[Nusantara] "Ambon" <sea@swip> : Tak Ada Alasan Dongkel Akbar
Reijkman Carrountel
reijkman@europe.com
Fri Sep 6 08:37:01 2002
"Ambon" <sea@swip> : Tak Ada Alasan Dongkel Akbar
5 Sep 2002 23:42:15 +0200
Tak Ada Alasan Dongkel Akbar
@ Vonis Hakim Di Luar Dakwaan Jaksa
Jumat, 6 September 2002
JAKARTA (Suara Karya): Azas praduga tak bersalah (presumption of
innocence)
sebagai prinsip hukum universal yang juga dianut sistem hukum Indonesia
perlu dijunjung tinggi. Taat asas terhadap prinsip itu, maka tidak ada
alasan untuk mendongkel kedudukan Akbar Tandjung dari jabatan Ketua
DPR,
karena belum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap atas diri
Akbar.
Penegasan ini disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Marzuki
Achmad, Kamis (5/9), di Jakarta. "FPG bertekad menolak semua upaya
untuk
menggusur Akbar Tandjung karena vonis yang dijatuhkan pengadilan belum
merupakan keputusan final yang bersifat tetap. Masih ada upaya banding,
kasasi dan PK bila perlu," katanya.
Sesuai pasal 57 Tata Tertib (Tatib) DPR, menurut Marzuki, tidak ada
alasan
untuk membentuk Dewan Kehormatan karena tidak diatur mengenai
penggusuran
seorang ketua DPR, melainkan hanya anggota Dewan saja. Ia melihat,
upaya-upaya untuk menggusur Akbar Tandjung dari kedudukannya sebagai
Ketua
DPR merupakan upaya politicking dan mengandung unsur balas dendam serta
unsur persaingan tidak sehat menjelang Pemilu 2004.
Marzuki mengemukakan, fraksinya saat ini berupaya menjaga solidaritas
anggota, menjaga semangat juang dan hubungan harmonis dengan sesama
anggota
dewan dari fraksi-fraksi lainnya. "Kami tak ingin target terhambat
karena
semangat kerja menurun, ngambek atau marah," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Megawati Soekarnoputri menolak mengomentari
vonis PN
Jakarta Pusat terhadap Akbar yang dijatuhi hukuman penjara tiga tahun.
"Pemerintah tidak punya wewenang untuk bicara tentang vonis terhadap
Akbar,
karena itu merupakan wewenang pengadilan," kata Megawati, seperti
dilaporkan
Antara seusai penutupan KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg,
Afsel.
Didampingi Menko Perekonomian Dorojatun Kuntjoro-Jakti, Sekretaris
Negara
Bambang Kesowo serta Menteri Luar Negeri Hassan Wirayuda, Megawati
mengatakan, "Tolong tanya saja pada mereka yang terlibat dalam proses
peradilan tersebut".
Bukan Korupsi
Pakar senior di bidang hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta
Prof
Dr Andi Hamzah SH berpendapat, vonis tiga tahun penjara untuk Akbar
Tandjung
terlalu berat, mengingat Akbar Tandjung sebenarnya hanya melanggar
hukum
administrasi dan bukan melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi.
"Penjara
tiga hari saja bagi orang yang sebenarnya tidak bersalah sangatlah
berat,
apalagi tiga tahun. Itu lama sekali," katanya dalam diskusi bertajuk
"Tinjauan Vonis terhadap Akbar Tandjung," di Jakarta, kemarin.
Andi Hamzah menyatakan, seharusnya apa yang diputuskan majelis hakim
dalam
memutus perkara adalah sesuai surat dakwaan jaksa. Jangan sampai
memutus
perkara di luar dakwaan jaksa. "Mau divonis berapapun sebenarnya tidak
masalah, asalkan sesuai aturan main," katanya.
Dalam surat dakwaan, demikian Andi Hamzah memberikan analisisnya, Akbar
Tandjung, Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang didakwa memperkaya
diri
dan orang lain. Sedangkan hakim dalam putusannya menyatakan ketiganya
tidak
memperkaya diri dan orang lain. Tetapi di sisi lain, hakim justru
menyatakan
ketiganya terbukti melakukan tindak pidana. "Jadi, ada semacam keraguan
pada
hakim karena terdakwa dianggap melanggar tindak pidana korupsi, namun
tidak
terbukti memperkaya diri," ujarnya.
Menurut Prof Andi Hamzah, kalau pun Akbar Tandjung dianggap atau
diyakini
menggelapkan uang itu sehingga divonis tiga tahun, maka hal itu harus
menjadi bagian dari surat dakwaan. "Tetapi, ternyata dalam surat
dakwaan
tidak menyebut-nyebut bahwa Akbar Tandjung menilep uang itu," tuturnya.
Dakwaan Mentah
Andi Hamzah, ahli hukum pidana yang juga berpengalaman lama menjadi
jaksa
itu menilai bahwa surat dakwaan jaksa sebenarnya masih mentah dan
tampak
dibuat sangat terburu-buru. "Mungkin karena adanya tekanan dari publik
agar
kasus itu segera dilimpahkan ke pengadilan. Dakwaan yang mentah itu
tidak
mampu mengungkap apa sebenarnya yang terjadi dengan Rp 40 miliar itu,"
katanya.
Ahli hukum dari Universitas Indonesia T Nasrullah menduga, vonis tiga
tahun
terhadap Akbar Tandjung kemungkinan dimaksudkan untuk sementara meredam
emosi publik. Sebab, kalau Akbar diputus bebas dikhawatirkan akan
terjadi
"keributan." Tetapi, itu sebenarnya hanyalah suatu kekhawatiran belaka.
Hakim tentu tidak boleh menjadikan hal itu sebagai bahan pertimbangan.
Mengenai adanya tekanan agar Akbar mundur dari posisinya sebagai Ketua
DPR,
Nasrullah berpendapat hal itu adalah persoalan politik. "Pasal 8, UU
tentang
Kehakiman menyebutkan seseorang tidak bisa dianggap bersalah sebelum
ada
keputusan hukum tetap. Sampai sekarang Akbar masih terdakwa sampai ada
keputusan berkekuatan hukum tetap," katanya tegas.
Jaksa Agung MA Rachman tidak bersedia menilai vonis terhadap Akbar
Tandjung.
Ia menyerahkan sepenuhnya upaya hukum banding pihak kejaksaan kepada
jaksa
penuntut umum (JPU) Fachmi SH. "Seperti yang saya dengar, Fachmi
mengatakan
bahwa ia masih pikir-pikir dalam sepekan ini untuk banding atau tidak,"
ujarnya.
Akbar Tandjung sendiri, kemarin, tetap menjalankan aktivitasnya sebagai
Ketua DPR. "Saya akan terus melaksanakan tugas-tugas saya, baik sebagai
Ketua DPR maupun sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar," katanya. Akbar
tetap
berpendirian bahwa vonis itu belum final, karena dirinya telah
menyatakan
banding. Karena itu, ia minta kepada masyarakat agar tidak memposisikan
dirinya sebagai orang yang sudah bersalah sampai ada keputusan
pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, DPD Golkar Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat
sepakat
tetap mendukung kepemimpinan Akbar Tandjung hingga 2004 sesuai amanat
Rapim
Golkar, Februari lalu. Mereka berpendapat, putusan PN Jakarta Pusat
belum
final dan berharap Akbar akan menang dalam pengadilan tingkat banding.
(J-3/H-3/K-1)
--
__________________________________________________________
Sign-up for your own FREE Personalized E-mail at Mail.com
http://www.mail.com/?sr=signup