[Nusantara] "a.supardi" <a.supardi@: Money Politics Hantui Anggota Dewan
Ra Penak
edipur@hotmail.com
Thu Sep 12 13:49:15 2002
"a.supardi" <a.supardi@: Money Politics Hantui Anggota Dewan
8 Sep 2002 12:38:33 +0200
Money Politics Hantui Anggota Dewan
Golkar Siap Membungkan Dewan Kehormatan
JAKARTA, NUSA
Jumat, 06 September 2002
Tuntutan pembentukan Dewan Kehormatan untuk menentukan nasib Ketua DPR
Akbar
Tandjung pasca vonis semakin besar. Namun para pejabat Golkar tampak
tidak
rela jika Akbar Tandjung harus hengkang dari jabatan ketua DPR.
Buntutnya
mereka menyusun strategi membungkam anggota dewan. Caranya? Ya, money
politics! Indikasi bakal adanya money politics ini dikemukakan oleh
anggota
DPR dari Fraksi PDIP, I Nyoman Gunawan, kepada NUSA tadi malam (5/9) di
Jakarta.
Nyoman menysinyalir akan terjadi gerilya besar-besar oleh politisi
Golkar
untuk menghambat terbentuknya Dewan Kehormatan. "Kalau dilihat dari
sisi
sumber dana, pengalaman dan kualitas diplomasi orang-orang Golkar,
keinginan
untuk menyuap anggota dewan selalu ada. Mereka sudah sangat solid,"
katanya.
Maka dari itu, kata Nyoman, andalan yang paling mujarab untuk
mencounter
iming-iming itu hanyalah iman. "Pengaruh uang memang sangat kuat.
Tetapi hal
itu masih bisa dihalau dengan iman. Kalau imannya kuat, saya yakin
tidak
akan mau menerima (sogokan-red) itu, tetapi kalau imannya lemah,
kemungkinan
besar akan diterima," paparnya.
Nyoman menghimbau agar teman-temannya di DPR lebih mengedepankan moral
dan
hati nurani dalam mengambil keputusan-keputusan di dewan. Ia berharap
mereka
tidak terlena oleh uang. "Saya sendiri, jelas akan menolak jika Golkar
berusaha menyuap. Bagi saya, kebahagiaan tidak bisa diukur hanya dengan
uang," tegasnya.
Kegelisahan Nyoman bisa dimaklumi, mengingat ia sendiri sering
menyaksikan
bagaimana deal-deal politik sering dilakukan oleh anggota dewan,
termasuk
dari PDIP. Bahkan, kata Nyoman, dalam melakukan deal, banyak yang
mengabaikan moral dan hati nurani. "Saya sungguh heran, banyak teman
kita
yang mudah sekali melakukan kebohongan. Yang salah dibilang benar, yang
benar dibilang salah. Itulah politik, semuanya serba mungkin, tetapi
saya
sendiri kok tidak bisa melakukan hal dusta semacam itu," kata anggota
komisi
II DPR RI itu, miris.
Sejauh ini, sikap partai maupun fraksi PDIP belum secara tegas menolak
atau
mendukung pembentukan Dewan Kehormatan. Namun dari pembicaraan beberapa
anggota fraksi, secara pribadi, mereka setuju pembentukan Dewan
Kehormatan.
Yang jelas, katanya, kita belum tahu, apa sikap fraksi yang
sesungguhnya.
"Di sini kadang saya juga heran, secara pribadi saya setuju Dewan
Kehormatan, tetapi instruksi fraksi bisa lain, kadang berlawanan dengan
nurani saya. Ini yang terus terang menghantui pikiran saya selama ini,"
kata
wakil sekretaris Fraksi PDIP ini.
Meski sikap fraksi belum jelas, namun Nyoman berkeyakinan, DPR akan
mampu
dan berhasil membentuk Dewan Kehormatan. "Dilihat dari animo anggota
dewan
yang ada, Dewan Kehormatan akan terbentuk, dengan catatan harus
mengutamakan
nurani," katanya.
Terlepas dari keberanian dan keberhasilan majelis hakim memvonis Akbar
3
tahun, Nyoman melihat nuansa politik selama persidangan sangat kental.
Ukurannya adalah, bahwa pada sidang-sidang terdahulu, orang-orang
Golkar
selalu berupaya mempengaruhi jalannya sidang. Padahal, sebelumnya,
mereka
sendiri yang meminta agar proses hukum harus terbebas dari politik.
Nyatanya, kata Nyoman, banyak campur tangan para politisi mempengaruhi
proses persidangan. "Itu kan tidak fair," katanya.
Contoh yang paling mencolok, kata Nyoman, adalah, saat pembacaan vonis,
banyak sekali massa yang dikerahkan. Di samping itu, para petinggi
Golkar
juga sengaja dihadirkan, seperti para mantan menteri. "Ini sangat
berdampak
secara psikologis bagi majelis hakim untuk memutus perkara. Karena,
majelis
hakim dalam membuat suatu keputusan, banyak pertimbangan yang harus
diperhatikan. Untung saja, majelis hakim berani melakukan terobosan,"
tegasnya.
Campur tangan lainnya kata Nyoman adalah muncul banyaknya statemen para
anggota dewan dari Golkar. "Ini pressure luar biasa," katanya. Belum
lagi,
saksi ahli yang didatangkan, semuanya meringakan terdakwa.
"Saya khawatir, di tingkat banding Akbar akan bebas," kata ketua badan
legislatif DPR ini.
Sementara Presiden Partai Keadilan (PK) Hidayat Nurwahid menegaskan
lebih
baik dalam menjalani proses hukum yang sedang berjalan, Akbar Tandjung
mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPRRI. Alasannya, selama ini
penegakan
hukum belum terlihat.
Hal itu, dikatakan Hidayat, kepada pers, saat diskusi politik di Gedung
Graha Niaga, Jl Jend Sudirman, Jakarta, Kamis (5/9).
Menurutnya, alasan itu bukan karena didasari oleh rasa dendam atau
apriori.
"Namun putusan hukum terhadap perkara Akbar Tandjung, harus dicermati
agar
hukum bisa ditegakkan di alam reformasi," katanya.
Dijelaskan bila proses hukum tidak berjalan sesuai rasa keadilan di
masyarakat, maka DPR harus berani membuka diri untuk membuka Pansus
Buloggate II. Selain itu, vonis tiga tahun yang dijatuhkan pengadilan
kepada
Akbar, mestinya semakin mengharuskan DPR untuk segera mewujudkan
keberadaan
Dewan Kehormatan DPR. Institusi DPR ini, lanjutnya, harus dengan hak
yang
jelas untuk bisa melakukan eksekusi dan untuk tetap mengingatkan DPR,
bahwa
tidak ada politik dagang sapi dalam kasus Akbar Tanjung.
Pendapat senada juga disampaikan Wakil Ketua MPR RI dari FKB Cholil
Bisri.
Menurutnya, Akbar Tandjung sebaiknya mundur sebagai Ketua DPR RI, atau
DPR
membentuk Dewan Kehormatan untuk membahas masalah terpidana Akbar.
"Akbar memang berhak mengajukan banding terhadap vonis itu. Tapi secara
moral lebih bagus Akbar mundur dari DPR. Atau DPR segera membentuk
Dewan
Kehormatan untuk menilai untung rugi DPR dipimpin oleh terpidana,"
jelasnya,
kepada pers, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, kemarin.
Cholil menilai, kalau DPR dipimpin seorang terpidana, situasi akan
menjadi
tak karuan karena rakyat tahunya Akbar sudah divonis bersalah dan
dijatuhi
hukuman, dan tak tahu kalau itu harus menunggu sampai ada putusan hukum
yang
tetap.
Jadi, kata Cholil, masalah Akbar itu bisa dijadikan dasar untuk
membentuk
Dewan Kehormatan, dan usulnya lebih bagus dari fraksifraksi.
Menyinggung siapa pengganti posisi jika Akbar mundur, Cholil mengatakan
masalah itu diserahkan pada DPR, apakah kocok ulang atau tetap memberi
porsinya kepada Golkar sebagai partai terbesar kedua.
Soal usulan pembentukan Dewan Kehormatan (DK) untuk mengkaji posisinya
selaku Ketua DPR, Akbar Tandjung menilai hal itu tidak relevan.
Alasannya,
DK tidak berkaitan dengan kasus yang dihadapinya.
"Saya berpendapat itu tidak berkaitan dengan kasus yang saya hadapi,"
kata
Akbar saat ditemui wartawan di gedung DPR/MPR, Kamis (5/9).
Tentang alasan pembentukan DK karena sudah ada putusan PN Jakarta Pusat
kemarin, mantan Mensesneg tersebut menegaskan bahwa dirinya sudah
mengajukan
banding. "Itu terserah anggota. Cuma apa relevan pembentukan DK
dikaitkan
dengan kasus saya? Pertanyaan saya itu saja," singgung Akbar.
"Saya katakan keputusan itu belum final karena saya mengajukan banding.
Kita
harus menghormati dong dan saya minta diperlakukan sebagai orng yang
tidak
bersalah," tambah pria bernama lengkap Djanji Akbar Zaharuddin Tandjung
tersebut.
Akbar menjelaskan, sebelum ada keputusan hukum yang berlaku tetap,
dirinya
akan tetap bertugas sebagai Ketua DPR. "Saya akan tetap melaksanakan
tugas
saya karena saya naik banding sehingga keputusan kemarin itu belum
final,"
tegas ketua umum DPP Partai Golkar tersebut. nwid, ra
_________________________________________________________________
Join the world’s largest e-mail service with MSN Hotmail.
http://www.hotmail.com