[Nusantara] "a.supardi" <a.supardi@>: Akbar Harus Patuhi Tap tentang Etika Berbangsa

Ra Penak edipur@hotmail.com
Thu Sep 12 13:48:15 2002


"a.supardi" <a.supardi@>: Akbar Harus Patuhi Tap tentang Etika Berbangsa
8 Sep 2002 13:09:32 +0200

Akbar Harus Patuhi Tap tentang Etika Berbangsa

SWARANET (2002-09-06 15:01:52 WIB) - Menyusul dijatuhkannya vonis tiga
tahun
penjara dalam perkara korupsi dana nonbujeter Bulog, Akbar Tandjung
harus
mundur dari jabatannya sebagai ketua DPR. Ketentuan mundur, selain
sesuai
dengan Ketetapan (Tap) MPR No VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa, juga merupakan penghormatan terhadap hukum.

Pernyataan tersebut dilontarkan Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (FPDI-P) DPR, Irmadi Lubis, dan Ketua Fraksi
Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR, Rodjil Gufron AH, di Jakarta, Kamis
(5/9),
menanggapi dijatuhkannya vonis tiga tahun bagi Akbar Tandjung. Rodjil
juga
setuju DPR segera membentuk Dewan Kehormatan (DK) untuk menyikapi kasus
itu.

Irmadi berpendapat, sangat cukup alasan bagi Akbar untuk mundur atau
minimal
menonaktifkan diri sebagai ketua DPR dengan jiwa besarnya. "Tanpa
dilandasi
rasa dendam sedikit pun, saya sebagai kawan dan wakil rakyat dari
daerah
pemilihan Sumatera Utara mengimbau Akbar mundur,'' tutur Wakil Ketua
Komisi
V DPR itu.

Dalam Tap MPR No VI/ 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa berbunyi,
Etika
politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan
elite
politik untuk dengan jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa
besar,
memiliki keteladanan, rendah diri, siap mundur dari jabatan publik apa
bila
terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan
dengan rasa keadilan masyarakat.

Senada dengan itu, Rodjil mengemukakan, secara moral dan etika, vonis
tiga
tahun penjara itu menjadi alasan kuat bagi Akbar untuk segera
menonaktifkan
diri sebagai Ketua DPR. Langkah itu, menurut dia, justru demi
menghormati
proses hukum selanjutnya.

Berkaitan dengan itu, Rodjil mengatakan, DPR sudah sangat perlu
membentuk
Dewan Kehormatan (DK) untuk menyikapi kasus yang dialami langsung Akbar
sebagai pimpinan DPR.

Namun, dia mengakui, terbentuk tidaknya DK bergantung pada kemauan
politik
fraksi terbesar di DPR, yakni Fraksi PDI Perjuangan.

Desakan mundur juga datang dari Paguyuban Sekretariat Bersama Golongan
Karya
(Sekber Golkar) '64. Mereka meminta Akbar Tandjung untuk dengan legowo
dan
berjiwa besar mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua umum
Partai
Golkar.

Sebab, bila Partai Golkar tetap dipimpin Akbar dengan posisinya sebagai
terpidana, dikhawatirkan perolehan suara partai berlambang pohon
beringin
itu dalam Pemilu 2004 akan menurun tajam, kata koordinator Paguyuban
Sekber
Golkar '64, Zainal Bintang di Jakarta, kemarin.

Dijadikan Amunisi

Menurut dia, apabila Akbar tetap memimpin Partai Golkar dengan
statusnya
sebagai terpidana kasus korupsi, posisinya sebagai terpidana akan
dijadikan
amunisi oleh lawan-lawan politik untuk menghancurkan partai tersebut.

Menanggapi pernyataan itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang
Kepemudaan Partai Golkar Rambe Kamarulzaman, kemarin, menegaskan,
kewenangan
untuk mengganti posisi ketua umum partai berada pada musyawarah
nasional
(Munas). Forum Munas baru dilaksanakan apabila disetujui oleh
sekurangnya
2/3 DPD tingkat I.

Karenanya, kalau ada aspirasi seperti itu harus disalurkan melalui
institusi. ''Jangan hanya omong-omong di luar,'' tukasnya.


Adopsi Filosofi

Secara terpisah ahli hukum tata negara Dr Himawan Estu Bagio SH Msi
dari
Universitas Airlangga, Surabaya, mengingatkan agar vonis hakim yang
belum
memiliki ketetapan hukum tetap jangan dijadikan alasan bagi Akbar tidak
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua DPR.

Dia menjelaskan, ketentuan pidana memberikan perlindungan hukum kepada
seseorang yang dijatuhi hukuman di tingkat pertama sampai mengajukan
kasasi
sebagai bentuk perlindungan terhadap individu, karena mengadopsi
filosofi
hukum dari Barat yang memberikan perlindungan kepada setiap individu.

''Tetapi kita melupakan filosofi Barat yang juga mengedepankan tanggung
jawab moral, selain perlindungan terhadap individu. Jadi sudah biasa
dan
bisa di negeri barat, seorang pejabat publik yang mulai diperiksa oleh
pihak
yang berwajib, langsung mengundurkan diri sebagai tanggung jawab moral
terhadap masyarakat,'' katanya sebagaimana dikutip Suara Pembaruan.

Menurut dia, Indonesia mengadopsi setengah-setengah filosofi hukum dari
Barat, karena hanya menye-rap perlindungan hukum terhadap individu,
sedangkan tanggung jawab moralnya ditinggalkan.

''Marilah kita mulai belajar hukum berikut filosofinya, agar dalam
menerapkan hukum pidana, tidak sepotong-sepotong. Publik tentu menanti
tanggung jawab moral Akbar Tandjung,'' tandasnya.

Tentukan Sikap

Sedangkan Wakil Presiden Hamzah Haz mengatakan, fraksi-fraksi di DPR
secepatnya menentukan sikap, apakah Akbar Tandjung harus mundur atau
tidak
dari jabatan ketua DPR.

"Satu satunya cara secepatnya fraksi-fraksi di DPR untuk mengatakan ya
atau
tidak, kalau dibiarkan ini mengambang akan menghabiskan energi yang
tidak
perlu," kata Hamzah yang juga ketua umum Partai Persatuan Pembangunan
menjawab wartawan seusai membuka Raker Kelompok Kerja dan Kelompok
Pakar
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi di
Istana Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (6/9) siang.

Menurut dia, masalah ini sebaiknya diserahkan kepada fraksi-fraksi di
DPR
karena fraksilah yang mengetahui persis apa yang dapat diambil dan
sudah
diambil berkaitan dengan aspirasi publik agar Akbar nonaktif.




_________________________________________________________________
Send and receive Hotmail on your mobile device: http://mobile.msn.com