[Wahana] Pemakaman Almarhum Bung Ismoe Martoyo I.G.Tedjomartoyo

WAHANA wahana@polarhome.com
Mon, 26 Aug 2002 03:02:11 +0200


Pemakaman Almarhum Bung Ismoe Martoyo I.G.Tedjomartoyo

Pada Sabtu siang 24 Agustus 2002 antara pukul ``13.30 WIB sampai 15.00 WIB jenazah Bung
Ismoe Martoyo yang semalam pk. 20.00 WIB wafat di Rumah Sakit Islam Jakarta Pusat telah
dimakamkan di TPU Rw Kemiri Rawangmangun , berdampingan dengan eks IKIP kini Universitas
Negeri  Jakarta, dengan disaksikan banyak keluarga, tetangga dan para sahabat dari
berbagai kalangan dan golongan.

Mas Ismoe yang kini 68 th memang sejak beberapa tahun yang lalu mengalami gangguan jantung
karena salah satu klep tak berjalan. Sejak itu memang kalau kecapaian cepat sesak napas
dan merasa tak berdaya. Pekan lalu dengan keluarga naik KA ke Malang untuk mencari
pengobatan alternatif. Ini atas keinginannya sendiri. Sepulang dari  Malang, menurut
mbakyu Sumiyati Ismoe, mas Ismoe suka bicara lepas, misalnya “apa sih yang kutunggu lagi
aku kan sudah punya cucu pertama.“Maksudnya,  buah perkawinan putri pertama Maya dan Mas
Hary. Menurut mbakyu Sumiyati Ismoe, mas Ismoe merasa gembira dan sangat bahagia ketika
pada tanggal 11 Agustus lalu menghadliri pesta perkawinan Ir Eka, putra mas Ir Safiun di
gedung Patrajasa Jakarta Pusat. Saat itulah mas Ismoe bisa bersua muka dan hati yang boleh
dibilang terakhir kali dengan para sahabat lama yang sebaya/adiknya.Nampak hadlir a.l. s
Ir Wiratno Ramelan, Ir Teguh Umaratmodjo, Ir Armansyah Munar, Ir Sutardji, Hardoyo, Ir
Arief Munandar, Drs Andjar, Ir Moedjani, ,Ir Soeparto Suleman / Ir Rundariyah, Drs Mulyono
dan tentu masih banyak lagi karena mas Safiun itu pimpinan dari sebuah konsultan
pendidikan SO 900 dan SO 1400 , dan perusahaan pengecoran logam.

Dalam pembicaraan telpun dengan Ir Moedjani yang kini tinggal di Ngunut Tulungagung, ia
sangat terkejut mendengar wafat mas Ismu, dan ia bersaksi betapa mas Ismu sangat gembira
sekali bertemu dengannya maupun dengan banyak kawan lama diperhelatannya mas Safiun yang
disemarakkan oleh kerawitan Jawa dengan campursarinya.

Betapa mas Ismoe sangat akrab dan dihargai dengan masyarakat lingkungannya, terlihat dari
sejak jenazah berada di rumah duka sampai setelah pemakamamnya tak hentinya tamu
berdatangan. Pada pukul 11.30 WIB kemarin jenazah mas Ismu disembahyangkan di Masjid Al
Barkah yang hanya berjarak 200 meter dari rumahnya. Kemudian nampak dua bus ALRI dari
Kodamar membawa para ibu dan bapak yang melayat dan para pemuda yang melancarkan lalu
lintas dari Sunter ke TPU Kemiri Rawangmangun serta sejumlah mobil mengantar dibelakang
mobil jenazah milik ALRI yang berada didepan iringan panjang itu.

Setibanya di TPU Kemiri,nampak hadlir  beberapa kawan dari kalangan LSM dan aktivis HAM,
a.l. Ade Rostina Sitompul, Rini, Stien Djalil, Soeripto, Harry Propatria dan banyak lagi.
Proses pemakaman nampak tak selancar diduga, karena pada hari Sabtu kemarin tercatat ada
sepuluh pemakaman

Hardoyo yang berbicara mewakili keluarga besar almarhum Ismoe Martoyo , menyampaikan
terima kasih kepada RT/RW , badan badan sosial/kekeluargaan dan kedinasan ALRI Kodamar
serta pengurus Masjid Al Barkah serta penghargaan dan terima kasih kepada semua sahabat
dan kenalan dengan segala bantuan moril dan materiilnya kepada keluarga duka yang
melancarkan proses pemakaman almarhum mas Ismoe.

Secara khusus Hardoyo menjelaskan kenapa di nisan pusara Mas Ismoe tertulis nama lengkap
sbb :

Ismoe Martoyo, IG Tedjomartoyo. Ia lahir di Blitar 2/2/1934 dan wafat di Jakarta
23/8/2002.
Ismoe Martoyo itu nama sendiri, IG itu singkatan dari nama ayahnya Ibnoe Goenawan
almarhum, seseorang tokoh pergerakan dari Blitar, dan pernah menjadi  Patih Blitar semasa
jaman revolusi 45 ,maka beliau menyaksikan pembrontakan shodancho Supriyadi melawan
tentara Jepang di Blitar tahun 1944. Sedang Tedjomartoyo, sang kakek, adalah nama seorang
perintis kemerdekaan Indonesia yang semasa kekuasaan kolonial Belanda pernah di buang ke
Boven Digul Irian Jaya. Seperti diketahui di Boven Digul ini pernah dibuang tokoh Mohammad
Hatta dan banyak tokoh komunis a.l. termasuk Ali Archam, Tedjomartoyo dam banyak lagi.

Hardoyo memesankan kepada putra mas Ismu, yakni Maya dan Dedi agar bangga menjadi putera
pak Ismoe, cucu pak Ibnu Gunawan dan buyut dari pak Tedjosoemarto. Karena, betapapun dalam
darah mereka mengalir darah perjuangan bangsa untuk membebaskan negeri ini agar menjadi
tuan rumah dinegeri sendiri. Maya dan Dedi , teruskan perjuangan ayahmu dan para
leluhurmu, dalam semangat trisakti mahkota kemerdekaannya Bung Karno, termasuk perjuangan
kongkret untuk menegakkan demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Itulah warisan terbaik dari
ayahmu, Maya dan Dedi, ucap Hardoyo.

Hardoyo menutup penyampaiannya atasnama semua sahabat mas Ismoe, agar semua keluarga yang
ditinggalkan, terutama mbak Sumiyati agar tabah dan tegar  menerma kenyataan ini dan
selamat jalan kepada mas Ismoe ketempat peristirahatannya yang terakhir nan damai.

Satu persatu kita telah tiada, namun perjuangan untuk kemanusiaan, bangsa dan tanah air
tercinta pasti akan  berjalan terus, dari generasi ke generasi.

Jakarta 25 Agustus 2002.

Laporan Tim Wahana.