[Wahana] FW: [pdimega] Kompromi yang taktis strategis atau kapitulasi?

WAHANA wahana@polarhome.com
Mon, 26 Aug 2002 03:18:48 +0200


----------
From: subagio Anam  <anams@indo.net.id>
To: "S. A. Soni" <sasoni@wanadoo.nl>
Subject: Re: FW: [pdimega] Kompromi yang taktis strategis atau
kapitulasi?
Date: Thu, 22 Aug 2002 22:50:14 +0700


Teman2ku yang saya hormati,

Tulisan2 tentang kompromi telah memberikan pelajaran yang berharga
dimana kita harus berdiri dalam melakukan kompromi.Relevansi dengan Mega
dalam melakukan kompromi, saya sebagai Anggota PDIP yang bertahun tahun
mengikuti perjoangan Mega baik waktu masih me njadi buron maupun duduk
dalam pimpinan pemerintahan , saya berkeyakinan Mega tidak mau
berkompromi terhadap ancaman keutuhan wilayah NKRI,Panca Sila,Extreme
Kanan dan Extreme Kiri, yang intinya merupakan prinsip dasar dari Ajaran
Bung Karno.Saya
yakin  dan hakul yakin bahwa Mega adalah anak ideologis Bung Karno yang
melaksakan Ajaran Bung Karno dengan cara dan gayanya sendiri untuk
disesuaikan dengan sikon dunia dan Indonesia.Mega melakukan taktis yang
bisa merobah setiap saat, tapi strateginya
tetap kukuh tidak menyimpang prinsip 2 Ajaran Bung Karno.

Salam Subagio Anam _____________Original message ____________

Subject: FW: [pdimega] Kompromi yang taktis strategis atau kapitulasi?

Sender: "S. A. Soni" <sasoni@wanadoo.nl> (by way of WAHANA
<wahana@centrin.net.id>)
Date:  Thu, 22 Aug 2002 22:18:39 +0700
----------
From: "S. A. Soni" <sasoni@wanadoo.nl>
Subject: Re: FW: Fwd: FW: [pdimega] Kompromi yang taktis strategis atau
kapitulasi?
Date: woe, 21 aug 2002 15:14


Pengantar Wahana :
Tulisan sdr Garda Mandiri mengenai pengalaman front persatuan anti
fasis, di mana kekuatan Marxis  berkoalisi dengan kekuatan kapitalis dan
kolonialis untuk mengalahkan musuh bersama yang amat berbahaya bagi
kemanusiaan yakni fasisme, banyak diphami para  pembaca. Beberapa
pembaca menyoalkan , apakah relevansinya dengan bagian tulisan sdr Garda
Mandiri  yang berbunyi sbb : Sekarang di negeri kita tercinta Indonesia
orang memang tak sedikit  yang kebingungan melihat politik mbak
Megawati.

Apakah politik mbak Mega yang terkesan kuat berafiliasi dengan kekuatan
Orde Baru itu karena semata takut kalau sampai klekuasaannya jatuh,
artinya hanya demi kekuasan semata , ataukah, kata sementara kawan,
karena mbak Mega merasa ngeri melihat apa yang dianggap "bahaya baru"
yang lebih menentukan bagi masa depan kehidupan bangsa ?  Demkian
kutipan dari Garda Mandiri. Atau barangkali, katakanlah kini ada kondisi
seperti yang dialami semua kekuatan  dunia  menjelang kebangkitan
fasisme yang berani berjibaku sepertu tentara Jepang atau yang pandai
gerak  cepatnya seperti Jerman ?
Nah tulisan sdr Moh Awami ini juga jawaban yang jernih atas tulisan sdr
Garda Mandiri. Sekian dulu.

Atas budi sdr. S.A. Soni, sumbangan fikiran saya ini bisa sampai di
forum Wahana.  Semoga ada gunanya. Salam hangat,   
 M.Awami.

Saya senang membaca tulisan sdr. Garda Mandiri, 'Kompromi yang taktis
strategis atau kapitulasi?'. Ia menyangkut sesuatu yang   sangat penting
untuk dipelajari. Esensinya adalah: bagaimana mengerahkan kekuatan
sebesar-besarnya  dalam suatu koalisi atau aliansi untuk
mengalahkan lawan utama dalam perjuangan  adil bangsa dan rakyat negeri
kita.
Beberapa pertanyaan relevan adalah: Siapa yang perlu dan bisa
dipersatukan?
Dalam hal apa dan mengenai apa bisa dilakukan kompromi dengan lawan
utama ? 
Untuk menjaga dan membina koalisi, adalah wajar kalau di antara sesama
anggotanya
dilakukan kompromi kompromi mengenai berbagai soal. Dalam hal apa dan
mengenai apa  tidak bisa dilakukan kompromi antara sesama anggota
aliansi atau koalisi tersebut? Dan yang  niscaya luar biasa aktual,
relevan  dan pentingnya  adalah: Bagaimana penerapannya di Indonesia
sendiri sekarang?

Semua ini perlu kita telaah baik-baik untuk bisa tercapainya persepsi
dan konklusi  bersama. Memandang dari jauh, tampaknya faktor pokok dan
faktor dasar penyebab derita dan lara  rakyat kita adalah nekolim, yang
kini salah satu perwujutannya adalah globalisasi.   Belenggu hutang
hutang, dikte dikte IMF, Bank Dunia, penguasaan asing atas sumber bahan
mentah, merupakan bukti bukti penting.  Mengakhiri kekuasaan nekolim
inilah tentunya tujuan utama perjuangan bersama koalisi itu. Dalam
konteks ini,  melawan kekuatan status quo merupakan suatu tahap dan  
bagian integral dari perjuangan itu.

Mencapai persepsi dan kesimpulan yang  sama melahirkan kriteria bersama
mengenai  siapa kawan dan siapa bukan kawan perjuangan kita untuk
menegakkan Indonesia yang demokratis dan adil makmur. Kalau tidak
keliru, koalisi anti-Jepang di Tiongkok waktu itu oleh Mao dinamakan
'Front Bersatu' (United Front). Tetapi tidak berarti bahwa predikat 
'bersatu'  di sini mengkesampingkan (rule out)  perbedaan pendapat
(kontradiksi) antara perserta koalisi dalam soal soal sekunder.  Menurut
ajaran Mao, kontradiksi semacam itu solusinya dilakukan secara
non-antagonistik (tidak saling menyisihkan), termasuk lewat kompromi
kompromi. Hal itu tak dapat dibayangkan kemungkinannya manakala saling
hubungan antara berbagai anggota koalisi tidak diatur secara demokratik.

Mao mengajak Chiang Kai-shek bersatu dalam 'front' walaupun Chiang
adalah tokoh Kuomintang yang pro-imperialis, yakni imperialis Amerka.
Tampaknya,  selama tidak pro-Jepang, Chiang tetap punya tempat penting
dalam 'front'  itu. Lain halnya dengan Wang Ching-wei,  tokoh nasionalis
yang pro-Jepang. Yang dalam konstelasi politik di Tiongkok waktu itu
menempati posisi satu kotak dengan imperialisme Jepang. Jadi jelas bahwa
jika waktu itu  Mao  mengimbau  kepada bangsa Tionghoa supaya  bersatu
melawan agresor Jepang dan antek anteknya, kekuatan Wang Ching-wei tidak
termasuk kategori bangsa yang perlu diajak bersatu.  Setelah Jepang
kapitulasi, kontradiksi eksternal Tiongkok yang pokok  bukan dengan
Jepang lagi, tetapi dengan A.S. yang dengan konsekuen mendukung dan
menyokong Kuomintang memerangi dan membasmi Kungcangtang.  Bergeser pula
posisi Chiang Kai-shek dari unsur patriotik ke posisi  non-patriotik.
Aliansi Kungcangtang-Kuomintang  merupakan aliansi terhadap musuh
eksternal  yang melakukan agresi dan okupasi militer.  Jelaslah pola
demikian  tidak berlaku untuk keadaan tidak ada agresi atau okupasi oleh
pihak eksternal. Bagaimana di Indonesia sekarang, di mana tidak terdapat
agresi dari luar?  Kenyataan ini perlu  kita pelajari dengan seksama.
Walaupun demikian, pada hematku, dalam suatu aliansi atau koalisi,
prinsip-prinsip demokratis, independen, saling menghargai dan saling
menghormati antara sesama anggota aliansi perlu ditegakkan dan dibina
terus menerus.

Saya juga merasa beruntung bisa membaca dan mempelajari tulisan Sdr.
Bismo DG. Mengenai front anti-fasis di Eropa saya menyampaikan beberapa
masukan, 
yang belum tentu benar.

Diadakannya pakta non-agresi Sovyet dan Jerman Hitler (pakta
Ribbentrop-Molotov) pada tahun 1939, oleh banyak kalangan opiniumum di
Barat dipandang sebagai pengkhiatan terhapap sekutu sekutu barat,
bahkan  sebagai sesuatu yang sesuai dgn ciri komunisme itu sendiri.
Seingatku  sampai diadakannya pakta itu, belum pernah ada persekutuan
resmi antara negara negara Barat dengan Uni Sovyet Uni. Persekutuan
demikian memang secara obyektif dibutuhkan oleh Uni Sovyet. Pernah
Stalin berkata:

Segila-gilanya Hitler, dia tidak akan berani melancarkan perang
andaikata ada persekutuan itu.  Stalinpun mengusulkan adanya persekutuan
demikian, utamanya dengan Inggris dan  Perancis. Tetapi usul itu hanya
dapat sambutan dingin saja, khususnya oleh Neville Chamberlain, Perdana
Menteri Inggris dari Partai Konservatif Stalin punya kesan bahwa
Chamberlain menghendaki agar hamukan Hitler tidak ditujukan ke Barat,
tetapi ke Timur, ke Uni Sovyet Menurut Keinginan Chamberlain itu
tampaaknya  berdasar pada penilaian bahwa jika negeri negeri Barat
diserang oleh mesin perang raksasa Jerman, negeri negeri Barat akan
menjadi sangat lemah sehingga mudahditelan oleh komunisme.
Di fihak lain, Inggris bersekutu dengan beberapa negeri di Eropa Timur,
utamanya Cekoslowakia dan Polandia. Bagaimana membela negeri negeri itu
jika d belakang negeri negeri  timur sendiri tidak ada backing  dari 
raksasa Sovyet? Inilah yang dipertanyakan oleh Winston Churchill,
anggota parlemen Inggris dan juga anggota Partai Konsevatif waktu itu.
Hasil Konferensi Munich antara Chamberlain, Daladier (PM Prancis),
Mussolini dan Hitler pada tahun 1938 bagi Stalin merupakan bukti yang
paling jelas dari politik menggiring Hitler ke Timur, ke Uni Sovyet.

Mungkin karena itu pula Stalin tidak diundang ke konferensi itu.
Inilah perwujutan paling  terkonsentrasi dari politik 'appeasement'
Neville Chamberlain. Karena bangkrutnya politik ini, yang mengorbankan
Cekoslowakia (mula mula Sudetenland), maka tumbanglah posisi Chamberlain
sebagai PM  yang waktu itu telah ditinggalkan oleh menlunya, Anthony
Eden. Winston Churchill yang kemudian mengganti Chamberlain sebagai
Perdana menteri,meneruskan politik Chamberlain dengan gaya lebih luwes,
lebih berpijak pada real-politik. Churchill dalam memoarnya pernah
menegaskan bahwa   Barat  akan terus berjuang melawan Hitler sampai
titik darah  penghabisan serdadu Sovyet .
Apa dasar pemikiran rasional  Stalin dalam mengadakan pakta dengan
Hitler  yang  menghilangkan simpati banyak orang di Barat itu?
Agaknya Stalin sudah memperhitungkan bahwa ada pakta atau tidak, Jerman
akan menyerang. Cuma ada bedanya yang penting: Dengan pakta itu Stalin
bisa memperoleh waktu - betapapaun pendeknya - untuk mempersiapkan
perang perlawanan yang lebih ampuh,  memindahkan  bagian terpenting
industrinya, termasuk industri perang ke  daerah yang aman di timur,
tkhususnya Siberia. 
Diperkirakan bahwa  tanpa ini semua, tentara Sovyet tidak bisa
membalikkan jalannya perang menjadi ofensif besar-besaran ke Berlin
sampai ke bunkernya Hitler, tempat diktator itu bunuh diri. Tanpa
persiapan  demikian, tak bakal terjadi pertempuran Stalingrad yang
legendaris itu. Di kota itu, tentara Jerman yang datang sebelumnya
bagaikan singa singa liar lapar  dibikin kocar kacir dan berubah jadi
tikus-tikus yang kelaparan dan kedinginan dalam  samudra salju ..

Penilaian terhadap arti Pakta Ribbentrop-Molotov  ini datang juga dari
Nikita Khruschev bekas PM Sovyet yang tak bisa dikatakan bersimpati thd
Stalin dan fikiran fikirannya. Dalam  otobiografinya, "Khruschev
Remembers (1971),  Khruschev yang bersama Stalin tatkala pakta itu
ditanda tangani, berkata: 'Saya percaya bahwa Pakta Ribbentrop-Molotov
secara historis tak dapat dicegah. mengingat situasinya waktu itu ....
pada analisis final, pakta itu menguntungkan bagi Uni Sovyet, ia seperi
gambit dalam permainan catur: jika  kita tidak melakukan langkah itu,
perang itu (maksudnya serangan Jerman  thd Sovyet - M.A.) akan terjadi
jauh lebih dini, hal mana sangat merugikan kita. Bagi kita
...........adalah sangat sulit menerima ide bersatu dengan Jerman. Bagi
kita sendiri sangat suilit menerima paradoks ini.........

21 Agustus 2002                                   
Moh. Awami

To:
Subject: FW: Fwd: FW: [pdimega] Kompromi yang taktis strategis atau
kapitulasi?

----------
From: WAHANA <wahana@centrin.net.id>
To: afeillard@magic.fr, anfe50@hotmail.com,
anton.lucas@flinders.edu.au,
lucaskd@ozemail.com.au, asvi@cbn.net.id,
a.budiman@asian.unimelb.edu.au,
davidb@arts.uwa.edu.au, I.Chalmers@exchange.curtin.edu.au,
gregorke@hotmail.com, nk@biblio@curtin.edu.au,
Kartomi@arts.monash.edu.au,
pbritton@osb.org.au, gpoulgrain@qut.edu.au,
j.wejak@asian.unimelb.edu.au,
gjbarton@deakin.edu.au, hklee@primevalue.com.au,
tutigunawan@hotmail.co,
indo@powerlines.com.au, pat.huxtable@flinders.edu.au,
jzmckinley25@hotmail.com, tookthewrongturnback@hotmail.com,
john.barnard@eng.monash.edu.au, anniefeith@hotmail.com,
amrih.widodo@anu.edu.au, yacinta.kurniasih@arts.monash.edu.au,
ratnasulastin@hotmail.com, ns@indo.net.id, rohima@cbn.net.id,
anggoro@vision.net.id, megawati@gmx.net, pdimega@yahoogroups.net,
Sobary@antara.co.id, olga-sylvie@volny.cz, pram_toer@hotmail.com,
munandir@telkom.net, inresage@denpasar.wasantara.ned.id,
winters@northwestern.edu, alfian@ugm.ac.id,
cfps-ugm@ygy.centrin.net.id,
raditya@vision.net.id, ayu@vision.net.id, siraits@cbn.net.id,
sutara@rad.net.id, mahdi@FHI-Berlin.mpg.de, wimar@perspektif.net,
wimar@attglobal.net
Subject: Fwd: FW: [pdimega] Kompromi yang taktis strategis atau
kapitulasi?
Date: din, 20 aug 2002 04:34


Pengantar Wahana 19/8 :


Kami menerima surat dari puluhan pembaca kami yang meminta agar tulisan
saudara Garda Mandiri berjudul KOMROMI TAKTIS STRATEGIS ATAU KAPITULASI
?
bisa dimuat kembali. Agaknya "studi mengenai masalah kontradiksi dan
solusinya  pada berbagai  kondisi yang berbeda syaratnya" lagi menjadi
hal yang menarik buat dikaji. Memenuhi permintaan itu, maka kami tak
keberatan untuk menyiarkan ulang bagi yang berminat, Terima kasih,
Merdeka !
Maaf bila dalam alinea ke 7, peran Mao dan Chiang tertukar padahal sudah
pernah dikoreksi, tapi bila diprint kembali lagi. Maaf. Tim Hasta
Wahana, Hardoyo (koordinator) 

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Pengantar redaksi Wahana : Terima kasih, Cikuyu, Matur Nuwun Kangmas
Bismo Djodi Gondokusumo di Praha,  atas kecepatannya menanggapi tulisan
sdr Garda Mandiri yang saya percaya akan lebih membuat forum diskusi
Wahana akan lebih mengasyikkan. Beberapa telpun pembaca telah masuk 
menyatakan akan menanggapinya. Silahkan. Monggo,
Mangga.................Salam, 
koordinator
Tim Hasta Wahana : Hardoyo
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Mohon maaf untuk nimbrung, Sdr Garda Mandiri yth.,
untuk ikut berekskursi kesejarah, maka disamping dapat terbentuknya
front luas anti poros  Jerman-Jepang-Italia menjelang PD UU itu, yang
lalu berkembang menjadi SEKUTU, muncul sebuah fenomena politik seru:
ditandatanganinya "Pakt Ribbentrop" di Moskow Agustus 1939, antara Uni
Soviet dan Jerman Nazi, musuh-musuh bebuyutan. Sebgmn biasanya dlm
politik, yg menjadi latar belakang adalah pertimbangan pragmatis. Jerman
butuh waktu untuk lebih menyiapkan pengobaran PD II, dlm langkah pertama
di Eropa sebelah Barat. US yg beberapa kali diprovokasi oleh Jepang
disebelah timur, mengatakan bhw akan sangat berat untuk berperang dlm
dua front, timur dan barat. Kekalahan telak armada Rusia ditangan Jepan
thn 1905 tetap menjadi mimpi buruk.Ditambah ingin lebih bersiap untuk
menghadapi serangan Jerman, yg pasti akan datang, apalagi Stalin baru
saja "membersihkan" pimpinan puncak angkatan bersenjatanya.


Pakt tsb membuat para sekutu Barat kaget dan berduyun-duyun  anggauta
partai-partai komunis di Eropa Barat, terutama, juga meninggalkan
partainya, krn "pengkhianatan" yg dilakukan oleh pimpinan tertinggi US
dengan musuh utamanya, Jerman Nazi. Begitu terjadinya, kejadian "politik
tingkat tinggi" ini SEDIKIT sekali yang dapat mengerti substansinya.
Generasi berikutnya dipersilahkan untuk menilai siapakah, US atau jerman
Hitler, yg mendapat keuntungan lebih besar, atau sama, dari pakta tak
saling menyerang itu. (Maaf, ini hanya koment singkat, tak ada waktu
untuk lebih berkonsultasi dgn ensiklopedia).

Dan bgmn dgn PDI-P serta Golkar? Baiklah kini kita cermati bgmn
sebetulnya peta politik di NKRI tercinta. Lawan-lawan dan sekutu-sekutu
potensialnya. Bgmn dgn PKB/NU? Berlakukah pepatah Arab yg berbunyi: 
"Lawan dari lawanku adalah kawanku"?
Sekali lagi harus saya koarkan bhw dlm politik tidak ada yg ABSURD!
Bahkan ada banyak tanda bahwa RI tercinta bisa-bisa menjadi ABSURDISTAN.
Krn kelewat banyak hal yg absurd. Namun begitu, masih ditambah lagi 32
thn orba yg praktis tidak memberikan ruang bagi siapapun untuk menyimak
praktek demokrasi. Kecuali barangkali beberapa ratus mereka "yg
terhalang pulang" (kata GD), di Eropa. 

Kesimpulan dari analisis masing-masing itu akan baik kalau nanti kita
bandingkan. Spt ajakan Sdr GM kpd beberapa teman untuk menulis sekitar
hal ini. Subagyo Anam belum lama ini mengatakan bhw kalau Kabinet MSP
ini jatuh, maka akan muncul dua alternatif: yaitu people"s power atau
militarisme. Saya tambahkan bhw banyak juga suara untuk mengobarkan
revolusi.


Sdr. Felix Lengkong dimilis Nasional pernah menulis bhw kini tak ada
sikon untuk sebuah people"s power di RI, krn di Philippine dulu gerakan
itu bisa berhasil setelah mahasiswa dan buruh teratur rapih dan bergerak
bersama menumbangkan Marcos. Felix menambahi bhw kedua kekuatan ini
dipersenjatai dgn HANDPHONES, sehingga dpt gerak sangat cepat. Nah.


J. Winters baru saja mengatakan bhw belum ada kondisi subyektif untuk
sebuah perubahan. Jadi, terjemahannya, tidak dan belum ada pemimpin,
pimpinan, organisasi, partai?
Namun nampaknya tidak usah kita dipanasi atau dikipasi orang luar untuk
berbuat ini atau itu. Sbgmn dulu di thn 1975 untuk menginvansi dan lalu
okupasi TimTim, bukan? Cool down saja, krn kelihatannya aparat-aparat
didaerah tropik itu cenderung jadi "trigger happy". Lalu yg jadi akan
revolusi, atau perang saudara?


Atau para kekuatan radikal tsb lebih baik membangun "kondisi subyektif"
itu dulu, untuk ... bukan meledakkan revolusi, namun ikut dalam proses
demokratisasi, maju ke Pemilu 2004, ikut secara terhormat, ahli dan
demokratis dlm pembuatan keputusan puncak disemua bidang Trias Politica?

Adakah alternatif bagi demokratisasi dan demokrasi di RI? Adakah
alternatif untuk Negara Sosial Modern bagi kaum pekerja di NKRI?

Wassalam,  Bismo DG

----- Original Message -----
From: WAHANA (by way of megawati@gmx.net)
To: pdimega@yahoogroups.com
Sent: Monday, July 15, 2002 3:48 PM
Subject: [pdimega] Kompromi yang taktis strategis atau kapitulasi?


Surat dari pembaca THW Garda Mandiri :

KOMPROMI YANG TAKTIS STRATEGIS ATAU KAPITULASI?

Membaca berbagai tulisan di Wahana saya tergerak untuk menulis sesuatu
mengenai sepenggal pelajaran dari sejarah yang mungkin saja ada gunanya
untuk membedakan antara apa yang disebut kompromi kapitulatif dan
kompromi yang taktis strategis .

Menjelang perang dunia kedua, dikalangan kaum revolusione dan demokratik
ada debat  sengit menghadapi kebangkitan Facisme poros Jerman Hitler ,
Italia Mussolini dan Jepang (kaum militeris fasis). Seluruh Eropa
danAfrikaterancam oleh politik invasinya Jerman dan Italia fasis.
Seluruh Asia terancam oleh invasinya saudara tua Dai Nippon yang siap 
menerjang kapitalisme dan kolonialisme Barat dan mau membentuk imperiam
baru ASIA TIMUR RAYA

Sebagian kaum buruh yang menganggur segera tertarik oleh agitasi
demagoginya partai NAZI atau nasional sosialisnya Hitler yang mau
menghidupkan ekonomi kembali, Sementara  gerakan pemuda tertarik oleh
agitasinya Hitler yang disertai dengan para pemuda mengenakan seragam
militer dan berbaris rapih dibawah gemuruh suara drumband dibawah sorot
lampu. Sebagian kalangan kaum SOSIAL DEMOKRAT pagi pagi  entah karena
takut sudah  bersembah sujud kepada rezim Hitler. Kalangan umat Kristen
terpecah. Ada kelompok yang Menganggap Hitler dikirim Tuhan sebagai
penyelamat dari multi krisis, namun kebanyakan jadi kaum Kristen yang
berdiam diri atau apatis dan tereserah saja apa kata Tuhan nanti. Namun
ada sekelompok kecil yang melihat Hitler itu setan pembawa malapetaka 
kemanusiaan. Mereka ini yang bergabung dalam Front Demokrasi Anti fasis
dan mulai bergerak meyakinkan rakyat untuk melawan.
Akibatnya b anyak mereka yang dikirim ke Kamp Konsentrasi dan tewas a.l.
Pendeta Dietrich Boenhoffer. Situasi serupa juga terjadi di Italia.
Malahan disana sempat ada PARTISAN ANTI FASIS yang melakukan perjuangan
bersenjata.


Maka diambang kondisi demikian, seorang pemimpin revoluioner Bulgaria
DIMITROV tampil didepan sebuah konferensi bersejarah, di mana
iamenganalisa dunia dan  berseru agar semua kekuatan demokratis ,
artinya meliputi semua negara kapitalis dan sosialisdan sbgnya  ya,
semua kekuatan demokratis dan bahkan kaum revolusioner komunis agar
melupakan pertentanan diantara mereka dan segera bersatu padu menghadapi
dan penghancurkan ofensif fasisme. Bicara negara, berarti front SEKUTU
yang terdiri dari Amerika , Inggris, Perancis , Uni Sovyet dan China
bersatu menghadapi poros FASIS, Jerman Hitker Italia Mussolini  dan
Jepang  Sejarah mencatat tanpa taktik strategis ini, fasisme tak dapat
dikalahkan. Bahwa kemudian pasca kekalahan fasisme , dunia menghadapi
PERANG DINGIN itu soal lain lagi Dan kita kenal taktik strategis Bung
Karno tentang anti NEKOLIM dan hakikat dunia the New Emerging Forces
versus the Old Established Forces. Tapi Bung Karno memang kalah dan jadi
tumbal perjuangan abadi NEFOS versus OLDEFOS dalam sejarah yang panjang.

Di Indonesia sendiri , yang masih jadi jajahan Belanda, memang front
anti fasis ini ternyata tak mudah dibentuk. Rezim kolonial bego. Dan
kekuatan revolusioner dan demokratis masih lemah, Bahkan saat Jepang mau
menduduki Indonesia tercatat sebuah partai nasionalis kalau nggak salah
PARINDRA menyambut baik kedatangannya. Baru setelah Sekutu mengalahkan
Fasisme Jepang, terbuka peluang bagi Indoneia utk menyatakan
kemerdekaannya dibawah
Soekarno  Hatta yang dijaman pendudukan Jepang sempat berkolaborasi
dengan Jepang sebagai langkah taktis strategis .


Pengalaman Tiongkok dalam perjuangan pembebasannya menarik pula buat
dikaji ulang. Waktu pasukan militer Jepang yang kejam dan  buas dengan
bala bantuan orang orang Korea yang direkrutnya menduduki daratan
Tioongkok , di Tiongkok masih berlangsung perang saudara  antara
Kunchantang (dibawah Mao Ze Doung) versus Kuomintang (dibawah Chiang Kai
Sek). Kuomintang berulangkali melancrkan operasi militer besar besaran
utk mengalahkan Kunchantang yang didukung luas oleh kaum tani di
pedesan. Untuk memaksa agar Mao menyerah, isteri Mao anak professor di
Beijing, Yan Kai Hoi ditangkap , disiksa dan akhirnya dibunuh karena tak
mau buka mulut di mana Mao dan pasukannya berada.


Hanya sesaat setelah itu terjadi konflik antara Chiang Kai Shek yang
masih bersikeras menghabisi Kunchantang dengan sementara perwiranya yang
lebih berkeinginan melawan Jepang sebagai kekuatan asing yang
mahaberbahaya. Maka, Chiang Kai Shek dalam peristiwa Shian kalau nggak
keliru ia ditawan sendiri oleh para perwiranya sendiri. Dalam situasi
kondisi yang menentukan mati hidupnyaChiang Kai Shek itu, maka Mao
memutuskan mengirimCho En Lai menemui kelompok perwira yang menawan
Chiang Khai Shek. Cho En Lai atasnama Mao meyakinkan kelompok perwira
itu agar membebaskan Chiang Kai Shek, dengan syarat  Chiang Khai Shek 
segera menyerukan kepada seluruh bangsa dan rakyat Tiongkok agar
menghentikan perang melawan Kunchantang dan membentuk kerjasama atau
front bersama utk melawan dan mengalahkan MAHA SETAN FASISME JEPANG.


Dikalangan pengikut Mao ada  yang tak habis pikir mendengar apa dibalik
taktik Mao yang susah dipahami ini, padahal isteri Mao dibunuh atas
perintah Chiang Kai Shek. Semua kader Mao bergerak menjelaskan, bahwa
menurut penelitian seksamanya pengaruh tokoh Chiang Kai Shek didapati
masih besar pengaruhnya bagi bangsa dan rakyat. Maka terkenallah kisah
bagaimana para propagandis Mao mendongeng didesa desa, bahwa sekarang
ini dua jago, satu jago merah (maksudnya Kuncantang) sedang bertarung
mati matian menghadapi jago hitam (kekuatan Kuomintang). Sementara itu
dengan cerdiknya sedang mengintip SERIGALA yang ganas (maksudnya tentara
fasis Jepang) yang sedang menunggu saat kedua jago itu saling kelelahan
dan dengan mudah akan disantap keduanya. Tetapi jago merah tahu situasi
kritis ini, Sambil bertarung ia memberi tahu jago hitam, kita tak boleh
jadi mangsa serigala buas itu. Mari kita sambil bertarung tidak
sungguhan kita mendekati posisi
serigala mengintip kita. Lalu dengan cepat, jago merah meminta jago
hitam untuk bergerak cepat, jago merah menotok mata kiri serigala sedang
jago hitam menotok mata kanan serigala. Gerakan ini demikian ceparnya,
akhirnya SANG SERIGALAPUN pingsan dan tewas. Ceritera ini menjadi
kenangan indah dalam memenangkan perjuangan bersama atau Front Anti
Fasis. Soal yang terjadi kemudian itu memang sejarah era lain bagi
pembebasan  nasional Tiongkok.

Barangkali dari teori DIMITROV dan ceritera DUA JAGO MENGALAHKAN
SERIGALA harus dilihat sebagai taktis strategis yang tidak begitu mudah
Untuk  dijelaskan kepada rakyat biasa, bahwa dalam suatu era musuh
bersama yang jauh lebih berbahaya itu harus diprioritaskan.

Sekarang dinegeri kita tercinta Indonesia, orang memang tak sedikit yang
kebingungan melihat politik mbak Megawati. Apakah politik mbak Mega yang
terkesan kuat  berafiliasi dengan kekuatan Orde Baru itu karena semata
takut kalau kekuasaannya sampai jatuh, artinya hanya demi kekuasaan
semata, ataukah, kata sementara kawan, karena mbak Mega merasa ngeri
melihat apa yang dianggap bahaya baru yang lebih  menentukan bagi
masadepan Kehidupan bangsa?


Terus terang, kita ini mengalami krisis komunikasi yang mendidik dan
meyakinkan massa. Benar juga kata JEFFREY WINTERS bahwa sampai detik ini
baru PRESIDEN SOEKARNO lah satu satunya pemimpiin nasional bangsa
Indonesia yang menghargai LOGIKA dan memahami jalan pikiran massa rakyat
dengan selalu
siap menggunakan segala alat media komunikasi massa dengan pidato2
didepan radio dan televisi, siap bicara didepan massa dari rakyat akar
rumput sampai kaum profesor dan kalangan mana saja. Karena itu dalam
banyak episode sejarah, posisi dan peran Bung Karno jelas dan mudah
dipahami meski bung Karno katakanlah melakukan taktik taktik
kompromistis thd lawannya. Bahkan Bung Karno terjebak pada akhir
hayatnya itu soal lain.


Karena itu dikalangan kecil mereka yang suka utak atik dalam proses
pemikirannya yang intens, memang muncul pertanyaan besar, apakah
gerangan dibalik misterius sikap kompromistis mbak Mega dalam kasus
Sutiyoso dan Pansus Bullogate kedua, padahal beliau tentu tahu dan sadar
bahwa ketidakjelasan soal ini tengah membawa sandyakalaning PDI-P atau
proses kehancuran PDI-P sebagai partainya kaum nasionalis yang cukup
besar dan luas pengaruhnya. Tentu massa tak mungkin dianggap tahu
sendirilah .
Masih ada waktu untuk menjelaskan mistery di PDI-P ini dengan
Menggunakan segala cara dan wahana  , asal kita sepakat bahwa logika
saja memang tidak cukup kalau kita seperti dianjurkan oleh pemimpin
bangsa Indonesia almarhum Bung Karno, kita harus berpikir secara
DIALEKTIS


Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya. Siapa tahu Mas SubagioAnam,
Mas Waruno Mahdi atau mas Sadewa dari Depok akan tergerak untuk menulis
memperkaya dan memperjelas masalahnya,. Juga para pembaca yang lain yang
lebih suka melakukan analisis reflektif tergerak untuk menuls, tentu
kami harapkan, Wahana bersedia memuatnya. 

Terima kasih kepada Wahana.


Salam kami,
GARDA MANDIRI.



.