[pdiperjuangan] Fw: Diskusi Mengenai TKI illegal
Olga nebo Sylvie Gondokusumo
pdiperjuangan@polarhome.com
Wed Sep 18 12:00:32 2002
Para netter yb., bersama ini saya frwd diskusi antara Sdri Rebecca
Tanusudibyo Khoo, yang berasal dari RI dan kini bermukim di KL,
Malaysia, dengan netter Aurien Daphsa.
Becky yg alumnus London School of Business pernah saya juluki sbg tigress
alias macan betina dlm persilatan pendapat, krn ia sangat
well-founded, tangkas dan todepoin. Adanya di KL dpt mencerahi kita dlm
masalah TKI dari sudut pandang yg spesifik. Kita tak usah
harus cocok dengannya, krn kita kan pecinta pluralisme.
Patriotisme Becky yg mencuat dari tulisannya di jagad maya dpt mengkerdilkan
banyak anggauta bangsa kita, di dlm ataupun LN! Sungguh!
Wassalam, Bismo DG
----- Original Message -----
From: Rebecca Khoo
To: olga-sylvie@volny.cz
Sent: Friday, September 06, 2002 6:17 AM
Subject: Diskusi Mengenai TKI illegal di Apakabar
> >From: Aurien Daphsa <daphsa2@y...>
> >Special untuk urusan TKI yang terusir ini memang Gloria Arroyo lebih
bijak,
> >dan saya belum melihat dimana keunggulan Megawati dari Arroyo.
> Kecepatan berpikir dan bertindak Arroyo jelas suatu yang layak dipuji.
> Setidaknya saya belum pernah dengar Arroyo ngambek, he..he...
Becky:
Support dan penghargaan terhadap TKI memang harus ditingkatkan. Tapi
TKI illegal adalah sesuatu yang salah. Hari ini di media lokal Malaysia
dilaporkan, bahwa estimasi sekitar 69,000 illegal yang sudah keluar telah
masuk kembali ke Malaysia melalui berbagai jalan tikus. Kesengsaraan
saat dipulangkan dan di detention center yang katanya 'perlakuan sangat
tidak manusiawi' dari Malaysia itu tidak membuat kapok TKI illegal ini untuk
kembali, bukan ?
Jika Megawati terang2an menyambut dan mengentertain TKI illegal ini --
maka ini bisa menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia suppor! tive terhadap
TKI illegal. Seorang Presiden bukannya posisi dimana orang bisa seenaknya
ngeluyur masuk rumah siapa saja, ngopi dan ngobrol dan sejenisnya.
Sebagian besar tindak-tanduknya akan diterjemahkan sebagai pernyataan
politis.
Kepada TKI illegal ini kita simpati, tapi apa yang illegal tetap
illegal. Seorang kepala negara boleh melindungi TKI illegal ini sebagai
manusia dan warga negaranya, tapi menjadi TKI illegal tetap sesuatu yang
tidak
bisa dibenarkan. Menyambut dengan terang2an, menuntun mereka dll seperti
yang dilakukan Arroyo seharusnya tidak bisa dibenarkan. Arroyo tentunya
sudah memperhitungkan berapa popularitas tambahan yang bisa dicapainya dari
tindakannya ini.
> >Seharusnya kan sebagai kepala negara (tanpa mempersoalkan dosa siapa
> yang membuat banyak tenaga kerja Indonesia mabur ke Malaysia secara
> illegal) harus memberikan perhatian kepada TKI-TKI yang terusir itu.
> Mereka tersiksa, ketakutan, terlunta-lunta, tapi sang Ibu Presiden tidak
> pernah memberikan kata satu patah pun menenangkan mereka. Dulu juga
> waktu Jakarta kebanjiran, para warga sudah pada tenggelam, kedinginan,
> ketakutan sang Ibu presiden entah mendengkur dan selimutan dimana, mbok
> berusaha negomong lewat radio atau TV menenangkan rakyat.
Becky:
Soal banjir di JKT itu, my understanding adalah Megawati menyumbangkan
beberapa perahu karet, obat2an dan bahan pangan dari koceknya
sendiri -- I saw it in TV.
> >Soal popularitas bapaknya Megawati dibanding bapaknya Arroyo, saya
> pikir, jika saja di jaman itu Budiman Sudjatmiko sudah ada, mungkin
> Budiman akan lebih populer.
Becky:
Budiman Sujatmiko dipopulerkan oleh Soeharto, kalau tidak, saya takkan
pernah tahu siapa dia. Janganlah membandingkannya lagi dengan kharisma
BK.
> Dan sebagai orang yang berani memegang jabatan presiden,
> >Megawati tidak boleh tetap dipandang sebagai anak Soekarno, dia
> harus menunjukkan kemampuannya sendiri sebagai pemimpin bangsa dengan
> penduduk 210 jutaan ini. Kalau enggak ya turun sajalah...daripada hanya
> sebagai simbol saja. Sudah tidak jamannya seorang presiden Indonesia
> b! ergaya feodal, bergaya kraton, pelit tampil di publik untuk
> mengekspresikan bahwa
> >dia care dengan penderitaan orang-orang...jangan hanya ngomong lewat
> juru bicara...kan punya mulut dan pikiran sendiri, atau memang dia
> enggak care kali, ya? Mboh lah....
> >Sekarang, TKI-TKI illegal itu sudah mulai berguguran di Nunukan,
> masihkah sang Limbuk diam????
Becky:
Dulu saya cenderung berpikir sama, tapi sejak Megawati mengumumkan
kabinetnya, saya merasa dia punya jalan pikiran sendiri dan tidak
gampang ditekan. Dia punya style sendiri dan tidak ada orang yang bisa
memuaskan semua orang dan setiap saat.
GD sendiri telah menunjukkan cara berpolitik yang tidak stabil dengan
akomodasi Kabinet Pelangi kemudian pecat-memecat tak habis2nya.
Megawati telah memberikan suatu stabilitas yang tidak diberikan GD.
Megawati cenderung pelit ngomong, tapi ini membuat messagenya lebih
powerful saat dia membu! ka mulut dan menunjukkan concern. Di negeri
ini, banyak yang sudah capek dengan orang2 yang ngomong seenaknya
tanpa mempedulikan konsekuensinya bagi orang ramai.
Pemimpin terkadang perlu membuat jarak, sebagaimana anda tak mungkin
seenaknya ojok2an dan sok sohib dengan boss anda di kantor. Negara
juga seperti hirarki organisasi. Kalau Dirut selalu ngomong langsung
ke staff dan office boy, apa gunanya para manager ?
Bagaimana caranya memberi muka ke anak buah ? Yaitu memberikan
wewenang dia untuk bicara atas nama kita. Menurut Maslow, ini juga
suatu cara mendorong motivasi, memberi dia esteem.
Bagaimana caranya mempermalukan anak buah dan men-demotivasi
mereka ? Ngomong A ke dia, lalu ngomong B ke orang lain saat dia
sudah mengumumkan omongan A itu ke publik. Itulah GD. Kadang2
kediaman itu juga suatu kestabilan ketimbang banyak omong tapi
zig-zag, plintat-plintut, asal njeplak.
Membuat jarak itu jangan selalu dipandang sebagai gila hormat dan
feodal, apalagi di era dimana etik! a manusia2 Indonesia sudah semakin
tipis.
Rasa respek sudah sangat berkurang dimana mahasiswa2 generasi penerus
bangsa berdemo membawa tahi kerbau, menyembelih ayam, membakar
bendera, meneriakkan kata2 tidak pantas.
TKI2 illegal yang dilaporkan berguguran dan hilang kewarasan di
Nunukan dll itu, jika Malaysia melonggarkan penjagaan, dengan segera akan
menyusup masuk lagi.
Sikap yang benar adalah bukan menunjukkan support yang bisa disalah-
artikan sebagai setuju terhadap illegalitas itu, tapi mengupayakan
mereka bisa menjadi legal dengan berunding dan meminta quota kepada
Malaysia, sambil tetap mempertahankan martabat dan tidak sampai mengemis.
Inilah yang dilakukan Megawati, dan perbuatan semacam ini tidak bisa
dibandingkan apple to apple dengan sikap dari Arroyo. Setiap negara
style pemimpin dan derajat masalahnya berbeda, motivasi politik juga
berbeda. Janganlah sampai yang satu dihujat dan yang satu dipuji2 atas
perbandingan yang tidak sebanding.
Brgds,
Becky.