sebagai bukti untuk melakukan upaya paksa
berupa penangkapan atau penahanan yang belum cukup
bukti telah melakukan terorisme. Apalagi, pemberlakuan
Perpu Antiterorisme bukan hanya pada tragedi Bali,
tapi juga berlaku pada aksi teror berikutnya.
Perpu Antiterorisme adalah peraturan yang lebih rendah
dari KUHAP, tapi ternyata Pasal 26 Ayat (1) Perpu
Nomor 1/2002 bertentangan dengan Pasal 184 KUHAP.
Kedua, Pasal 19 KUHAP menegaskan bahwa ”penangkapan
hanya dapat dilakukan untuk paling lama satu hari
(1X24 jam)”, tapi Pasal 28 Perpu Nomor 1/2002 mengatur
lain bahwa ”penyidik dapat melakukan penangkapan untuk
paling lama tujuh hari (7X24 jam).
Pasal 28 Perpu Nomor 1/2002 telah melampaui ketentuan
KUHAP yang hierarkisnya lebih tinggi. c) Pemberlakuan
surut (asas retroaktif) Perpu Nomor 1/2002, serta
proses pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan (Perpu Nomor 2/2002), padahal Pasal 28-I
Ayat (1) UUD 1945 (amendemen ketiga) menegaskan, bahwa
”hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.
Perlu lebih dipahami bahwa rumusan ”tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun”, berarti peledakan
bom di bali tidak mengharuskan Perpu diberlakukan
surut. Asas retroaktif juga bertentangan dengan
prinsip dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHPidana yang
menegaskan ”tidak suatu perbuatan boleh dihukum,
melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam
undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan
itu”.
Kedua, Beberapa rumusan ketentuan Perpu Nomor 1/2002
menimbulkan kerancuan untuk diberlakukan, seperti: a)
Pasal 8 huruf-d tentang ”kealfaan yang menyebabkan
tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan hancur,
rusak, terambil, pindah, atau menyebabkan terpasangnya
tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan keliru”.
Ketentuan ini bisa menimpa petugas bandar udara
(bandara) yang karena kealfaannya (tidak ada
kesengajaan) menyebabkan tanda atau alat pengamanan
penerbangan hancur, rusak, atau pindah, bisa
dikategorikan melakukan tindak pidana terorisme dengan
ancaman pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun, dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun.
Ketentuan ini tidak realistis dan cenderung hanya
sekadar mencari-cari pembenaran kalau pemerintah
serius menangani ancaman terorisme. b) Pasal 8 huruf-r
tentang ”seseorang di dalam pesawat udara melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban
dan tata tertib di dalam pesawat udara dalam
penerbangan”.
Ketentuan ini cukup ”menggelikan” karena bisa menimpa
penumpang yang ada di kelas ekonomi yang kemungkinan
karena ”kebelet” ingin buang air kecil, kemudian
menuju pada WC yang dikhususkan bagi penumpang kelas
eksekutif. Ia bisa dianggap ”melakukan perbuatan yang
dapat mengganggu ketertiban dan tata tertib di dalam
pesawat” bila saat ditegur/dilarang oleh
pramugari/pramugara tapi tetap memaksakan masuk WC
eksekutif akibat ” kebelet” ingin buang air kecil.
Ketiga, Perpu Antiterorisme tidak sejalan dengan
prinsip supremasi hukum dan tertib hukum dalam negara
yang berdasar atas hukum, sebagaimana telah dipertegas
dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 (amendemen ketiga),
bahwa ”Negara Indonesia adalah negara hukum”. Apalagi
salah satu sasaran utama gerakan reformasi, adalah
menegakkan supremasi hukum, tapi yang terjadi
sebaliknya karena Perpu sebagai peraturan lebih rendah
dapat meniadakan peraturan yang lebih tinggi seperti
UUD 1945, KUHPidana, dan KUHAP.
Perpu Antiterorisme yang menerapkan asas retroaktif,
juga tidak boleh digolongkan sebagai ”aturan khusus”,
karena ”aturan khusus” harus sederajat dengan aturan
umum. Pasal 1 Ayat 1 KUHPidana sebagai aturan umum
lebih tinggi hierarkisnya ketimbang Perpu. Tidak
mungkin perumus kedua Perpu itu tidak mengetahui
sepenuhnya, bahwa Perpu berada di bawah UUD 1945,
KUHPidana, KUHAP, dan asas hukum yang tidak mengenal
pemberlakuan ketentuan UU bersifat retroaktif. Jadi
pertanyaan, sebetulnya apa tujuan yang ingin dicapai
pemerintah dengan mengeluarkan Perpu yang mengundang
sejumlah kontroversi?
Jangan sampai pemberlakuan Perpu Antiterorisme justru
menimbulkan konflik hukum, ketidakpastian hukum, serta
hancurnya supremasi hukum. Ujung-ujungnya akan
mengancam HAM, nilai-nilai demokrasi, dan distorsi
atas kemerdekaan pers. Namun, yang lebih urgen
dicermati adalah bagaimana memandang Perpu
Antiterorisme sebagai instrumen untuk mencari
”kebenaran dan keadilan”. Bukan ”pembenaran” atas
intervensi negara tertentu untuk melindungi
kepentingannya dengan membelenggu gerakan
demokratisasi, atau menangkapi pemimpin organisasi
Islam tanpa bukti yang kuat.
Begitu pula, saat melakukan tindakan preventif yang
represif, juga semata-mata ditujukan untuk mencari
kebenaran dan keadilan. Sebab, bagaimana pun tindakan
preventif yang represif, berlawanan dengan tegaknya
hukum dalam sistem demokrasi yang melindungi harkat
dan martabat manusia. Salah satu langkah cerdas ke
depan yang perlu diatensi pemerintah, adalah tidak
semata-mata bergantung pada Perpu Antiterorisme yang
sifatnya ” sementara”.
Bila dalam pelaksanaannya menyimpang dari prinsip
kebenaran dan keadilan, maka Perpu itu harus ditolak
DPR. Semua komponen bangsa juga perlu memantau dan
terus mengawasi pelaksanaan Perpu itu di lapangan, dan
bila pelaksanaannya tidak dimanifestasikan untuk
mencari kebenaran dan keadilan, berarti harus ditolak.
Penulis adalah dosen dan pengamat hukum, tinggal di
Ujungpandang..
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com