[Nusantara] Yang ''Nyeleneh'' Itu Terbukti
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 18 09:25:16 2002
Yang ''Nyeleneh'' Itu Terbukti
MASIH terngiang jelas di telinga, ketika mantan presiden Abdurrahman
Wahid
(Gus Dur) membuat pernyataan kontroversial. Di tengah maraknya
bantahan
atas
munculnya dokumen CIA sebagaimana dilansir majalah Time yang menyebut
jaringan terorisme di Indonesia, tiba-tiba mantan Ketua Umum PBNU itu
membuat pernyataan nyeleneh dan melawan arus.
Gus Dur secara terang-terangan menyatakan terorisme di Indonesia itu
ada.
Setidak-tidaknya terorisme lokal. Seperti gerakan dengan senjata dan
main
rusak secara terang-terangan, apakah itu tidak termasuk terorisme.
Meski
lingkupnya sempit, bisa saja gerakan itu dimanfaatkan oleh jaringan
terorisme internasional.
Pernyataan Gus Dur diterima berbagai pihak secara sinis. Bahkan,
Pimpinan
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba'asyir dan Ketua Umum
Front
Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, tak mau menanggapi pernyataan mantan
presiden tersebut yang dinilai suka aneh-aneh itu. Kalangan ulama NU
percaya
yang aneh-aneh itu sebagai hal khawarikul adat. Itulah Gus Dur.
Sikap pemerintah pun melalui Wapres Hamzah Haz mengaku tidak
tahu-menahu
sejauh mana keterkaitan Pemimpin Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki,
Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Abu Bakar Ba'asyir, dengan jaringan Al
Qaedah.
Yang yakin mengetahui terlibat atau tidak itu Polri.
Dari pihak pemerintah menegaskan, jika ada permasalahan kembalikan
saja
pada
hukum. Karena itu, jika kedapatan ada masalah kriminal serahkan pada
Polri
dan kita tuntut melalui hukum.
Pada prinsipnya semua rakyat Indonesia akan diayomi sepanjang tidak
terlibat
tindak kriminal. Sebaliknya, jika terlibat serahkan kepada hukum.
Karena
itu, kalau ditanya apakah Ba'asyir terlibat, ''Saya jawab serahkan
saja
kepada Polri. Yang yakin mengetahui terlibat atau tidak kan polisi,''
katanya.
Amerika Serikat juga diminta bersikap terbuka dan tidak sembarang
memberikan
informasi yang bisa menyesatkan. Kalau memang punya data, silakan
diberikan
untuk ditindak-lanjuti.
Presiden Megawati pun langsung memanggil para pembantunya dan
mengadakan
rapat di kediaman Jl Teuku Umar, Jakarta. Rapat yang antara lain
dihadiri
antara lain Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono dan Kepala Badan
Intelijen
Negara (BIN) Hendropriyono itu memutuskan pemerintah akan tetap
melaksanakan
proses hukum berkaitan dengan masalah terorisme. Selain itu, akan
melakukan
rekonfirmasi terhadap kelompok masyarakat, khususnya ulama.
Pemerintah justru menyinyalir keluar-masuknya orang asing ke Indonesia
mendatangkan implikasi tidak menguntungkan sehingga perlu melakukan
pengaturan.
Padahal, pihak Amerika Serikat (AS) sudah keder menanggapi reaksi yang
dilontarkan menanggapi dokumen CIA itu, khususnya upaya
mendiskreditkan
dunia Islam. Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Ralph L
Boyce
mengatakan, pihaknya dan Pemerintah AS tidak menilai
kelompok/organisasi
Islam, seperti Front Pembela Islam, Laskar Jihad, dan Majelis
Mujahidin
Indonesia terlibat dalam jaringan teroris internasional.
Tidak ada penilaian kelompok-kelompok Islam di Indonesia termasuk
dalam
jaringan teroris internasional. Ralph juga menyatakan, Pemerintah AS
percaya
Islam di Indonesia adalah moderat, toleran, demokratis, dan bukan
teroris.
Tapi pihak AS tetap yakin mengenai adanya kegiatan Al Qaedah di
Indonesia
yang dinilai tidak hanya dapat mengancam keamanan Indonesia, tapi juga
negara-negara Asia seperti Filipina, Singapura, dan Malaysia.
Peringatan selanjutnya sekitar mewaspadai orang-orang asing yang
datang
ke
sini sebagai turis, tapi tidak jelas kegiatannya. Sebab, orang asing
yang
tidak datang dengan tujuan baik, pasti melakukan aktivitas intelijen.
Yakni,
melakukan penyelidikan, penggalangan, bahkan pemecahbelahan bangsa
yang
berbahaya.
Dalam kaitan ini, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan
HAM)
Yusril Ihza Mahendra menengarai ada upaya sistematis untuk memojokkan
berkaitan dengan tudingan beroperasinya jaringan terorisme
internasional di
Indonesia. Karena itu, setiap pemberitaan atau isu mengenai persoalan
ini
harus kita sikapi dengan kritis.
Wapres mengatakan, Islam bukan ancaman bagi agama lain, melainkan
mampu
memberikan perlindungan kepada semua makhluk. ''Amerika Serikat
sekarang
sudah mengubah pandangannya, tidak lagi menyebut Islam sebagai
teroris
atau
yang disebut Al Qaedah. Yang diperangi bukan Islam lagi, melainkan Al
Qaedah. Saya tidak tahu, apakah di sini (Indonesia-Red) ada. Kalau
ada
lebih
baik ditunjukkan. Kalau tidak ada jangan ngarang dan mengadu domba.
Tanda-tanda
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta pernah mengeluarkan
pernyataan
yang bisa memicu kemarahan. Isinya, Kedubes mengkhawatirkan warga AS
dan
orang-orang Barat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi
sasaran
kekerasan dalam waktu dekat ini.
Karena itu, Kedubes menyerukan semua warga AS dan orang-orang Barat
lain
untuk waspada. Tentu tidak hanya waspada, tetapi juga melakukan
tindakan
pencegahan yang tepat sebagaimana mestinya.
Salah satu tindakan pencegahan yang paling gampang, melarang warga AS
datang
ke Yogyakarta. Bahkan, bukan mustahil, melarangnya total ke Indonesia.
Akibatnya, sudah mulai kelihatan. Delegasi AS yang semula menghadiri
Konferensi Malaria di Yogyakarta membatalkan kedatangan mereka.
Padahal, apa yang terjadi di Yogyakarta? Dunia berjalan seperti
sebelumnya.
Tempat-tempat wisata di Yogyakarta seperti keraton, pasar burung, dan
Tamansari, tetap dikunjungi banyak wisatawan asing. Para turis dari
Barat
juga tetap bersilewaran di Jalan Malioboro dengan rasa aman. Itulah
sebabnya, kekhawatiran Kedubes AS itu dibantah Gubernur DIY Sultan
Hamengku
Buwono X.
Tuduhan pun kembali ditujukan kepada AS. Negara sedang membuat
propaganda
berbahaya bagi Indonesia. Inilah propaganda dengan mengatakan
Indonesia
merupakan salah satu sarang terorisme internasional. Sekarang
propaganda itu
menyerukan jangan datang ke Yogyakarta. Sebab, kota pendidikan dan
pusat
kebudayaan Jawa itu, menurut Kedubes AS, menjadi sasaran kekerasan
dalam
waktu dekat ini.
Setelah mengatakan jangan datang ke Yogyakarta, tinggal soal waktu
saja
pihak Kedubes AS akan melarang warganya datang ke Indonesia. Bahkan,
seruan
itu tidak semata ditujukan kepada warga AS, tetapi juga warga Barat
umumnya.
Maka, bisa dibayangkan dampaknya untuk negeri ini. Jumlah kedatangan
turis
akan anjlok dan menyebabkan industri pariwisata, seperti hotel dan
biro
perjalanan wisata babak-belur. Akibat lebih luas, yaitu meningkatnya
risk
country Indonesia, sehingga makin mendorong hengkangnya investor
asing.
Dari perspektif itulah, banyak pihak ingin melihat pendapat Ketua
Umum
PBNU
KH Hasyim Muzadi. Menurut Hasyim, jika Indonesia terus direcoki,
nanti
ada
perlawanan terhadap AS. Bahkan, bisa jadi mereka yang selama ini
bersikap
moderat pun akan melawan.
Sikap AS terhadap Indonesia terus diulang-ulang tidak hanya zaman
Bung
Karno
saja. Skenario itu bukan untuk kali pertama di Indonesia. Ketika zaman
Soeharto juga diarahkan menjalankan agenda AS untuk memerangi
komunisme.
Megawati diarahkan untuk memusuhi jaringan-jaringan seperti Al Qaedah
yang
belum tentu benar.
Lemah
Terlepas munculnya berbagai spekulasi yang ada, insiden peledakan bom
di
Bali, Sabtu malam lalu, merupakan wujud ketidakberdayaan intelijen
Indonesia
dalam soal pengawasan. Setidak-tidaknya intelijen Indonesia
seharusnya
dapat
mencium gelagat itu dan cepat tanggap dalam setiap mengolah informasi
yang
ada.
Informasi yang dilontarkan Amerika Serikat (AS) tentang adanya rencana
pembunuhan terhadap Presiden RI Megawati merupakan bentuk peringatan
pengamanan. Setiap informasi mengenai ancaman terhadap keamanan Tanah
Air
harus ditanggapi melalui proses pengkajian dan pengolahan yang baik
dan
matang.
Bila upaya itu telah dilakukan, setidak-tidaknya insiden tersebut
tidak
akan
terjadi. Selain itu, sistem pengamanan di beberapa daerah di Tanah
Air
harus
dilakukan dengan proses bertahap dan berjenjang. Jangan hanya
memprioritaskan pada satu daerah saja, tapi harus merata khususnya di
daerah
rawan.
Pengamanan selama ini hanya tertuju pada Pusat Ibu Kota Jakarta saja
tanpa
memperhatikan situasi keamanan di Bali. Ini berarti pihak keamanan
Indonesia
telah kecolongan, padahal Bali merupakan kawasan internasional.
Agar situasi serupa tidak terulang kembali, intelijen Indonesia harus
mengevaluasi sistem pengamanan selama ini guna menangkal gangguan
keamanan,
baik dari dalam maupun luar negeri.
Baru sekarang sadar pernyataan terorisme itu benar ada. Terlepas
siapa
yang
mendalangi atau itu bagian dari agenda Amerika, atau pihak teroris
yang
menjadi lawan AS, maupun teroris lokal, yang pasti jaringan dan
kinerja
pengamanan sangat lemah dan terfokus hanya di Jakarta. Bali yang
selama
ini
dikenal aman dan tenang tak terjangkau oleh aparat intelijen. (A
Adib-64t)