[Nusantara] Oktober 2003, Indonesia Lepas IMF
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 25 04:04:32 2002
Oktober 2003, Indonesia Lepas IMF
Jakarta (Bali Post, Selasa, 22 Oktober 2002) -
Keinginan pemerintah untuk lepas dari bayang-bayang asing nampaknya
akan
jadi kenyataan. Paling tidak, ini yang diungkapkan Menko Perekonomian
Dorodjatun Koentjoro-Jakti usai berbicara dalam rapat koordinasi
pembangunan
pusat (rakorbangpus) bertema ''Bersama Membangun Nusantara,
Menyongsong
AFTA'' di Jakarta, Senin (21/10) kemarin.
Menurutnya, pemerintah telah berancang-ancang untuk melepaskan diri
dari
Dana Moneter Internasional (IMF) akhir Oktober 2003. ''Indonesia akan
menjadi sebuah negeri yang mandiri secara finansial,'' tegas Menko.
Pernyataan Dorodjatun ini tentu mengagetkan. Sebab, sudah sejak lama
ia
dikenal sangat pro-IMF. Akibat sikapnya itu, Meneg Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie sering berbeda pendapat.
Dengan
nada
lantang, Menko Perekonomian pada kesempatan itu juga mengatakan,
Indonesia
tidak ingin terus-menerus jadi pasien IMF. Selanjutnya, selepas dari
IMF,
diharapkan Indonesia hanya menyisakan utang sekitar 12 milyar dolar
AS.
Baru-baru ini, Indonesia telah membayar 2 milyar dolar AS kepada IMF
yang
dibayar dengan cadangan emas dan devisa negara. Saat ini, sisa
cadangan
devisa di Bank Indonesia tercatat 29,9 milyar dolar AS.
Pada kesempatan sama, Kwik Kian Gie mengaku tidak khawatir jika
Indonesia
batal mendapatkan pinjaman lagi dari IMF atau pun lembaga
multilateral
lainnya. Dengan nada menantang, ia bahkan mengatakan, ''Silakan
mereka
menghentikan pinjamannya.'' Toh, lanjutnya, selama ini berbagai
pinjaman itu
telah menyebabkan Indonesia kesulitan keuangan. Apalagi, Indonesia
sudah
pernah merasakan penderitaan yang lebih besar dibandingkan saat ini.
Kwik juga menegaskan kembali keinginannya untuk menunda proyek-
proyek
yang
dibiayai dari CGI. Sebab, dalam pandangannya, kemampuan Indonesia
untuk
menyerap bantuan-bantuan itu tidak memadai. Sebaliknya, berbagai
bantuan itu
terus-terusan diberikan mereka. Akibatnya, beban utang Indonesia
terus
bertambah tanpa diimbangi dengan produktivitas yang cukup. Kerugian
lain
dari pinjaman-pinjaman yang dikucurkan tanpa seleksi itu, menurut
Kwik,
adalah sejumlah commitment fee yang terus dibayar pemerintah ketika
suatu
pinjaman proyek disetujui, sementara utang terus bertumpuk. ''Kita
memang
melihat ini sangat tidak realistis dan sangat merugikan kita,''
katanya
lagi.
Ia mencontohkan, ada satu proyek dengan nilai commitment fee sebesar
Rp
15
milyar. Tetapi, ternyata proyeknya mandek. Lebih lanjut Kwik
mengungkapkan,
pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah proyek yang akan
dibatalkan,
yakni
senilai 800 juta dolar AS. Itu pun, masih mungkin berkembang.
Hal ini dibenarkan Sekretaris Meneg PPN Koensadwanto Inpasihardjo.
Katanya,
dari sejumlah proyek yang berhasil diidentifikasi, ternyata 70-80
persen
waktu pelaksanaannya sudah terlewati, sedangkan penyerapannya baru
lima
persen. Dari jumlah itu, pihaknya akan mempelajari lagi untuk
negosiasi
ulang. ''Ini sekarang akan kita pelajari, tidak langsung di-cancel.
Tetapi,
bisa saja proyeknya kita nego ulang, ditunda dan dimulai lagi
pengajuannya
dari awal atau di-cancel sama sekali,'' kata Koen. Yang memberatkan,
diakuinya, kendati proyek sudah di-cancel, pemerintah harus tetap
membayar
commitment fee-nya. (kmb2)