[Nusantara] Indonesia Bisa Kolaps
gigihnusantaraid
gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Oct 25 04:04:40 2002
Indonesia Bisa Kolaps
JAKARTA - Kasus bom Bali ternyata begitu mengkhawatirkan pemerintah.
Bahkan,
Wakil Presiden Hamzah Haz memprediksi, Indonesia akan krisis kembali
jika
pengeboman yang menewaskan 185 orang itu tidak segera terungkap.
Di tempat lain, Men PPN/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie mengaku sedang
menjajaki pembatalan sejumlah proyek yang didanai CGI (Consultative
Group on
Indonesia). Selain karena ancaman utang makin menumpuk, pembatalan
itu
dilakukan karena pemerintah tak mampu melaksanakan proyek tepat
waktu.
Kwik mengemukakan hal itu di sela-sela Rapat Koordinasi Pembangunan
Nasional
(Rakorbangnas) di Menara Bidakara, Jakarta, kemarin. "Kalau belum
dimulai,
proyek tersebut bisa kita batalkan dan utangnya akan dikembalikan,"
ungkapnya.
Pada tahap awal, menurut Kwik, ada proyek USD 800 juta dengan dana
dari
CGI
yang bisa dibatalkan. Proyek itu tidak memberikan pengaruh
signifikan
kepada
masyarakat karena tidak bermanfaat secara langsung. "Inventarisasi
proyek
ini sudah lama kita dilakukan," cetusnya.
Kwik menandaskan, ketidakmampuan pemerintah dalam melaksanakan
proyek-proyek
dari negara kreditor itu sudah berlangsung lama dan terjadi hampir
setiap
tahun. Padahal, kucuran dana dari lembaga pemberi utang itu terus
mengalir.
Setelah diidentifikasi, ternyata ada yang pelaksanaannya tidak
memadai.
Akibatnya, secara akumulatif, utang pemerintah semakin bertambah dan
makin
memberatkan. "Untuk itu, saya kira, perlu dilakukan kajian kembali
atas
proyek-proyek yang sumber dananya dari utang luar negeri tersebut,"
ingatnya.
Kondisi itu semakin diperparah karena pemerintah masih terus
membayarkan
commitment fee dari proyek tersebut. Padahal, proyeknya belum
terlaksana.
Dampaknya tentu negatif. Yakni, dana yang dipinjamkan dari negara
donor
tidak terpakai, tetapi jumlah utang semakin besar.
Kwik mencontohkan, suatu proyek sudah membayar commitment fee Rp 500
miliar,
tapi tidak ada pelaksanaannya. Akibatnya, uang itu jadi hilang. "Ini
benar-benar memberatkan pemerintah. Sudah duitnya hilang, proyeknya
belum
jalan," tambah mantan Menko Ekuin di era Gus Dur itu.
Sesmen PPN/Sestama Bappenas Koensadwanto Inpasihardjo menambahkan,
di
antara
sejumlah proyek yang berhasil diidentifikasi, 70 hingga 80 persen
waktu
pelaksanaannya sudah terlewati. Padahal, penyerapannya baru 5 persen.
"Hal inilah yang sekarang akan dipelajari. Bisa saja tidak langsung
di-cancel.Tapi, bisa saja proyeknya kita nego ulang, bisa ditunda,
atau
dimulai lagi pengajuannya dari awal, atau di-cancel sama sekali,"
kata
Koen -sapaan Koensadwanto.
Namun, lanjut Koen, kendati proyek sudah di-cancel, pemerintah harus
tetap
membayar commitment fee. Terutama untuk proyek Sumatera Agriculture,
proyek
sumber daya air, dan proyek Segara Anakan. "Kita berharap, dengan
pembatalan
proyek, pemerintah tidak membayar commitment fee lagi," terang pria
berkumis
tebal itu.
Kolaps
Sementara itu, Wapres Hamzah Haz benar-benar merasa khawatir bahwa
peristiwa
pengeboman di Bali akan berdampak buruk bagi perekonomian. Dia
memprediksikan, Indonesia akan jatuh ke dalam krisis kembali, jika
kasus
pengeboman itu tak segera terungkap.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan, Indonesia bakal kolaps seandainya
kelompok kreditor yang tergabung dalam CGI menolak menguncurkan
bantuannya.
"Mereka seharusnya membantu Indonesia. Kalau tidak, kita akan
kolaps.
Enam
bulan atau setahun, dampak buruknya akan terasa bila pemerintah
tidak
mampu
menemukan otak pengeboman di Bali itu," kata Hamzah saat membuka
Safari
Remaja Berprestasi V 2002 di Istana Negara kemarin.
Menurut dia, saat ini, dampak pengeboman di Bali memang belum
terasa.
Sebab,
masih ada uang di kantong. "Tapi, kalau orang terkena PHK dan
uangnya
habis,
dampaknya mulai terasa," katanya. Jika kasus pengeboman di Bali itu
tak
terungkap, Hamzah khawatir, orang yang datang dari luar negeri
menjadi
terhambat.
Karena itu, dia meminta agar aparat keamanan segera mengungkap
dalang
aksi
terorisme yang menewaskan lebih dari 182 orang itu. "Kalau yang
membuat
masalah dengan bom itu orang Indonesia, seharusnya dihukum mati
saja,"
tegasnya.
Hamzah menambahkan, yang terkena dampak peristiwa tersebut bukan
hanya
penduduk Bali. Sebab, orang yang datang ke Bali bermacam-macam,
tidak
hanya
dari seluruh Indonesia, tapi juga dari luar negeri. Barang yang
diperdagangkan tidak hanya berasal dari Bali, tapi juga dari seluruh
Indonesia.
"Karena itu, kita terpaksa mengeluarkan perpu untuk menciptakan
keamanan dan
stabilitas. Tanpa keamanan dan stabilitas, tak mungkin kita
membangun,"
ujarnya.
Sementara itu, Menneg PPN/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie mengaku
kecewa
atas
perlakuan yang tidak fair dari masyarakat internasional terhadap
tragedi bom
di Bali. Perlakuan tidak adil tersebut terlihat dari sikap
negara-negara di
dunia yang langsung melarang warganya berkunjung ke Indonesia. Hal
itu
merupakan pengucilan dan pemboikotan. "Bahkan, sidang CGI juga
ditunda,"
kata Kwik dalam pidatonya di Rakorbangnas.
Padahal, dia menambahkan, ketika terjadi tragedi WTC 11 September
2001,
Indonesia tidak pernah mencemooh AS dan tidak melarang warganya
mengunjungi
AS. Presiden Megawati pun menepati janjinya tetap berkunjung ke
Washington
dan memberikan dukungan nyata atas keinginan Presiden Goerge W. Bush
yang
tidak gentar terhadap terorisme.
Meski begitu, Kwik meminta agar masyarakat Indonesia tetap diam dan
tetap
bekerja keras tanpa meminta-minta kedatangan investor asing. "Saya
tidak
antiasing. Tapi, saya juga mengharap supaya kita tidak menjadi
bulan-bulanan
bahwa kita akan hancur lebur dan bangkrut tanpa adanya belas kasihan
serta
tanpa investor asing yang datang," tegas Kwik yang disambut aplaus
kepala
daerah se-Indonesia.
Putus IMF
Sementara itu, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
menyatakan,
Indonesia bisa lepas dari Dana Moneter Internasional (IMF) pada akhir
Oktober 2003. Selanjutnya, Indonesia akan menjadi sebuah negeri yang
mandiri
secara finansial. "Kita tidak ingin terus-menerus menjadi pasien
IMF,"
katanya.
Selepas dari IMF, Indonesia hanya tinggal melunasi utangnya USD 12
miliar.
Baru-baru ini, kata Djatun, Indonesia telah membayar USD 2 miliar
kepada
IMF. "Itu dibayar dengan cadangan emas dan devisa kita," jelasnya.
Saat
ini,
sisa cadangan devisa di Bank Indonesia tercatat USD 29,9 miliar.
(oki/yun/nur)