[Nusantara] "Ambon" <sea@ : Diperlukan Pemimpin Yang Empatik

Reijkman Carrountel reijkman@europe.com
Fri Sep 6 03:14:06 2002


"Ambon" <sea@ : Diperlukan Pemimpin Yang Empatik 
3 Sep 2002 21:28:42 +0200 

Diperlukan Pemimpin Yang Empatik
Terhadap Penderitaan Rakyat

AKHIR-AKHIR ini Bangsa Indonesia sungguh sangat akrab dengan berbagai
musibah yang menyengsarakan, khususnya warga masyarakat kecil yang 
mengalami
kerugian tidak saja harta benda tetapi juga jiwa. Banyak hal menjadi
penyebab musibah itu, ada yang karena kecelakaan seperti kebakaran yang
melanda puluhan rumah dan tempat usaha; faktor alam seperti kekeringan 
yang
memungkinkan musibah kebakaran hutan serta menyusutnya aliran sungai 
yang
menyeb abkan suatu daerah terisolasi sehingga terjadi kelaparan; faktor
perbuatan manusia, seperti penyerangan terhadap sekelompok warga yang 
tidak
dapat dicegah oleh aparat seperti di Poso, dan di Papua, berlakunya
ketentuan hukum baru di negara tetangga yang mengakibatkan ratusan ribu
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal terpsa eksodus kembali ke tanah air 
yang
berdampak kesengsaraan dan krisis separatisme di Aceh yang 
berkepanjangan.

Musibah memang sulit untuk dihindarkan dan dicegah, tetapi dampaknya 
berupa
kesengsaraan dapat diperingan melalui solidaritas atau kebersamaan.
Betapapun beratnya kesengsaraan akibat kerugian harta benda, kelaparan,
bahkan kematian sekalipun rasanya dapat diperingan asalkan ada 
solidaritas
dan kebersamaan seluruh bangsa Indonesia. Contohnya, dampak musibah 
banjir
beberapa waktu lalu dapat diperingan karena terjadi solidaritas dari
berbagai lapisan masyarakat.

Solidaritas masyarakat atau kebersamaan masyarakat, khususnya dalam
menghadapi dampak musibah dapat digerakkan. Penggerak solidaritas dan
kebersamaan masyarakat tidak lain adalah kepemimpinan atau leadership. 
Jika
musibahnya berskala nasional, diperlukan kepemimpinan nasional untuk
menggerakkan solidaritas sosial itu. Solidaritas sosial berskala 
nasional
tidak bisa mengandalkan kerelaan masyarakat saja, tetapi kerelaan 
masyarakat
itu dapat tumbuh karena motivasi yang dilakukan secara sadar dan tulus 
serta
genuine oleh pelaku kepemimpinan nasional yang berpuncak pada diri 
seorang
Presiden.

KEPEMIMPINAN nasional ini menjadi salah satu topik pembicaraan dalam 
seminar
yang diselenggarakan oleh Gerakan Jalan Lurus, suatu gerakan yang
dikoordinir oleh dr Sulastomo. Dalam seminar itu mencuat pemikiran 
bahwa
bangsa ini memerlukan pemimpin yang mempunyai visi yang jelas, serta
mempunyai empati terhadap warga masyarakat khususnya yang dirundung
kemalangan.

Ada contoh dari negeri tetangga, Pilipina. Presiden Gloria Macapagal 
Arroyo.
Negara Pilipina juga bernasib seperti Indonesia. Ribuan tenaga kerja
Pilipina (TKP) yang bekerja di Malaysia juga berstatus ilegal, seperti
kebanyakan TKI. Ketika sejumlah TKP dipulangkan ke Pilipina dalam 
keadaan
mengenaskan, ia sendiri menjemput kedatangan mereka. Ia juga menyerukan
kepada seluruh warga bangsa Pilipina untuk berusaha meringankan 
penderitaan
para TKP itu. Melalui jalur diplomatik ia berbicara langsung dengan PM
Malaysia, Mahathir Mohamad. Hasilnya langsung ada. Atas permintaan 
Presiden
Pilipina, Mahathir menyetujui kemungkinan jeda atau penghentian 
sementara
pemulangan TKP. Untuk menuntaskan kasus itu, ia pun tidak segan-segan
mengirimkan seniornya, mantan Presiden Fidel Ramos.

Langkah yang ditempuh Presiden Gloria Arroyo itu jelas memperlihatkan
empatinya terhadap para buruh. Apa yang dilakukannya belum tentu akan
menyelesaikan penderitaan para TKP, tetapi jelas kebijakannya itu 
memberikan
semangat dan harapan karena ada solidaritas dari warga bangsa Pilipina.
Dengan adanya semangat dan harapan, para TKP itu mempunyai kekuatan 
untuk
bangkit kembali.

Bandingkan dengan TKI yang kini berdesak-desak di Nunukan. Mereka 
kesulitan
pangan dan ketika mulai sakit-sakitan obat-obatan pun kekurangan. Ini
menggambarkan kurangnya empati pemimpin nasional beserta perangkatnya. 
Tidak
berarti bahwa tidak ada warga masyarakat yang turun tangan untuk 
meringankan
nasib mereka, tetapi kemampuan mereka terbatas dan bersifat parsial dan
bukan nasional sehingga kurang memberikan dampak motivasi bagi para TKI 
yang
menderita. Hal yang paling berbahaya adalah apabila para TKI itu 
kehilangan
motivasi, semangat dan harapan sehingga mereka akan frustrasi dan 
kehilangan
kekuatan untuk bangkit. Padahal kita tahu bahwa keterpurukan mereka 
juga
memberikan andil bagi keterpurukan seluruh bangsa.

Kembali tentang kepemimpinan nasional. Dalam seminar Gerakan Jalan 
Lurus itu
muncul pemikiran tentang kriteria kepemimpinan nasional yang diperlukan
Indonesia saat ini, yakni pemimpin yang berkualifikasi memiliki dimensi
spiritualis. Diperlukan kehadiran seorang pemimpin yang berani 
menyisihkan
kepentingan sendiri dan amanah, melulu mengabdi kepentingan bangsa, 
sepi ing
pamrih rame ing gawe, bukan pemimpin yang mengabdi pada agenda politik 
demi
kepentingan golongan dan partainya sendiri, seorang pemimpin yang 
mempunyai
empati terhadap rakyat.

PEMIMPIN yang demikian diharapkan menjadi motivator bagi bangsa untuk
mewujudkan semangat kebersamaan dalam mengatasi krisis nasional yang
resultantenya adalah tegaknya hukum, terwujudnya keadilan, hapusnya 
KKN,
serta terbangun sikap senasib sepenanggungan, berat sama dipikul dan 
ringan
sama dijinjing, serta persatuan nasional serta keamanan. Kapan pemimpin 
yang
demikian hadir, tentu saja dalam tempo yang akan datang. Semoga.



Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://redhat.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

-- 
__________________________________________________________
Sign-up for your own FREE Personalized E-mail at Mail.com
http://www.mail.com/?sr=signup