[pdiperjuangan] Fw: [cari] Ekonofisika atau Sosioekonomi, Mana yang
Olga nebo Sylvie Gondokusumo
pdiperjuangan@polarhome.com
Tue Sep 17 22:12:01 2002
Milton Friedman, sang nabi monetarisme, kalau tak salah pernah
mengusulkan supaya bank sentral disebuah negeri diganti saja dengan
sebuah super-computer yang akan dipakani dengan semua kejadian
ekonomi sbg inputs, dan lalu akan mengalirkan outputs berupa beragam
kebijakan dan keputusan moneter ...
Wassalam, Bismo DG
----- Original Message -----
From: "Ambon" <sea@swipnet.se>
To: <Undisclosed-Recipient:;>
Sent: Monday, September 16, 2002 11:22 PM
Subject: [cari] Ekonofisika atau Sosioekonomi, Mana yang
> Kompas
> Selasa, 17 September 2002
>
> Ekonofisika atau Sosioekonomi, Mana yang Paling Dibutuhkan Indonesia?
> Oleh Mubyarto
>
> HARIAN Kompas (2/9/2002) memuat tulisan Dr Yohannes Surya, Ekonofisika
> Gabungan Ekonomi dan Fisika? Bahwa judul tulisan diberi tanda tanya
mungkin
> penulisnya sendiri masih belum yakin benar tentang Ekonofisikanya atau
belum
> yakin apakah Ekonofisika merupakan gabungan antara (ilmu) ekonomi
> dan fisika.
> Harus diakui, tulisan itu sama sekali tidak berusaha menyimpulkan
> kemungkinan manfaat ilmu baru ini bagi Indonesia. Namun, karena menunjuk
> Konferensi Internasional Ekonofisika di Bali 29-31 Agustus, dan saya hadir
> pada International Public Seminar of The Year tentang Ekonofisika di
Jakarta
> 27 Agustus 2002, kiranya penulisnya (Dr Yohannes Surya) patut membayangkan
> kemungkinan penerapannya di Indonesia.
> Sejak awal perlu disebutkan, ekonofisika bukan ilmu ekonomi baru dengan
> meminjam peralatan analisis ilmu fisika tetapi penerapan ilmu fisika
dengan
> menggunakan data-data ekonomi terutama data-data keuangan dan pasar modal.
> Hal-hal yang memicu berkembangnya ekonofisika adalah "karena makin banyak
> dan kompleksnya data ekonomi. Fisikawan dalam ekonofisika diharapkan dapat
> memberi pandangan-pandangan baru (insight) untuk menjelaskan gejala-gejala
> aneh dalam fluktuasi ekonomi yang amat kompleks dan melakukan prediksi ke
> depan guna pemecahan masalah-masalah itu."
> Oleh karena ekonofisika bukan ilmu ekonomi baru, tetapi ilmu fisika
terapan
> baru, maka tidak banyak pakar ekonomi tertarik untuk hadir dalam seminar
di
> Jakarta. Beberapa yang hadir pun tidak merasa perlu aktif dalam diskusi.
> Namun, yang menarik, wartawan yang hadir rupanya amat tertarik menerapkan
> ilmu baru itu guna membantu mengatasi "krisis ekonomi" atau krisis
keuangan
> yang sudah lima tahun melanda Indonesia. Bahkan, dalam konferensi pers
> banyak wartawan yang meminta pandangan pakar-pakar internasional untuk
bantu
> menciptakan iklim yang dapat mengundang investor ke Indonesia.
> Nasihat-nasihat mereka, oleh sejumlah wartawan dianggap "sangat cocok"
bagi
> Indonesia sehingga Tajuk Rencana (Kompas, 29/8) ikut mengutip pandangan
yang
> dianggap tepat itu, padahal pakar yang bersangkutan belum pernah
mempelajari
> masalah-masalah ekonomi Indonesia.
> Pembicara seminar sehari di Jakarta semuanya pakar-pakar asing, dan
> pakar-pakar Indonesia anggota Indonesian Finance Association hanya menjadi
> moderator atau pendamping. Dari seluruhnya, lima pembicara tamu, hanya
satu
> orang fisikawan dan empat lainnya ekonom, dua di antaranya (Steve Keen
dari
> Australia dan Paul Ormerod dari Inggris) sudah menerbitkan buku yang
> menyerang habis-habisan teori ekonomi Neoklasik. Steve Keen dengan bukunya
> Debunking Economics (2001) dan Paul Ormerod, The Death of Economics
(1994).
> Penganjur ekonofisika yang mayoritas ekonom ini berarti, rupanya ekonom
yang
> lebih berkepentingan terhadap ekonofisika, bukan fisikawan. Inilah yang
> sejak awal sudah memprihatinkan. Para anggota Indonesian Finance
Association
> rupanya ingin memanfaatkan ekonofisika bagi pengembangan profesi mereka
yang
> dianggap akan makin meningkatkan prestise dan akhirnya memberi
"penghasilan
> uang" lebih tinggi bagi para pakar dan praktisinya.
> ***
> KETIKA saya ditanya wartawan apakah ilmu fisika baru ini dapat diterapkan
> dan berguna bagi Indonesia, saya menyatakan kesangsian saya, mungkin dapat
> diterapkan di bidang keuangan/pasar modal atau perbankan, tetapi saya
sangsi
> untuk bidang-bidang ekonomi lain.
> Yang selanjutnya saya risaukan adalah siapa, lembaga ilmiah apa atau
> organisasi profesi apa di Indonesia yang patut meneliti dan "waspada" atas
> kehadiran ilmu-ilmu baru seperti ekonofisika ini. Apakah LIPI atau AIPI
> tidak sepatutnya mengambil langkah-langkah untuk membahasnya?
> Profesor Iskandar Alisyahbana dari ITB yang juga hadir dalam seminar, sama
> risaunya dengan saya tentang sangat kurangnya ilmuwan Indonesia bereaksi
> atau berprakarsa menanggapi peristiwa-peristiwa ilmiah seperti ini dengan
> akibat bangsa Indonesia "tertinggal" dalam bidang ilmu apa saja dibanding
> negara-negara tetangga seperti Malaysia dan India.
> Dalam hal ilmu ekonomi telah lebih dari dua dekade kami prihatin tidak
> berkembangnya ilmu ekonomi yang benar-benar bermanfaat (realistis dan
> relevan) bagi kemajuan bangsa Indonesia. Dalam krisis moneter yang telah
> menjadi berdimensi banyak sekarang ini di Indonesia, kami mendambakan
> bersatunya kembali ilmu ekonomi dan ilmu sosiologi-antropologi yang telah
> "bercerai" dalam tiga dekade terakhir, karena pakar-pakar ekonomi merasa
> lebih terbantu matematika.
> Saya amat kawatir, pakar-pakar ekonomi dan keuangan Indonesia yang mulai
> tertarik pada ekonofisika mengira, ilmu baru inilah (gabungan ekonomi dan
> fisika) yang lebih diperlukan untuk membantu mencari jalan keluar dari
> krisis multidimensi. Padahal, saya sendiri percaya, ilmu ekonomi lebih
> memerlukan "rujuk" kembali dengan ilmu-ilmu sosiologi dan antropologi.
> Mudah-mudahan pakar-pakar ekonomi Indonesia tidak berubah keyakinannya
bahwa
> ilmu ekonomi tetap merupakan ilmu sosial, ilmu tentang perilaku manusia
> bukan ilmu eksakta matematika atau ilmu fisika.
> Kami tidak sependapat, salah satu cita-cita ekonofisika seperti
dikemukakan
> Dr Steve Keen adalah memisahkan ideologi dari ilmu ekonomi dan menjadikan
> ilmu ekonomi lebih realistis. Mungkin benar fisika lebih realistis
ketimbang
> matematika. Tetapi sebagai ilmu sosial, realisme ilmu ekonomi tetap bukan
> yang lebih sesuai dengan alam tetapi harus yang lebih sesuai dengan
> sifat-sifat hakikat manusia, yaitu moral, pikiran, dan perbuatannya.
> Kami imbau rekan-rekan anggota LIPI dan AIPI untuk membahasnya secara
> serius.
> MUBYARTO Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
> Search :
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Berita Lainnya :
> •Ekonofisika atau Sosioekonomi, Mana yang Paling Dibutuhkan Indonesia?
> •Membangun Kepekaan Sejarah yang Nyata
> •Perbaikan Manajemen Kelas Susul Kenaikan Tunjangan Fungsional
> •POJOK
> •REDAKSI YTH
> •Sayang, KAHMI Pecah
> •TAJUK RENCANA
>
>
> ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~-->
> Sell a Home with Ease!
> http://us.click.yahoo.com/SrPZMC/kTmEAA/MVfIAA/IYOolB/TM
> ---------------------------------------------------------------------~->
>
> Untuk masuk ke list: Kirim E-mail kosong ke
> cari-subscribe@egroups.com
>
> Untuk keluar dari list: Kirim E-mail kosong ke
> cari-unsubscribe@egroups.com
>
>
>
> Your use of Yahoo! Groups is subject to http://docs.yahoo.com/info/terms/
>
>
>