[Nusantara] Bambang sadono : Sedihnya Jadi Orang Indonesia
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Sat Oct 12 12:12:29 2002
Sedihnya Jadi Orang Indonesia
Oleh Bambang Sadono
Sabtu, 12 Oktober 2002
Di Pilipina, semua karyawan nonpemerintah masuk menjadi peserta
asuransi
tenaga kerja, semacam Jamsostek kalau di sini. Bukan saja karyawan
perusahaan atau industri, tetapi juga termasuk buruh tani, nelayan,
dan
sebagainya. Bahkan terakhir para pekerja sektor informal, termasuk
yang
memperkerjakan diri sendiri terliput juga.
Soal jaminan kesehatan, asuransi kematian, cacat, bahkan santunan jika
terjadi PHK, tentu menjadi dambaan semua orang. Hanya tentu bukan
karena
sekadar itu. Pelayanan dan pengalaman yang mereka rasakan pasti
menjadi
penentu dalam pengambilan keputusan menjadi peserta asuransi yang
berkaitan
dengan soal kerja itu.
Bandingkan dengan keanggotaan Jamsostek yang harus dipaksa-paksa,
jangkauannya terbatas, hingga lebih berkesan sekadar formalitas.
Bahkan
pernah terjadi, harus didatangkan polisi untuk memaksa perusahaan agar
menyertakan karyawannya menjadi peserta Jamsostek. Belum lagi soal
krisis
kepercayaan, karena berbagai kasus Jamsostek, yang menyebabkan
beberapa
perusahaan bahkan secara massal mengeluarkan karyawannya untuk
mengelola
asuransinya sendiri.
Pasti ada apa-apanya, mengapa orang begitu bersemangat menjadi peserta
jaminan sosial tenaga kerja. Karena ditemukan kasus orang yang merasa
perlu
mendaftar sampai dua kali, dengan harapan mendapatkan santunan dobel.
Untuk
itu SSS (Social Security System) yang bertanggung jawab atas soal ini
di
Pilipina perlu menjaganya dengan administrasi yang ketat. Setiap
anggota
dilengkapi kartu anggota yang didata terpadu dengan sistem komputer
yang
cukup canggih.
Begitu seriusnya cara mengurus tenaga kerja, sama seriusnya dengan
sikap
pengadilan yang menghukum seorang wanita Wila Visacra dengan pidana
seumur
hidup karena menipu calon tenaga kerja sebesar 45.000 peso atau
sekitar
Rp
10 juta dengan janji dipekerjakan di luar negeri, Demikian seperti
diberitakan oleh The Manila Times, 9 Oktober lalu.
Maka tidak aneh kalau para pekerja yang mengantongi kartu SSS merasa
bangga
dengan tulisan di kartunya, "We proud be Philipino. Ini mengingatkan
saya
pada sajak Taufik Ismail Aku Malu Jadi Orang Indonesia.
Sajak Taufik itulah yang terus membayang-bayangi begitu masuk Korea
Selatan,
tempat Asian Games sedang berlangsung di Busan. Pengumpulan medali
Indonesia
terus tertatih-tatih. "Kalau kita tidak bisa mendapatkan sedikitnya
enam
emas, maka inilah prestasi terjelek yang kita alami selama ini," kata
seorang pengurus olahraga yang buru-buru pulang ke tanah air, tak
tahan
melihat keterpurukan ini.
Saya bisa mengerti betapa tertekannya mewakili negara terbesar ketiga
di
Asia, tetapi di bidang olahraga dipecundangi oleh negeri-negeri kecil
seperti Hongkong, Singapura, dan sebagainya - apa pun alasannya.
Apalagi
ditambah berbagai pertanyaan yang tak kalah menyesakan. Misalnya
bagaimana
perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang selama ini terkenal cukup
baik
dalam memberikan kesejehteraan pada pekerja memilih hengkang dari
Indonesia
karena alasan perburuhan.
"Ada tiga alasan: upah makin mahal, PHK harus seizin pemerintah, uang
pesangon harus dibayar walaupun karyawan dikeluarkan karena alasan
kriminal," kata seorang deputi Menteri Tenaga Kerja Korsel.
Sementara pekerja Indonesia di Korea harus mengiba-iba agar bisa
diperpanjang masa kerjanya. Bahkan jika ditolak pun masih nekad
tinggal
di
Korea sebagai pekerja ilegal, yang tentu terancam dipulangpaksakan.
Apakah
ini semua harus membuat kita malu, atau cukup dengan sedih saja?***
Bambang Sadono adalah wartawan Suara Karya.