[Nusantara] Rekayasa atau Bukan?

gigihnusantaraid gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 25 04:02:44 2002


Rekayasa atau Bukan?

PERTANYAAN itu selalu mencuat selama sepekan terakhir, berkaitan 
dengan
penangkapan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, sesepuh Pondok Pesantren 
Al-Mukmin,
Ngruki, Sukoharjo. Sebenarnya rekayasa atau tidak tuduhan yang 
dialamatkan
kepadanya? Pertanyaan yang lain yang tidak kalah penting untuk 
dijawab,
pesanan Amerika Serikat ataukah memang upaya penegakan hukum 
pemerintah
Megawati?

Lebih-lebih muncul ganjalan ketika Menteri Pertahanan Matori Abdul 
Djalil
tiba-tiba langsung buka mulut bahwa pelaku pengeboman di Bali adalah 
teroris
domestik anggota kelompok jaringan Al Qaedah.

Kalau yang mengeluarkan pernyataan itu seorang Suta atau Naya yang 
hanya
tukang becak, atau sopir angkot, mungkin tidak akan berpengaruh. 
Tapi 
karena
yang menyatakan itu seorang Matori, orang yang mengomandani 
Departemen
Pertahanan, jelas semua orang terhenyak.

Kenapa pejabat sepenting dan sekelas dia berani mengeluarkan 
pernyataan
seperti itu, sementara pejabat yang terkait dengan keamanan seperti 
Panglima
TNI, KSAD, Kapolri, bahkan Kepala BIN saja tidak berani memberikan 
vonis
demikian terbuka.

Yang lebih merasa aneh, di saat yang sama, Matori dengan lantangnya
meneriakkan bahwa upaya penegakan hukum di negara demokratis harus 
terus
diupayakan. Sebab, ciri negara demokratif akan selalu menjalankan 
demokrasi
berbarengan masalah keterbukaan dengan upaya penegakan hukum.

Dalam sebuah upaya penegakan hukum, salah satu kaidah yang harus 
dihormati
adalah menghormati asas praduga tidak bersalah. Artinya, selama 
seseorang
belum dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim, dia belum bisa 
dikatakan
bersalah.

Nah, kaidah inilah yang menjadikan pernyataan Matori itu sangat aneh.
Bagaimana mungkin dia menghormati asas itu, sementara secara terus 
terang
dia mengatakan jaringan Al Qaedah domestik melakukan pengeboman di 
Bali.
Alasan dia bahwa itu merupakan hasil analisis logis yang 
dilakukannya, 
tetap
saja tidak bisa digunakan untuk menuding sebuah kelompok tertentu.

Abu Bakar Ba'asyir

Dalam kaitan ini, penangkapan Ustaz Ba'asyir menjadi sangat rancu. 
Tentu
saja ini juga terkait dengan persoalan teroris yang selama ini 
menjadi
momok. Kaitannya dengan pernyataan Matori, karena selama ini sudah 
kadung
kaprah Al Qaedah yang dipimpin Usamah Bin Laden di Afghanistan itu 
sebagai
biang terorisme global, jaringan terorisme internasional.

Padahal, Ustaz Ba'asyir juga dikaitkan dengan teror tersebut. Nah, 
tuduhan
yang dialamatkan saat ini, sangat terasa agak sumir dan sangat 
mungkin
karena pesanan, tidak seperti yang dikatakan Matori, yakni upaya 
penegakan
hukum untuk menciptakan keamanan negara.

Mari kita urai sedikit. Ketika ramai-ramai memberantas terorisme
dikembangkan oleh AS, mereka langsung membombardir dan menuduh 
Usamah 
Bin
Laden sebagai terpidana yang harus dihancurkan. Tanpa peduli suara 
dunia
internasional, mereka menghancurkan Afghanistan, yang korbannya 
tidak 
kalah
dibandingkan dengan jumlah korban peledakan Gedung WTC.

Pemberantasan terorisme ala AS itu makin berkembang ketika mereka 
mulai
merambah ke Asia Tenggara. Saat itu langsung santer diberitakan, 
mereka
meminta tiga tokoh di Indonesia, yakni Ja'far Umar Thalib, Habib 
Rizieq, dan
Abu Bakar Ba'asyir ditangkap. Pesan itu disampaikan Wapres Hamzah 
Haz 
kepada
ketiga orang itu saat bertemu. Pesan serupa juga disampaikan Menkeh 
dan 
HAM
Yusril Ihza Mahendra.

Nah, kedua tokoh tersebut, dengan alasan berlainan, sudah berhasil 
ditahan.
Ja'far bahkan dua kali terkena kasus, yang pertama soal hukum rajam 
dan
kemudian dibebaskan demi hukum, sedangkan yang kedua kasus 
penghinaan 
kepada
Presiden, dan kini statusnya tahanan kota.

Habib Rizieq ditangkap usai diperiksa kasus penghasutan perusakan 
yang
dilakukan para anggota FPI. Itu pun juga masih sumir karena pada saat
bersamaan dia mengaku tidak di Jakarta, jauh di luar Jawa.

Kini, sasaran tembak terakhir dan paling susah adalah Ustaz 
Ba'asyir. 
Pria
yang sudah mulai uzur, usianya 64 tahun, yang lahir dengan tanggal 
pas
dengan Hari Proklamasi itu harus dicarikan alasan yang sangat valid.

Kebetulan beberapa waktu lalu, polisi menangkap seorang pria, Umar 
Al 
Faruq.
Saat ditangkap di Bogor, dia - yang lahir dan besar di Bogor dan 
beristri
orang asli Bogor - ternyata memiliki identitas kewarganegaraan 
Kuwait.
Karena itu, dakwaan awal dia sekadar menyalahi persoalan imigrasi, 
sehingga
harus diekstradisi ke luar negeri.

Nah, di sinilah mulai muncul persoalan. Ternyata dia diekstradisi ke
Afghanistan (atau ke AS?). Dia diserahkan ke CIA, agen AS itu. Di 
situ 
dia
ternyata diinterogasi seputar persoalan bom dan terorisme 
internasional.

Sungguh mengejutkan, tiba-tiba Faruq mengaku pernah merencanakan 
melakukan
pembunuhan dengan bom untuk menghabisi Presiden Megawati. Dia juga 
mengaku
di-suport total oleh Ustaz Ba'asyir yang juga menjadi Imam Jamaah 
Islamiyah
(JI) organisasi yang dituding teroris yang berkiprah di Singapura dan
Malaysia.

Sebuah pengakuan yang sangat tidak logis sebagaimana dikatakan oleh 
ahli
intelijen, seperti Soeripto. Sama dengan dugaan Habib Rizieq, 
terlalu 
kecil
kalau Al Qaedah dan jaringannya membunuh Megawati. Sebab, musuh 
mereka 
AS.
Tidak ada kaitan antara Mega dengan Bush. Jadi, tidak ada alasan 
membunuh.

Tapi jika dikaitkan dengan keinginan AS menghabiskan segala yang 
berbau
Islam radikal - seperti kelompok Usamah Bin Laden - yang 
memberlakukan
syariat Islam dengan teguh, maka pantas kalau mereka perlu nabok 
nyilih
tangan pemerintah Megawati untuk menekuk ketiga tokoh yang juga 
dianggap
tokoh garis keras itu.

Yang jelas, sejak saat itu Ustaz Ba'asyir bertubi-tubi menjadi 
sasaran
tembak. Tuduhan demi tuduhan dilontarkan kepadanya. Saat itu dia 
sering
mengatakan suatu saat pasti akan ditangkap juga.

Dugaan itu ternyata benar. Polisi dengan sangat sigap langsung 
meluncur 
ke
Afghanistan menemui CIA. Dari situlah mereka membawa sejumlah bukti 
hukum,
berupa pengakuan Faruq kepada CIA tersebut. Dengan bukti itu, dugaan
Ba'asyir menjadi nyata, dia ditangkap.

Memang, bila diurai sedikit, ada sejumlah kejanggalan, yang kemudian 
disebut
pihak Ustaz Ba'asyir sebagai sebuah rekayasa global. Sebab, 
pengakuan 
Faruq
sekadar sebuah pengakuan sepihak. Polisi bahkan tidak mau 
mendokumentasikan
pengakuan Faruq di dalam sebuah video. Alasannya aneh, tidak lazim. 
Nah!

Karena itulah, kalau sekarang Ba'asyir ngotot minta dikonfrontasi 
dengan
Faruq, adalah suatu permintaan yang wajar. Semestinya polisi 
memenuhi 
itu,
jika memang benar bisa membuktikan ada kaitan antara Ba'asyir dan 
berbagai
pengeboman di tahun 2000 dan pembunuhan Megawati.

Tapi, jelas hal itu tidak akan dilakukan polisi. Hampir pasti polisi 
hanya
akan menggunakan pengakuan Faruq yang didapat dari CIA, sebagai alat 
bukti.
Sebab, sasaran akhir bukan itu, namun memenuhi pesanan saudara yang 
selama
ini menjadi tumpuan donor. Dengan demikian, siapa bilang penangkapan 
itu
bukan atas pesanan AS? (Joko Dwi Hastanto-16t)