[Karawang] PDIP dan Mega: Dicaci-maki Namun Tetap Favorit !

Olga nebo Sylvie Gondokusumo karawang@polarhome.com
Thu Aug 1 01:37:43 2002


MEGA DAN PUBLIC RELATIONS PDIP HARUS KERJA KERAS, JUGA DI PEDESAAN !
oleh Bismo DG

Rupanya segala sumpah serapah, kendati dibalut dgn terminologi "ilmiah" Dan
"jurnalistik" yg dilontarkan pada MSP dan PDIP selama ini tidak mempan.
Bahkan dikalangan yg berpendidikan pun! Inilah inti hasil survei oleh
Center for Political Studies Soegeng Suryadi Syndicated baru-baru ini di
lima kota besar: JKT, Surabaya, Medan, Makassar dan Yogyakarta.

Responden yg 4133 orang terdiri 50% dari tamatan sekolah menengah atas, dan
selebihnya, jadi juga 50%, alumni universitas. Nampaknya lapisan penduduk
yg berpendidikan tak mudah dicekoki oleh SEBAGIAN pakar, yg dinegeri-negeri
mapan demokrasi biasanya netral, namun di RI malah jelas aktif berpolitik.
Menggelikan.

Namun sangat menarik dan HARUS dicermati ialah pendapat masyarakat menengah
bawah, kaum miskin kota maupun juga puluhan juta massa tani dan nelayan yg
anehnya tidak disertakan dlm poll ini. Mereka tidak punya
komputer/internet, jarang baca koran, entah jangkauannya pada TV. Itu semua
karena kepapaan mereka. Jadi jelas mereka sukar untuk dikuliahi oleh para
pakar dan juga media. Dapat disimak dari celotehan Fachry Ali, "pengamat"
politik yg amat mirip dgn pelaku politik itu, kejengkelan bhw masyarakat
kita masih menjalankan "politik tradisional".

Untung sekali beliau tak mengatakan kita masih primitif, bukan sbg
beliau-beliau yg menyandang PhD dari "the States" dan lalu mengira telah
menelan segala wisdom sejagad. Saya yakin bhw dikalangan masyarakat
pedesaan dibumi Pertiwi tercinta ada juga kesanggupan yg dibeberapa bhs
Eropa disebut sbg "akal petani". Ini lain dengan "common sense". Petani yg
nampak lugu mewarisi wisdom tradisional turun temurun bgmn ia harus selamat
(survive) dlm kehidupan keras. Pastilah ia kan survive juga dlm belantara
modernisasi terkini.

MSP bersama dgn BY YUdhoyono mendapat 15,5% sbg calon presiden dan cawapres
di 2004, diikuti A.Rais dan Yustril M. dgn 11,5%. Dlm hal kelayakan parpol
untuk menjalankan negara maka PDIP beroleh 29,4%, lagi dibuntuti oleh
PANnya A. Rais dgn 19,8%. PKBnya Gus Dur, sayang sekali, hanya mendpt 6,6%.
Ini harus dipelajari di PKB/NU!

Disini terlihat bhw paling tidak dilima kota besar itu, kalangan
berpendidikan mulai berpolarisasi antara MSP beserta PDIP disatu fihak, dan
Amien Rais dengan PANnya disisi lain. Kini tandem (pasangan) MSP dan PDIP
yg memimpin, "leading". Kelanjutannya? Quo vadis NKRI?

Dengan visinya untuk membangun masyarakat modern demokratik  PDIP harus
kerja sangat keras untuk mempertahankan kepemimpinannya dengan mengaktifkan
semua kekuatan PR (public relations) nya, dengan cara dan know-how modern,
namun harus menguasai secara canggih psikhologi massa, yang oleh para pakar
ber-PhD dan sebagaian media pencari sensasi, dikatakan "massa tradisional".

Itulah kenyataannya, masyarakat pre-industrial, yang harus dicermati Khusus
dengan pendekatan cara Indonesia pula.

Dalam context ini Megawati Soekarnoputri dengan kharismanya, dilengkapi
dengan team ahli yg telah tampak kebolehannya baik di Kabinet maupun di
DPP, adalah daya tarik sangat ampuh bagi sebagian besar masyarakat.

Hal ini tidak dimengerti oleh sementara pakar, atau tidak mau dimengerti,
terutama oleh para "cendekiawan" yang selama orba terlanjur terbiasa hanya
berupaya untuk mendapat dan mempertahankan kursi empuk basah semata.

Jelaslah, Mega dan seluruh jajaran PDIP harus "turba", turun kebawah juga
dipedesaan. Pula sbg diserukan oleh kawan-kawan dimilis ini, mereka sudah
tiba waktunya merangkul semua parpol dan ormas yg berdasarkan ajaran Bung
Karno, memeluk "PARA MARHAENIS YANG HILANG", membentuk kekuatan
(machtvorming) yang terus siap untuk menang!


xxxxxxxxxxx