[Nusantara] Pemerintah Akan Terbitkan Perpu Antiterorisme

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Sat Oct 19 09:36:17 2002


Pemerintah Akan Terbitkan Perpu Antiterorisme

Jakarta, Kompas - Pemerintah akan menerbitkan
Peraturan Pemerintah 
Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang Antiterorisme.
Perpu 
tersebut dirancang akan mengatur upaya-upaya preventif
untuk 
menanggulangi terorisme. Bersamaan dengan itu akan
dibentuk Lembaga 
Antiteror.

"Perpu ini sedang mau dibicarakan," kata Menteri
Pertahanan (Menhan) 
Matori Abdul Djalil dalam jumpa pers di Dephan, Senin
(14/10). 
Sejumlah politisi di DPR juga merasakan perlunya UU
Antiterorisme. 
Pernyataan pers pimpinan Komisi I DPR yang dibacakan
Wakil Ketua 
Komisi I DPR Ishak Latuconsina juga menegaskan
perlunya UU 
Antiterorisme, begitu juga dengan Ketua MPR Amien
Rais. Namun, 
mereka belum menyinggung apakah bentuk UU
Antiterorisme itu 
diterbitkan dalam bentuk perpu atau melalui jalur RUU.

Matori menambahkan, untuk melakukan langkah-langkah
yang bisa 
dipertanggungjawabkan, tidak bisa dihadapi secara
kriminal biasa, 
yaitu sesuatu terjadi terlebih dahulu baru
ditanggulangi. Apabila 
penanganannya tidak preventif atau pencegahan terlebih
dahulu, maka 
dapat terlambat seperti pengalaman peledakan bom
selama ini.

Dengan demikian, tidak bisa digunakan Kitab
Undang-undang Hukum 
Pidana (KUHP). Namun, untuk melakukan langkah
preventif, landasan 
hukumnya belum ada karena Rancangan Undang-Undang
(RUU) 
Antiterorisme yang disusun pemerintah belum masuk ke
Dewan 
Perwakilan Rakyat (DPR). "Oleh karena itu, DPR
hendaknya memberikan 
dukungan apabila pemerintah mengeluarkan perpu yang
akan mengatur 
suatu lembaga dan tata cara pemberantasan terorisme
yang 
memungkinkan langkah-langkah preventif," kata Matori.

Mengenai institusinya, menurut dia, Tentara Nasional
Indonesia (TNI) 
dalam perpu akan ditunjuk sebagai kekuatan yang berada
di depan 
dalam rangka memerangi terorisme. perpu itu akan
berisi aturan-
aturan yang memungkinkan aparat keamanan melakukan
langkah 
preventif. Selama ini data intelijen tidak bisa
dipakai untuk 
menangkap seseorang. "Dalam masalah terorisme, data
intelijen bisa 
digunakan untuk melakukan penangkapan. Untuk
menghindari kesewenang-
wenangan, misalnya sebelum penangkapan ada keputusan
hakim," katanya.

RUU Antiterorisme 

Dalam jumpa pers di Jakarta, Wakil Ketua Komisi I DPR
Ishak 
Latuconsina mengemukakan, peristiwa ini semakin
mendorong pemerintah 
dan DPR untuk segera menyiapkan landasan hukum untuk
menghadapi 
peristiwa seperti di Bali. "Kami akan minta kepada
pemerintah untuk 
segera begitu masa sidang yang berikut RUU
Antiterorisme segera 
masuk ke DPR," ujarnya.

Menurut Latuconsina, salah satu kelemahan Indonesia
adalah tidak 
punya landasan hukum sehingga aparat keamanan,
terutama kepolisian, 
baru bisa menangani peritiwa setelah ada alat-alat
bukti. Padahal, 
kegiatan yang bersifat teror atau sabotase itu dapat
dicegah atau 
diungkapkan apabila aparat mempunyai landasan hukum
untuk memanggil 
atau memeriksa orang-orang yang dicurigai akan
melakukan tindakan 
teror atau sabotase.

Amien Rais, yang juga Ketua Umum DPP Partai Amanat
Nasional (PAN), 
juga menyatakan bahwa UU Antiterorisme menjadi semakin
mendesak. 
Cuma, ia menggarisbawahi bahwa jangan sampai UU
Antiterorisme itu 
menjadi UU yang menakuti rakyat yang memperjuangkan 
demokrasi. "Jangan sampai kita hidup dalam alam
Komando Pemulihan 
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib-Red) pada zaman
dulu, atau 
kemudian kita menumbuhkan kembali haatzaai artikelen
yang juga 
mengerikan itu," papar Amien.

Dukung perpu

Merespons terjadinya peledakan bom yang menelan banyak
korban jiwa 
di Bali, Indonesian Working Group on Security Sector
Reform-lembaga 
nirlaba yang beranggotakan sejumlah ahli-meminta
Presiden Megawati 
Soekarnoputri segera mengeluarkan executive order
untuk menjadi 
dasar hukum menuntaskan persoalan tersebut. Executive
order itu 
merupakan langkah sementara untuk menutupi kesenjangan
antara 
urgensi dan legalitas upaya-upaya penanggulangan
terorisme.

"Executive order itu bisa saja berbentuk perpu.
Tetapi, keberadaan 
executive order itu bukanlah untuk mendorong
disahkannya RUU tentang 
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
(Antiterorisme)," ungkap Dr 
Fadjrul Falaakh dari Indonesia Working Group on
Security Sector 
Reform di Jakarta hari Senin.

Executive order itu, lanjut Fadjrul, sangatlah penting
segera dibuat 
karena selama ini DPR pun lamban dalam turut mendorong

penanggulangan bahaya terorisme. Bahkan, DPR pernah
menolak membuat 
panitia khusus (pansus) untuk mendorong pengungkapan
kasus bom pada 
malam Natal tahun 2000. Padahal, masyarakat dalam
negeri dan luar 
negeri sudah mengingatkan tentang bahaya terorisme di
Indonesia.

Dr Kusnanto Anggoro pun tidak keberatan kalau
pemerintah kini 
mengeluarkan perpu untuk menjadi dasar hukum
penindakan dan 
penanggulangan bahaya terorisme, terutama pasca
tragedi di 
Bali. "Tetapi, jangan yang dijadikan perpu itu adalah
draf RUU 
Antiterorisme yang kini sudah berada di tangan Menko
Polkam. Perpu 
itu harus merupakan kumpulan dari konvensi
internasional di bidang 
pemberantasan terorisme yang akan diratifikasi," ujar
peneliti pada 
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut.

Fadjrul pun mengingatkan, masih banyak konvensi
internasional di 
bidang pemberantasan terorisme yang belum diratifikasi
Indonesia. 
Tragedi di Bali menjadi momentum bagi Indonesia untuk
meratifikasi 
berbagai konvensi itu, sehingga Indonesia mempunyai
dasar hukum yang 
lebih komprehensif dalam menanggulangi bahaya
terorisme.

Sudah selesai

Ditemui terpisah, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril
Ihza Mahendra 
mengungkapkan, RUU Antiterorisme saat ini sudah
selesai dan sudah 
diserahkan kepada Menko Polkam. Dalam waktu dekat RUU
itu akan 
diserahkan kepada Presiden untuk disampaikan kepada
DPR. Tetapi, ia 
tidak menyatakan, apakah RUU itu yang akan dijadikan
sebagai perpu.

Yusril mengakui, dengan belum dibahas dan
diundangkannya RUU 
Antiterorisme, tidak ada dasar hukum yang memadai
untuk menjerat 
pelaku tindak pidana terorisme. "Kalau pelakunya
tertangkap, ya 
mereka hanya bisa dikenai UU Darurat-UU Nomor
12/Drt/1951 tentang 
Senjata Api-dan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana). Pasal-pasal 
dalam kedua UU itu pernah diterapkan bagi pelaku
peledakan bom di 
Atrium, Senen (Jakarta). Pelakunya dihukum seumur
hidup," ujarnya.

RUU Antiterorisme memang tidak mendefinisikan tindak
pidana 
terorisme. Tetapi, dalam RUU itu disebutkan kategori
mengenai tindak 
pidana terorisme. Apa yang terjadi di Bali sudah
memenuhi kategori 
tindak pidana terorisme tersebut.

Ketua Tim Penyusun RUU Antiterorisme Romli Atmasasmita
pun mengakui, 
kejadian di Bali sudah masuk dalam kategori tindak
pidana terorisme 
yang dirumuskan dalam RUU tersebut. "Siapa pun
pelakunya, peledakan 
bom di Bali merupakan tindakan terorisme. Saya
percaya, ini 
dilakukan oleh pelaku profesional dari luar negeri
yang bekerja sama 
dengan pelaku dalam negeri. Bandingkan apa yang
terjadi di Bali 
dengan apa yang pernah terjadi di depan kediaman Dubes
Filipina di 
Jakarta," kata Guru Besar Hukum Pidana Internasional
dari 
Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, tersebut.

Menkeh dan HAM menambahkan, pengungkapan tindak pidana
terorisme 
dengan menggunakan UU Darurat dan KUHP tidak bisa
memberikan makna 
pada data-data intelijen. Sebaliknya, dalam RUU
Antiterorisme, data 
intelijen dapat dipergunakan sebagai acuan untuk
mengungkapkan 
tindak pidana itu. Walaupun perlu perlakuan khusus,
sesuai dengan 
hukum acara yang ditentukan dalam RUU Antiterorisme,
sehingga data 
intelijen itu tidak merugikan.

Tentang kejadian di Bali, Matori mengatakan, dilihat
dari kerja dan 
akibatnya kerja kelompok teroris ini cukup
profesional. Dampak bom 
yang high explosive itu adalah korban 182 meninggal
dan ratusan luka-
luka. Ini jelas-jelas dilakukan oleh kelompok teroris
yang cukup 
profesional. "Dengan demikian, saya berani mengatakan,
selama ini 
orang senantiasa menafikan adanya jaringan Al Qaeda di
Indonesia. 
Saya menjadi yakin bahwa jaringan Al Qaeda benar-benar
ada di 
Indonesia," katanya.

Wakil Ketua MPR Osman Sapta kepada Kompas mengatakan,
peledakan bom 
di Bali itu merupakan perbuatan biadab yang merusak
citra bangsa 
Indonesia. Oesman juga menganalisis jaringan Al Qaeda
diduga 
terlibat dalam peristiwa peledakan bom itu.

Pada kesempatan terpisah, pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat 
(MPR) dan pimpinan Komisi I DPR menyampaikan kutukan
keras terhadap 
para pelaku peledakan bom di Bali dan keprihatinan
serta 
belasungkawa terhadap para korban. (bur/tra/mt/sut) 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Faith Hill - Exclusive Performances, Videos & More
http://faith.yahoo.com