[pdiperjuangan] Fw: [cari] Kita Lebih Butuh Orang yang Bisa Menggerakkan

Olga nebo Sylvie Gondokusumo pdiperjuangan@polarhome.com
Wed Aug 7 11:36:02 2002


----- Original Message -----
From: "HKSIS" <yina@netvigator.com>
To: <Undisclosed-Recipient:;>
Sent: Wednesday, August 07, 2002 1:44 AM
Subject: [cari] Kita Lebih Butuh Orang yang Bisa Menggerakkan


> KOMPAS
> Selasa, 06 Agustus 2002, 9:17 WIB
>
> Kita Lebih Butuh Orang yang Bisa Menggerakkan
>
>
> SYUKURLAH keluhan yang dilontarkan kalangan dunia usaha segera direspons
oleh pemerintah. Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Memperindag) Rini MS
Soewandi bersama kalangan dunia usaha bersepakat membangun "pusat krisis"
yang akan menampung segala persoalan yang terjadi dan bersama-sama
mencarikan jalan keluarnya.
>
>
> Begitu banyak persoalan yang harus dihadapi kalangan usaha mulai dari soal
perizinan, keamanan, perbankan, sistem hukum, hingga urusan perburuhan.
Banyak perusahaan yang sudah tidak tahan dengan kondisi yang harus mereka
hadapi.
>
> Bagi pengusaha, lebih baik uang yang mereka miliki didepositokan daripada
diinvestasikan untuk sesuatu yang belum jelas hasilnya, bahkan hanya
merepotkan. Hanya saja, tidak mungkin seorang pengusaha itu mau berpangku
tangan.
>
> Hakikat dari seorang pengusaha adalah selalu berusaha dan menghadapi
risiko. Selain itu, berusaha dan bekerja merupakan bagian dari aktualisasi
kita sebagai makhluk sosial.
>
>
> KEPEDULIAN dari para pengusaha untuk tetap bertahan, bahkan berupaya untuk
bisa mengembangkan usahanya, menjadi bantalan untuk meredam gejolak sosial.
Dengan tingkat pengangguran mencapai 8 persen pada tahun 2001, keadaan kita
sangatlah riskan. Sebab, berarti adalah lebih dari delapan juta saudara kita
yang menganggur.
>
> Jangan lupa, angka itu sangat mudah untuk berubah. Seperti halnya angka
kemiskinan, sedikit saja kita ubah kriteria penganggurannya, maka jumlah itu
bisa menjadi berlipat-lipat.
>
> Kalau kita tidak berhati-hati dan tidak meningkatkan kewaspadaan,
khususnya untuk memperhatikan kecenderungan yang terjadi belakangan ini,
maka tekanan pengangguran itu bisa menciptakan malapetaka. Bagaimana tidak?
Sekarang ini banyak perusahaan yang menutup usahanya dan merelokasi ke
negara lain. Sementara dengan berbagai alasan, banyak negara yang
memulangkan tenaga kerja asing, yang bekerja di negara mereka.
>
> Dari Malaysia saja, kalau benar ada sekitar 480.000 orang yang
dipulangkan, maka itu akan menambah tekanan pengangguran yang tidak ringan.
Belum lagi mereka yang dipulangkan dari Taiwan dan negara-negara lain.
>
>
> TANGGUNG jawab kita semua, pemerintah maupun masyarakat, untuk mencarikan
jalan bagi terciptanya lapangan kerja yang baru. Ini bukan pekerjaan yang
mudah, karena berkaitan dengan investasi yang tidak kecil.
>
> Bayangkan saja, kalau untuk membuka satu lapangan kerja baru dibutuhkan
investasi sebesar 1.000 dollar AS, maka untuk menampung tenaga kerja yang
baru kembali dari Malaysia saja dibutuhkan investasi baru sebesar 480 juta
dollar AS atau sekitar Rp 4,3 trilyun.
>
> Padahal, dari laporan yang dikeluarkan Standard Chartered mengenai
perekonomian Indonesia, bisa dilihat bahwa dibanding kondisi tahun 1998,
pada tahun 2001 angka investasi menurun tajam. Pertumbuhan yang kita capai
selama ini lebih disebabkan oleh peningkatan yang sangat signifikan pada
belanja masyarakat.
>
> Data terbaru tentang realisasi investasi menunjukkan kecenderungan yang
juga semakin menurun. Kalau tahun 2000 angka realisasi masih sekitar 1,5
persen, pada tahun 2001 angka realisasi investasi menurun lagi di bawah 1
persen.
>
>
> KALAU kita melihat lagi menurunnya angka impor, kita pantas untuk waspada.
Sebab, dengan penurunan angka itu, bukan mustahil dalam beberapa bulan
mendatang akan terjadi penurunan produksi. Itu bisa berarti pula menurunnya
tingkat aktivitas usaha.
>
> Inilah yang sepantasnya menjadi perhatian kita semua. Sebab, kalau sampai
kondisi itu benar-benar terjadi, maka itu menambah tekanan baru bagi
masyarakat, yakni semakin terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan yang
tersedia.
>
>
> KITA harus menyadari di mana posisi kita sekarang berada. Kita belum
sepenuhnya keluar dari kondisi krisis, dan salah-salah dalam melangkah,
bukan mustahil kita bisa terperosok lagi ke krisis yang baru.
>
> Kita semua jelas tidak menghendaki terulangnya krisis seperti tahun 1997
lalu. Terlalu menyakitkan krisis itu, sehingga semua usaha keras yang kita
bangun berpuluh-puluh tahun, sepertinya musnah dalam sehari. Dan, akibat
dari krisis itu, hingga lebih dari lima tahun kita lalui, jalan keluarnya
belum lagi kita dapatkan.
>
> Untuk itulah kita ingin mengajak semua komponen tidak menambahi beban yang
sudah berat ini. Kita harus mencari jalan terbaik untuk keluar dari kondisi
krisis ini dan mengangkat saudara-saudara kita dari kesulitan yang harus
mereka hadapi.
>
>
> SEMUA tantangan ini tidak mungkin dijawab oleh orang per orang. Hanya
dengan kebersamaan kita semualah maka kita akan bisa menjawab dan mencarikan
jalan keluar terbaik.
>
> Bagi kita, tidak penting siapa yang harus memimpin untuk melaksanakannya.
Yang lebih utama, bagaimana semua sistem yang ada bisa bergerak bersama
menghadapi tantangan itu.
>
> Kita bukan tidak sependapat dengan pandangan Ketua Umum Kadin Aburizal
Bakrie bahwa untuk menghadapi krisis ini dibutuhkan seorang wakil Menteri
Koordinator. Tetapi, kalau itu hanya menambah birokrasi, menambah panjang
jalur, apalagi pada akhirnya sistem itu tidak bisa berjalan, ya percuma
saja. Jauh lebih baik, dengan materi yang ada dibuat langkah terbaik,
sehingga setiap kesulitan yang muncul bisa ditangani secara cepat dan
efektif.
>
> Tidak ada waktu untuk berlama-lama, kita berdebat soal struktur. Yang
lebih penting, bagaimana "pusat krisis" itu bisa segera bekerja dan
menangani persoalan yang paling utama membutuhkan pemecahan.
>
> Menperindag sudah mengindentifikasi tiga industri yang perlu ditangani,
yakni tekstil, elektronik, dan sepatu. Ketiga kelompok industri itu bukan
hanya butuh uluran tangan untuk bisa bertahan, tetapi menampung tenaga kerja
yang tidak sedikit. Itulah yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama.
>
> Menggugah Perhatian, Pengadilan Korupsi di AS dan Korsel
>
> PROSES pengadilan kasus korupsi di Amerika Serikat (AS) maupun di Korea
Selatan (Korsel) pekan lalu, sungguh menggugah perhatian kita. Pikiran kita
melantur jauh ke AS dan Korsel antara lain karena sudah suntuk oleh sistem
hukum kita sendiri yang begitu amburadul.
>
>
> Pengadilan korupsi di AS dan Korsel pekan lalu memang sangat menarik.
Pengadilan Federal AS hari Selasa 30 Juli, menjatuhkan vonis delapan tahun
penjara kepada anggota DPR James Traficant dari Partai Demokrat, karena
melanggar hukum dan etika politik.
>
> Traficant didakwa melakukan kejahatan korupsi dengan menerima suap,
melakukan pemerasan (meski caranya sangat halus), dan menggelapkan pajak.
Sebelum dimasukkan ke dalam penjara, Traficant yang menjadi anggota DPR
sejak tahun 1984 dari daerah pemilihan Ohio, dipecat dengan tidak hormat
dari lembaga DPR.
>
>
> RUPANYA proses politik dan hukum dilakukan secara simultan dan paralel
untuk menjerat Traficant. Hasilnya, politisi bergaya flomboyan itu dihukum
secara politik berupa pemecatan dari keanggotaan DPR, sekaligus divonis
secara hukum berupa penjara delapan tahun.
>
> Tampak sangat jelas, proses politik dan hukum tidak dimanipulasi untuk
menyembunyikan kesalahan. Terdakwa sendiri juga tahu diri. Lebih penting
lagi, para aparat hukum bekerja untuk keadilan.
>
> Meski substansi persoalan tidak persis sama, fenomena supremasi hukum
terlihat jelas pula pada kasus pengadilan putra Presiden Korsel Kim Dae-jung
akhir pekan lalu. Kim Hong-up hari Jumat 2 Agustus dibawa ke ruang
pengadilan dengan tangan diborgol.
>
> Hong-up diadili setelah sebulan ditangkap dan ditahan atas tuduhan
menerima suap sekitar 4,8 milyar won atau sekitar Rp 37 milyar. Dengan
menjajakan pengaruh sebagai putra Presiden, Hong-up menerima suap yang
sering diserahkan pengusaha dengan kamuflase berupa bingkisan hadiah.
>
> Praktik korupsi memang sering sulit terungkap karena caranya yang semakin
canggih. Namun, kejelian aparat hukum, yang bekerja dengan dedikasi tinggi
mengutamakan keadilan, membuat Hong-up tidak luput dari jeratan. Hong-up
juga dituduh menghindari pajak.
>
> Sementara adiknya, Kim Hong-gul, diseret ke pengadilan bulan lalu atas
tuduhan menerima suap 3,5 milyar won atau sekitar Rp 26 milyar. Vonis belum
dijatuhkan. Proses pengadilan kakak-beradik itu akan dilanjutkan.
>
> KASUS korupsi yang melibatkan Hong-up dan Hong-gul merupakan pukulan berat
terhadap diri dan keluarga Presiden Kim Dae-jung, yang sampai sekarang
terkenal bersih dan tidak melanggar hukum. Presiden Kim berkali-kali mengaku
salah mendidik anak-anaknya dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh
rakyat Korsel.
>
> Sangat menarik pula, Presiden Kim tidak berusaha mempengaruhi proses
pengadilan. Dalam budaya Timur yang antara lain berciri paternalistik,
Presiden Kim dalam posisinya sebagai penguasa mempunyai peluang besar
mempengaruhi proses pengadilan.
>
> Namun, itu tidak ia lakukan. Maka proses pengadilan dua anak Presiden Kim
diyakini akan memperkuat sistem hukum Korsel yang semakin tidak pandang
bulu.
>
>
> SUDAH bisa dipastikan pula, skandal korupsi Hong-up dan Hong-gul akan
merusak citra keluarga maupun politik Presiden Kim. Menurut konstitusi baru,
jabatan Presiden dibatasi hanya satu kali saja. Maka, Presiden Kim (77
tahun) tidak ikut bertarung dalam pemilihan presiden bulan Desember
mendatang.
>
> Meski demikian, dampak negatif atas skandal korupsi Hong-up dan Hong-gul
akan merusak citra Partai Demokratik Milenium (PDM) pimpinan Kim Dae-jung.
Oposisi telah mengeksploitasi isu korupsi yang melibatkan dua anak Presiden
Kim untuk memenangi pemilihan presiden akhir tahun 2002 ini.
>
> Tanda-tanda kemerosotan PDM dan anjloknya popularitas Presiden Kim semakin
kelihatan. Pekan lalu, Majelis Nasional memveto pencalonan Chang Sang (62
tahun) yang diajukan Presiden Kim untuk menjadi perdana menteri pertama
perempuan negeri berpenduduk 48 juta itu.
>
>
> KENDATI skandal korupsi Hong-up dan Hong-gul membuat gamang posisi partai
berkuasa dalam menghadapi pemilihan presiden mendatang, tetapi proses
pengadilan kedua putra Presiden Kim itu telah ikut memperkuat sistem hukum
yang adil di Korsel.
>
> Arah sistem politik Korsel pun menjadi semakin jelas dan mantap. Kenyataan
ini tentu terasa sangat kontras dengan sistem hukum negara kita, Indonesia.
Semakin banyak orang menjadi bingung dan kehilangan arah, bagaimana
kasus-kasus korupsi bisa diselesaikan secara hukum.
>
> Centang perenang dunia hukum membuat para pencari keadilan menjadi
frustrasi. Apa sesungguhnya yang salah dengan sistem hukum kita? Darimana,
kapan, dan siapa yang harus mulai melakukan pembenahan? Pertanyaan macam itu
terdengar di mana-mana. Ironinya, pertanyaan serupa dilontarkan oleh para
pemegang otoritas hukum.
>
> Sering membuat iri, bagaimana bangsa-bangsa lain semakin jauh
mempertontonkan supremasi hukum dalam kehidupan bernegara. Wibawa dan
efektivitas pemerintahan mereka justru dibangun dari komitmen menjaga
supremasi hukum.
>
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]