[Nusantara] Denny JA PhD : Cengkeraman Hantu Terorisme

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Mon Sep 23 04:48:19 2002


Denny JA PhD : Cengkeraman Hantu Terorisme
Direktur Eksekutif Yayasan Universitas dan Akademi 
Jayabaya, Jakarta

BERITA itu tergolong sangat luar biasa, baik dari segi
isi, sumber 
berita,
ataupun kepastiannya. Dari segi isi, diberitakan bahwa
jaringan 
terorisme
Al-Qaeda beroperasi di Indonesia. Salah satu
operatornya untuk wilayah 
Asia
Tenggara, Al Farouk, tertangkap di wilayah Indonesia.
Tokoh ini dikaitkan dengan Abubakar Baasyir, ulama
asal dan tinggal di
Indonesia. Jaringan ini dituduh sedang merencanakan
terbentuknya 
sejenis
negara Islam Raya, yang meliputi Indonesia, Malaysia,
Singapura, 
Brunei, dan
Mindanao (Filipina). Tak tanggung-tanggung, Al Farouk
dikaitkan pula 
dengan
upaya membunuh Presiden Indonesia, Megawati
Soekarnoputri sebanyak dua 
kali.
Dari segi sumber berita, informasi ini berasal dari
berita utama sebuah
majalah yang paling populer di dunia Time Magazine. Di
dunia internet,
bahkan majalah itu dapat diakses dengan leluasa dari
mana pun di 
seluruh
dunia dengan gratis. Tak tanggung-tanggung pula,
majalah itu 
mendapatkan
berita secara eksklusif dari CIA, lembaga intelijen
Amerika Serikat, 
yang
kini paling agresif di dunia untuk soal terorisme.
Dari segi kepastian dan akurasi, untuk skala dan
kehebohan isi dan 
sumber
berita, informasi ini juga tergolong luar biasa. Ia
menjadi istimewa 
justru
karena publik, bahkan pemerintah Indonesia tak pernah
tahu kepastian 
ataupun
akurasi informasi itu. Akibatnya, berita yang heboh
itu tampil di ruang
publik kita seperti hantu. Berbagai lapisan masyarakat
di Indonesia 
terlibat
pro dan kontra, dan masing-masing tak pernah pasti
apakah berita itu 
benar
atau salah.
Berita itu diklaim berasal dari sumber intelijen
berdasarkan pengakuan 
Al
Farouk. Apakah tokoh itu menyatakan kisah yang
sebenarnya atau hanya
karangan, belum benar-benar kita ketahui. Apakah tokoh
itu benar-benar
seorang teroris, ataukah seorang agen yang menyamar
sebagai teroris 
untuk
kepentingan politik tertentu, juga belum dapat kita
pastikan.
Pemerintah Indonesia kini berada dalam posisi yang
terjepit. Opini
internasional mendesak pemerintah untuk melakukan
tindakan tegas 
terhadap
terorisme, terutama terhadap tokoh yang sudah
diidentifikasi. Karena 
Tragedi
11 September 2001, Amerika Serikat sangat
berkepentingan dengan 
ketegasan
dan kecepatan reaksi pemerintah Indonesia.
Sementara berbagai kekuatan politik dalam negeri
memberikan reaksi yang
beragam. Banyak pihak yang meminta pemerintah
Indonesia mengabaikan
informasi itu, dan tidak ikut terjebak dalam permainan
dunia intelijen
tingkat tinggi. Namun, tak kurang banyaknya pihak yang
mendesak 
pemerintah
untuk bermain dalam irama internasional itu. Bukankah
aksi terorisme 
dan
kekerasan kerap kali terjadi di Indonesia, baik di
rumah ibadah, pusat
pertokoan, dan perumahan?
Kini pemerintah dihadapkan kepada tiga pilihan yang
sama rumitnya. 
Pertama,
bersikap pasif dan do nothing. Kedua, melayani
permintaan internasional 
dan
bersikap keras terhadap kelompok yang diidentifikasi
sebagai pusat 
jaringan
terorisme di Indonesia. Ketiga, membantah tuduhan
internasional dan
melindungi kelompok yang dituduh dunia internasional
itu, yang notabene
adalah warga negara Indonesia.
Pilihan pertama, pemerintah bersikap pasif saja dan do
nothing. 
Argumennya,
untuk berita seheboh itu, pemerintah ingin sangat
hati-hati, bahkan 
ekstra
hati-hati. Sedikit saja salah langkah, pemerintah sama
saja dengan 
menggali
kuburnya sendiri. Pemerintah membiarkan dulu semua
dinamika berkembang
secara apa adanya. Semakin lama, siapa tahu, informasi
yang sebenarnya 
lebih
terkuak. Setelah informasi terkumpul secara memadai,
barulah pemerintah
kemudian mengambil aksi yang sepadan.
Tentang Kelemahan pilihan ini kita tak pernah tahu
kapan informasi yang
memadai itu tersedia. Jauh lebih banyak informasi
berasal dari dunia
intelijen. Kejahatan terorisme memiliki kecanggihannya
sendiri, yang 
sulit
diverifikasi benar salahnya, sebagaimana kita
memverifikasi kejahatan 
biasa
dan individual. Yang bermain dalam aksi terorisme itu
adalah jaringan
internasional, yang mampu meledakan WTC dan Gedung
Pentagon di negara 
yang
sistem sekuritinya paling maju.
Sikap pasif ini akan menimbulkan citra pemerintah yang
tak tegas. Dunia
internasional tak akan puas. Publik di Indonesia juga
tak sabar 
menunggu.
Sementara aksi pemerintah yang terlambat dapat membuat
situasi lebih 
buruk.
Pilihan kedua, pemerintah mengikuti irama
internasional dan menindak 
semua
kelompok dan tokoh yang diidentifikasi sebagai sarang
terorisme. Yang 
sering
disebut adalah jaringan Abubakar Baasyir.
Persoalannya, Indonesia kini
adalah negara demokrasi. Sementara isu Abubakar
Baasyir adalah isu yang
rawan untuk komunitas Islam, terutama yang garis
keras.
Di negara demokrasi, tanpa bukti hukum yang cukup,
sulit bagi 
pemerintah
untuk menahan Baasyir begitu saja. Dengan mudah
pemerintah akan dilabel 
oleh
komunitas Islam sebagai antek imperialis Amerika
Serikat. Pemerintah
Indonesia yang kini mulai tidak populer karena aneka
kasus, akan 
semakin
tidak populer. Apalagi, jika suatu ketika terbukti
bahwa aneka tuduhan
terorisme itu hanyalah isapan jempol atau rekayasa
politik negara 
adikuasa.
Pilihan ketiga, pemerintah menolak tuduhan
internasional dan melindungi
warga negara Indonesia yang dituduh. Secara de facto,
pemerintah memang
melihat banyak aksi teror di Indonesia. Namun, belum
ada bukti yang 
cukup
bahwa aksi itu berada dalam jaringan internasional.
Selama ini 
dikesankan,
sebagian aksi itu dikerjakan secara individual,
sebagian dituduhkan 
kepada
kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sebagian lagi
oleh kelompok 
ekstremis
dalam negeri akibat konflik horizontal.
Tentu saja pilihan ini akan mendapat tantangan luar
biasa, terutama 
dari
Amerika Serikat. Dalam situasi krisis ekonomi seperti
sekarang, 
dukungan
politik negara adikuasa sangat dibutuhkan. Apalagi,
jika ternyata 
informasi
Time Magazine itu benar. Pemerintah akan terpuruk
menghadapi jaringan
internasional itu sendirian, yang terus mengendap,
tetapi menyergap
mematikan.
Apa pun yang dipilih pemerintah memang sulit.
Pemerintah perlu 
memberikan
prioritas utama untuk kasus ini, mengerahkan semua
sumber daya yang 
ada.
Terorisme sudah menjadi hantu di ruang publik
Indonesia. Jangan terlalu 
lama
membiarkan hantu bergentayangan. Harus cepat
dipastikan apakah hantu 
itu
benar-benar ada dan dimusnahkan, atau hanya ilusi.***


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
New DSL Internet Access from SBC & Yahoo!
http://sbc.yahoo.com