[Nusantara] Abdurrahman Wahid : Demokrasi dan Terorisme Internasional

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Sep 17 12:49:27 2002


Demokrasi dan Terorisme Internasional 
  

Oleh: KH Abdurrahman Wahid 

Upaya menabrakkan pesawat ke gedung World Trade Centre
(WTC) di New York dan Pentagon di dekat Ibu Kota
Amerika Serikat, telah melumpuhkan untuk sementara
waktu, urat-saraf penting di Negeri Paman Sam itu. WTC
sebagai pusat saraf ekonomi dan Pentagon sebagai pusat
saraf militer Amerika Serikat telah melumpuhkan
keangkeran negara tersebut dalam tata pergaulan
internasional. 

Di sini jelas bahwa tidak hanya satu pihak yang
melakukan perbuatan terkutuk itu, tapi tampaknya
beberapa pihak ikut terlibat dalam aksi terorisme
internasional. 

Segera saja timbul banyak tuntutan agar langsung dapat
diambil tindakan tegas kepada para teroris. Hal inilah
yang justru ditakuti mantan Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat, Eagleburger. Dia mengkhawatirkan,
pembalasan seperti itu akan mengaburkan masalah saja. 

Memang masyarakat dapat dipuaskan, tapi pencarian
penyebab sebenarnya bisa jadi mengalami kegagalan.
Seperti halnya keputusan Pengadilan Negeri Jakarta
Timur yang membebaskan pelaku peledak bom di Bursa
Efek Jakarta (BEJ) dan hukuman Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan atas pelaku pemboman tersebut, berarti
gagalnya upaya pencarian penyebab peristiwa sebenarnya
yang mungkin saja masih berkeliaran hingga hari ini.
Sejarahlah nanti yang akan memberikan keputusan yang
benar mengenai beberapa kejadian tersebut. 

Yang ingin penulis sampaikan dalam artikel ini adalah
imbauan untuk melihat segala sesuatu secara konsisten
atau taat asas. Kejadian di New York dan Pentagon itu
memang perbuatan biadab dan tidak berperikemanusiaan.
Hal itu menjadi nyata dari pengelihatan sepintas lalu
saja bahwa ribuan orang meninggal karenanya. Dan
kekejaman seperti itu memang mudah membuka emosi kita.
Kemarahan akhirnya menjadi sesuatu yang wajar dan
laporan dari CNN tentang peristiwa itu justru
meningkatkan daya amarah dan emosi kita. 

Namun bisakah kita anggap beberapa peristiwa ini
sebagai sesuatu yang terlepas dari perkembangan dunia
pada umumnya? 

Peristiwa Biadab 
Ternyata tidak. Peristiwa biadab memang mudah
memancing emosi, karena segera tampak di mata kita
derajat kebiadabannya. Tapi, timbul pertanyaan,
bukankah terhadap hal-hal lain yang memiliki derajat
kebiadaban yang sama telah kita biarkan terjadi di
seluruh dunia ini? Kejadian di Urunda-Burundi,
umpamanya saja, ratusan ribu orang meninggal karena
kita membiarkan suku Hutu dan Tutsi saling membunuh
tanpa ada campur tangan sedikit pun dari kita. Bahkan,
hingga saat ini masih saja terjadi pembantaian
besar-besaran di beberapa negara Afrika tanpa ada
upaya melerai sedikitpun dari kita. 
Jelas semua itu merupakan sebuah hal yang sangat
memalukan walaupun bukan kita yang melakukan. Tapi,
bukankah yang melakukan pembunuhan massal di New York
dan dekat Washington DC itu juga sama? Mengapakah jika
terhadap kejadian itu kita bersikap emosional, tapi
terhadap kejadian lain kita dingin-dingin saja?
Bukankah ini menunjukkan sikap hipokrit kita? 

Ketaatan pada Konstitusi 
Senator Bob Taft adalah seorang yang dianggap dapat
menjadi calon presiden dari Partai Republik di tahun
1948, asalkan dia tetap menjadi calon yang manis dan
tidak membuat gara-gara. Karena itu, tidak
mengherankan jika dia lalu bergerak hanya di belakang
layar. Pada saat itu, Amerika Serikat yang baru saja
menang perang menganggap para petinggi Nazi sebagai
orang-orang yang bersalah. Mereka dijatuhi hukuman
gantung yang justru melanggar ketentuan Undang Undang
Dasar Amerika sendiri. 

Dalam hal ini, Bob Taft menyadari bahwa dia akan kalah
jika dia berbicara masalah itu. Namun, konstitusi
telah dilanggar dan dalam hal ini, ia harus
mengemukakan sebuah pendirian secara terbuka, apa pun
risikonya. Dan ternyata benar, dia kalah. Tapi dengan
demikian, ia telah menyelamatkan demokrasi di Amerika
Serikat. Kebesarannya tak pernah berkurang, meski dia
tidak jadi presiden. 

Ketaatan pada konstitusi ini adalah sikap dasar yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karenanya, konstitusi
sebuah negara haruslah dihormati tidak hanya oleh para
warga negara tersebut, melainkan juga oleh dunia
internasional. Maka, akibat dari sikap tidak
menghiraukan hal itu, sama saja dengan sikap
membiarkan terorisme internasional. Bahkan, mungkin
akibat yang ditimbulkannya dapat berupa sesuatu yang
lebih besar ukuran kerusakannya. 

Sikap seperti inilah yang kita harapkan dari kampiun
demokrasi, atau setidak-tidaknya mengajukan claim
sebagai kampiun demokrasi, seperti Amerika Serikat.
Karenanya, sangatlah mengherankan sikap Amerika yang
membiarkan terjadinya pelanggaran terhadap Undang
Undang Dasar di sebuah negara, seperti yang terjadi di
negara kita baru-baru ini. 

Sikap mendukung pelanggaran terhadap Undang Undang
Dasar kita adalah sikap hipokrit, yang menunjukkan
standar ganda (double standard) Amerika yang
menganggap dirinya polisi penjaga demokrasi di dunia.
Kita memang tidak mampu berbuat apa-apa, tapi pendapat
ini juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Amerika
Serikat terlalu sering menganggap pendapatnya sendiri
yang benar dan pendapat yang lain salah, seperti
pendapat Alen Dulles yang bekerja untuk Centre
Intelligence Agency (CIA) pada waktu Dien Bien Vhue
jatuh ke tangan Vietkong di awal-awal tahun 50-an.
Pendapat Dulles itu dianggap sebagai pendapat yang
benar, yang dikenal dengan sebutan teori kejatuhan
domino (domino fall theory) di awal tahun 1950-an.
Ternyata Amerika Serikat sendiri lalu mengubah
strateginya yang berarti mengakui ketidakbenaran teori
tersebut. 


Tanpa Standar Ganda 
Dengan demikian jelaslah, perjuangan mencegah
terorisme internasional hanya akan didukung oleh semua
negara jika sikap Amerika Serikat sendiri tidak lagi
menggunakan standar ganda. Kalau dia sendiri
berteriak-teriak tentang terorisme internasional dan
pada saat yang sama membiarkan pelanggaran Undang
Undang Dasar suatu negara, maka hilanglah hak moralnya
untuk meminta negara-negara lain mendukung upaya
perlindungan hak-hak asasi warga negara Amerika
Serikat sendiri. Dengan kata lain, dalam penegakan
nilai-nilai demokrasi dan pencegahan terorisme
internasional, harus ada konsistensi (ketaatan asas).
Ini semua adalah pelajaran berharga yang harus selalu
kita ingat dalam mengatur tata hubungan internasional.



Ketua Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa. 
Artikel ini dimuat di Suara Pembaruan dan Duta
Masyarakat 

 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! News - Today's headlines
http://news.yahoo.com