[Nusantara] Tajuk KCM : Apakah Seumur-umur Kita Hidup Seperti Ini
Gigih Nusantara
gigihnusantaraid@yahoo.com
Sat Sep 28 10:48:48 2002
Tajuk KCM : Apakah Seumur-umur Kita Hidup Seperti Ini
(Tajuk Rencana KCM)
ADA sebuah pertanyaan menghentakkan yang dilontarkan
pendiri Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Adnan Buyung Nasution saat
menghadiri
acara pernyataan keprihatinan wartawan Indonesia
terhadap kondisi
bangsa dan negara, pekan lalu. Ia mengatakan, ketika
dulu berjuang
untuk menggulingkan pemerintahan Orde Baru, lawan yang
kita hadapi
adalah state, negara. Negara yang tidak memedulikan
keadilan, negara
yang tidak memedulikan hak-hak asasi manusia, negara
yang sangat
represif terhadap rakyatnya.
Menurut Nasution, penggalangan kekuatan bersama yang
dilakukan semua
elemen bangsa terbukti berhasil menggulingkan
pemerintah yang tidak
kita kehendaki itu. Kita berhasil mengalahkan kekuatan
negara yang
tidak peduli kepada rakyatnya.
Setelah negara berhasil kita kalahkan, lalu apa yang
kita lakukan
sekarang? Nasution melihat bahwa sikap kita ternyata
tidak berubah.
Di saat negara sudah berganti, ternyata kita masih
mempersepsikan
bahwa musuh yang kita hadapi adalah musuh yang sama.
Padahal negara
yang kita hadapi sekarang adalah negara yang sangat
lemah, negara
yang sangat longgar ikatannya.
Inilah yang kita sama-sama rasakan sekarang ini. Kita
terjebak dalam
eforia reformasi, yang membuat kita sama-sama tidak
tahu hendak
bergerak ke mana bangsa dan negara ini.
KITA lihat saja apa yang terjadi di depan Gedung
MPR/DPR hari Selasa
(24/9) lalu. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
proburuh dan
petani sama-sama berunjuk rasa untuk menyampaikan
sikapnya.
Apa yang membedakan demo yang terjadi sekarang dengan
demo yang dulu
ketika menghadapi kekuatan negara? Tidak ada. Keduanya
dilakukan
dengan cara yang sama, yakni dengan memaksakan
kehendak, kalau perlu
dengan kekerasan.
Jangan salah terima, kita bukan tidak mendukung upaya
memperbaiki
nasib buruh, mengoptimalkan penggunaan lahan. Kita
mendukung segala
upaya yang bisa meningkatkan kehidupan rakyat.
Yang ingin kita pertanyakan, apakah cara
memperjuangkannya harus
seperti itu. Apakah kita seumur-umur akan hidup
seperti ini. Apakah
bukan saatnya kita mencari cara yang lebih baik, yang
lebih efektif
dalam memperjuangkan hak-hak kita, tanpa harus terus
larut dalam
kehebohan seperti sekarang ini.
PERUBAHAN dari era otoriter menuju era demokratis di
mana pun selalu
menimbulkan eforia. Kebebasan yang tiba-tiba di mana
pun selalu
menimbulkan rasa suka cita.
Namun, itu tidak boleh berlebihan. Eforia itu tidak
bisa berlangsung
terus-menerus, tiada akhirnya. Kita harus sampai pada
satu titik
untuk mengubah cara, karena sesungguhnya keadaan sudah
berubah. Kita
sudah memasuki era demokrasi, bukan lagi hidup di
zaman otoriter yang
sangat represif.
Pengalaman yang terjadi di Korea Selatan (Korsel) bisa
dijadikan
contoh. Eforia demokrasi hanya berlangsung satu tahun.
Setelah mereka
berhasil menggulingkan pemerintahan militer, semua
kembali ke
kehidupan yang normal, melanjutkan pembangunan seperti
yang dicita-
citakan.
Apakah di Korsel kemudian tidak ada demonstrasi? Tetap
ada, hanya
saja polanya tidak sama dengan cara yang lalu. Mereka
tidak lagi
mengusung kekerasan, tetapi menyuarakan sebuah
kebenaran, sebuah
kejujuran.
TRANSFORMASI itu bukan hanya harus dilakukan LSM.
Transformasi juga
harus dilakukan pemerintah, dilakukan anggota
legislatif, dan juga
anggota yudikatif.
Pemerintah harus lebih mendengar apa yang menjadi
jeritan
masyarakatnya. Bukan bertindak masak bodoh dan tidak
peduli. Kalau
seperti itu, lalu apa bedanya dengan rezim yang lama,
yang sama-sama
kita tumbangkan itu.
Anggota legislatif pun bukan berjalan sendiri sesuai
dengan agenda
yang mereka miliki. Mereka harus benar-benar menjadi
wakil rakyatnya
dan menyuarakan apa kata hati rakyatnya.
SEKARANG ini kita merasakan bahwa kondisi negara
memang sudah
berubah, namun perilaku birokrasi masih seperti yang
dulu. Saluran
dari rakyat untuk menyuarakan kata hatinya belum
sepenuhnya berjalan
seperti yang kita harapkan.
Keadaan ini harus menggugah kita semua untuk mau
memperbaiki diri,
mengubah diri, mentransformasikan diri. Sepanjang
keluhan-keluhan
dari masyarakat itu tidak sampai dan tersendat masuk
kepada mereka
yang bertanggung jawab mengambil keputusan, maka
cara-cara jalanan
tidak mungkin kita hindarkan.
BERBAGAI ingar-bingar yang terjadi selama empat tahun
terakhir ini,
ikut memerosokkan citra kita sebagai bangsa. Persepsi
yang muncul
dari negara ini tidak ada yang positif.
Seorang pakar public relations dari Singapura mengaku
angkat tangan,
ketika ditanya cara memperbaiki citra negara kita.
Mengapa? Karena
informasi yang keluar dari negara ini tidak pernah ada
yang positif,
semuanya serba negatif.
Menurut dia, bukanlah media yang membuat semua keadaan
seperti itu.
Namun, keadaan Indonesia sendiri, kita sebagai bangsa
yang tidak bisa
memberikan persepsi yang lebih baik tentang bangsa dan
negara ini.
Hanya kita sendirilah yang bisa memperbaiki semua
keadaan ini.
Caranya adalah dengan mempertunjukkan cara-cara
berdemokrasi yang
lebih bermartabat sehingga orang yakin bahwa inilah
negara yang
pantas untuk didatangi, baik sebagai tujuan wisata
maupun melakukan
kegiatan bisnis.
Sekali lagi, inilah waktu yang tepat bagi kita untuk
berkaca diri.
Apakah kita akan menjadi bangsa yang self inflicting,
meletakkan
penderitaan pada dirinya sendiri, ataukah kita mau
menjadi bangsa
yang bangkit dari keterpurukan?
(Tajuk Rencana KCM)
=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com
__________________________________________________
Do you Yahoo!?
New DSL Internet Access from SBC & Yahoo!
http://sbc.yahoo.com