[Nusantara] Abdurrahman Wahid : Elitisme, Populisme dan Profesionalisme Kerakyatan

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Sep 17 12:49:42 2002


Elitisme, Populisme dan Profesionalisme Kerakyatan 
  
Oleh : Abdurrahman Wahid* 

Yang dimaksudkan dengan elitisme adalah pandangan,
bahwa hanya "cabang atas" masyarakat saja yang tepat
pandangannya. Rakyat terlalu bodoh, karena mereka
tidak terdidik. Dengan demikian, pengetahuan mereka
tidak tersusun dengan baik dan dengan sendirinya
pandangan yang dihasilkannya juga tidak baik.
Walhasil, rakyat yang bodoh itu hanya sedikit
pengetahuannya, tidak seperti para elit yang
memerintah.

Pandangan serba elit ini sangat berpengaruh dalam
masyarakat kita, karena kebetulan hanya sedikit orang
terdidik dengan baik dalam era kolonial. Dalam
pandangan ini, orang yang harus paling banyak didengar
adalah kaum birokrat. Dan karena birokrasi itu
bersandar pada kekuatan militer, maka para pemimpin
militer pun lalu dianggap lebih tahu dari pada yang
lain-lain. Mereka dinilai memiliki kemampuan mengatur
masyarakat, dan dengan demikian mereka lebih tahu dari
siapapun di lingkungan masyarakat tersebut. 

Ironisnya, pendapat mereka tentang masyarakat,
dianggap sebagai kata akhir yang tak terbantahkan
lagi.
Pandangan bahwa para birokrat dan pemimpin militer
lebih tahu tentang keadaan dari pada masyarakat itu
sendiri, lebih diperkuat lagi dengan munculnya Orde
Baru dalam sejarah kita. Mereka mengklaim lebih tahu
dari siapapun tentang masyarakat, dalam sebuah ilusi
yang dipercayai hampir semua pihak. Disinilah
sebenarnya letak dari tragedi elitisme itu.

*****

Populisme adalah kebalikan dari elitisme. Terdapat
dalam pandangan ini idialisasi pendapat rakyat sebagai
satu-satunya kebenaran. Padahal, yang sering
dilemparkan sebagai wacana adalah pandangan sang
pemimpin. Pandangan seseorang itu, dilontarkan sebagai
pendapat rakyat, sedangkan rakyat sendiri tidak tahu
menahu tentang hal tersebut. Terjadilah sebuah
manipulasi dalam proyeksi pendapat pemimpin sebagai
pendapat rakyat.

Siapapun yang berani menentang pendapat pemimpin,
dinyatakan sebagai menentang pendapat rakyat.
Kebenaran akhirnya menjadi kabur, dan keadaaan
bergantung pada kemauan sang pemimpin. Ini terjadi
dengan Manikebu (Manifesto Kebudayaan) yang dinyatakan
bersalah oleh propaganda dari pihak penguasa pada saat
itu. Kebenaran yang mereka bawakan tidak diterima, dan
mereka dinyatakan sebagai musuh rakyat.

Pandangan serba populistik yang mengatasnamakan rakyat
seperti itu, sangatlah menyesatkan. Di sini, kesalahan
selalu diarahkan ke atas pundak "Kaum Borjuasi".
Tentang siapa mereka itu bukanlah hal yang penting,
namun mereka dianggap sebagai momok yang menjadi musuh
bersama seluruh rakyat. Bahkan banyak diantara
buku-buku mereka yang dilarang, dan buah pikiran
mereka dipasung. Hingga terjadilah tirani minoritas
atas nama rakyat.

*****

Dari uraian di atas menjadi jelaslah, bahwa baik
elitisme maupun populisme sama-sama berbahaya untuk
kita. Bahayanya terletak pada kebenaran untuk diri
sendiri dan ketidaksediaan memahami pendirian orang
lain. Dengan begitu, terjadi pengingkaran keadilan
untuk mengajukan klaim kebenaran bagi diri sendiri.
Ada kalanya manipulasi kebenaran itu dilakukan atas
nama kebutuhan. Ada kalanya pula atas nama
kepraktisan. Yang terjadi adalah simplifikasi atas
persoalan yang dihadapi.

Pemudahan (simplifikasi) seperti itu sangat berbahaya.
Letak bahayanya adalah kecenderungan mencari jawaban
yang mutlak untuk semua keadaan. Klaim akan kebenaran
itu justru akan memasung upaya mencari kebenaran
sebenarnya, yang memang sulit dicari tapi sangat
diperlukan.

Dengan demikian, kita sampai pada kebutuhan akan
sebuah sikap yang menghindari elitisme dan populisme.
Para pakar yang elitis bukanlah satu-satunya pihak
yang harus didengar dalam mencari pemecahan bagi
sebuah masalah. Demikian pula pendapat sang pemimpin,
tidak harus diperlakukan sebagai pandangan yang benar
pula. Kebenaran simplistik yang dibawakan para pakar
maupun sang pemimpin, justru harus dicurigai. Dalam
kedua pendekatan itu tidak diperhitungkan kearifan
(wisdom) rakyat jelata. Mungkin mereka tidak banyak
tahu rincihan hal-hal yang dihadapi, tetapi mereka
dapat mencari pemecahan atas masalah yang dihadapi
dengan kearifan yang dimiliki.

Dengan demikian, lahirlah kebutuhan akan sebuah
profesionalisme yang merakyat. Bahwa segala sesuatu
haruslah dihadapi secara profesional, guna menghimpun
segala fakta yang ada dan semua gejala yang tampak.
Untuk itu diperlukan profesionalisme yang tinggi.
Tetapi agar profesionalime itu mengabdi pada
kepentingan orang banyak, diperlukan sebuah orientasi
yang merakyat --yang tidak hanya mementingkan diri
sendiri dan kepentingan kelompok belaka. 



Kramat Raya, 13 Oktober 2001
*Penulis adalah Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB 
 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com