[Nusantara] "Gigih Nusantara" Re: [K] Pengelolaan SDA
Ra Penak
edipur@hotmail.com
Fri Sep 6 03:21:07 2002
"Gigih Nusantara" Re: [K] Pengelolaan SDA
3 Sep 2002 19:43:21 -0700 (PDT)
--- bimoariotejo <bimo7@linuxmail.org> wrote:
>Rekans,
>
>Satu usulan yang baik adalah memasukkan konsep rinci
>mengenai penguasaan sumber daya alam dalam konstitusi kita.
>Selama ini konsep tersebut sengaja diambangkan dengan kata-kata
>"kekayaan alam dikelola secara kekeluargaan" yang bisa ditafsirkan bahwa
>kekayaan alam dikelola oleh keluarga-keluarga tertentu.
Yang ini Anda tidak serius, kan? Itu kan srekalan dari
orang-orang yang mengomentari kiprah anak-anak HMS di
jaman Orba dulu, di mana semua segi kehidupan milik
kroni, keluarga tertentu. Mana bisa yang srekalan
begini mau di masukkan ke UU? Becanda....
>
>Secara filosofis kekayaan alam (natural resources)
>seharusnya adalah milik rakyat, BUKAN milik negara. Negara hanyalah
>administratur dalam pengelolaan sumber daya alam ini. Negara bukan
>pemilik. Jika negara adalah pemilik, ia bisa menjual sumber daya alam
>tersebut kepada rakyat dengan motif mencari untung. Harga minyak
>dilonjakkan dengan alasan Pertamina belum meraih untung. Tarif listrik
>dinaikkan dengan alasan PLN harus meraih untung lebih besar dibanding
>tahun lalu. Ini adalah akibat dari filosofi bahwa sumber daya alam
>dimiliki oleh negara.
Milik negara aku pikir sudah betul, dalam pengertian
negara sebagai administratur. Penggunaan 'milik
rakyat' malah membuat tak ada kendali, sebab rakyat
akan sertamerta, semena-mena, nuntut haknya, dan main
ambil saja. Jadinya ya kaya peristiwa banjir bandang
di Jawa Timur itu, di mana rakyat merasa berhak
membabat hutan, karena 'tanahnya Pangeran', maksudnya
Tuhan.
Soal PLN, BBM, dan lain-lain, ini karena saat ini kita
ketiban 'default' dari kewajiban mengembalikan utang
yang tidak dikelola secara baik di rejim pemerintahan
lalu. Investasi yang digelembungkan membuat terjadinya
inefisiensi yang bukan main. Ada keinginan LSM untuk
minta agar utang-utang yang dimakan oleh rejim yang
dulu tidak perlu dikembalikan, atau minta dipotong
saja ke si pemberi utang. Kalau bisa, ya bagus, kalau
enggak, ya apa boleh buat, wong bisnis kan tetep
bisnis? Bukankah lembaga Konsumen telah minta
transparansi perhitungan tarip listrik? Kalau masih
mau ngemlang, atau mau ambil rejekinya orang miskin,
pasti deh ketahuan.
>
>Dan akibat filosofi ini, negara merasa bebas untuk
>menjual kepemilikan sumber daya alam tersebut kepada pihak
>asing tanpa berkonsultasi dengan rakyat. Kita tahu tambang emas
>terbesar di dunia ada di Papua, tetapi dikuasai Freeport. Pulau-pulau
>kecil diperjual-
>belikan untuk menambah kas negara. Dan masih banyak
>contoh lain.
Ada banyak kekeliruan di masa lalu. DPR yang emstinya
mengawasi pemerintah dikuasai oleh partai yang
mati-matian mempertahankan pemerintahan. Golkar
menduduki mayoritas mutlak di parlemen. Akibatnya
kontrol terhadap pemerintahnya hampir tak ada.
Sekarang, mana bisa begitu? Jual pulau diem-diem?
Jangan becanda lagi, ah...
>
>Dalam dogma kapitalistik, siapapun berhak mencari
>keuntungan. Bahkan negarapun berhak mencari keuntungan dari rakyatnya.
>Tetapi dengan kondisi kita sekarang, patutkah negara masih
>mencari-cari untung dari rakyatnya yang sudah bangkrut?
Di paham sosialis pun, tujuan mencari utung juga ada.
Sistem koperasi, misalnya. Beberapa koperasi yang maju
malah menerapkan sistem manajemen modern. Direktur
mereka dicari dari para manager yang handal.
Sukur-sukur dari anggota. Tapi jika tak ada, bisa dari
luar.
Mencari untung dari rakyat yang bangkrut, itu
keterlaluan. Secara resmi, di UU atau Perda, pasti tak
ada niat seperti itu. Oknum, baru ya. Kewajiban kita
untuk membangun pemerintahan yang bersih, legislatif
yang kuat, dan penegakan hukum yang adil dan benar.
Kalau ini bisa, Insya Allah, negeri ini akan beres.
>
>salam,
>bimo
>
_________________________________________________________________
Send and receive Hotmail on your mobile device: http://mobile.msn.com