[Marinir] Re: [nasional-list] [SP] Elite Sipil Masih Minder Hadapi
TNI
Arif Darmawan
denpasar50 at yahoo.com
Mon Aug 9 11:58:15 CEST 2004
Kalau soal "minder" sih, mungkin, benar, karena selama
lebih dari 30 tahun disubordinasi oleh suatu rezim
militer. Dan selama itu, yang namanya "backing", kan,
mesti "baju hijau". Kagak pernah dengar ada "backing"
kok "baju sipil". Jadi ras "minder" itu keterusan
sampai sekarang.
Kalau soal dwifungsi TNI dan POLRI (dulu namanya
ABRI), ya harus harus dipilah-pilah pengertiannya.
Yang jelas bahwa fungsi pertama adalah pertahanan
untuk TNI dan keamanan untuk POLRI. Lha, fungsi yang
lain apa? Fungsi sosial. Eeeh, jangan keburu komentar
dulu! Baca dulu. Yang saya maksud dengan fungsi sosial
adalah, misalnya, kalau ada bencana alam, ya TNI dan
POLRI harus bantu, wong bantu sesama warga bangsa. Dan
fungsi ini wajar-wajar saja, karena di negara yang
paling kapitalis, seperti AS, sampai ke Republik
Rakyat Tiongkok (yang eks Komunis), fungsi itu juga
dilaksanakan. Tapi ya cuma itu, saja. Jangan melebar
kemana-mana!!! Jadi kagak ada tuh urusan kekaryaan.
Berpolitik? TNI dilarang berpolitik? Wah, nanti dulu!
Kalau yang dimaksud politik praktis, ya, kagak boleh!
Itu jelas-jelas pamali!!!
Tetepi, kalau TNI bersikap menolak, seandainya ada
yang mau mengubah dasar negara Pancasila, itu
boleh-boleh saja. Kalau ada yang mau mengubah NKRI
menjadi RIS, kemudian TNI bersikap menolak, itu mah
boleh-boleh saja. Kalau ada yang mengganti bendera RI,
Sang Merah Putih dengan yang warnanya "obar-abir"
(campuran banyak warna yang kagak karuan), kemudian
TNI bersikap menolak, itu juga boleh. Kalau TNI
menolak separatisme, itu boleh-boleh saja. Klau TNI
menolak upaya penghancuran demokrasi di Indonesia. Itu
juga boleh-boleh saja. Dan itu semua adalah sikap
politik! Artinya, dalam batas2 itu TNI malahan harus
berpolitik.
Artinya dengan memiliki sikap politik, TNI bukanlah
tentara barak yang hanya nurut komandannya (disuruh
nyerbu ke Irak ya mau saja), melainkan tetap Tentara
Nasional Indonesia, malah harus tetap menjadi
tentaranya Rakyat. Selalu melindungi dan
berdharmabakti bagi Rakyat. Artinya kembali kepada
kodratnya, yaitu dilahirkan oleh Rakyat melalui
kelaskaran-kelaskaran. Dan tentara yang model
beginilah yang memiliki Hati Nurani. Kalau tentara
barak tidak punya hati nurani. Mereka adalah robot
yang patuh kepada perintah. Inilah esensi
kemanunggalan TNI-Rakyat. Jadi kemanunggalan bukan
dalam hal dikasih makan Rakyat pada saat perjuangan
menegakkan kemerdekaan. Atau pada saat TNI bikin jalan
dan jembatan atau waduk atau tanggul. Tidak!!!
Ttg "penguasaan teritorial" lebih baik kagak usaha aja
deh! "Teritorinya" mbok seperti TNI-Angkatan Laut,
yang punya Armada Timur dan Armada Barat. TNI-AD cukup
komando-komando saja. Menghapus "pembinaan terotorial"
kagak ada hubungannya dengan "menghapus" kemanunggalan
TNI - Rakyat.
Gitu dulu, komentarku.
AD
===============
--- Hong Gie <ouwehoer at centrin.net.id> wrote:
>
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/08/07/Utama/ut03.htm
>
> SUARA PEMBARUAN DAILY
>
----------------------------------------------------------------------------
> Last modified: 7/8/04
>
> Elite Sipil Masih Minder Hadapi TNI
> JAKARTA - Elite sipil, baik di eksekutif maupun
> legislatif, masih minder
> menghadapi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
> Sehingga dalam pembahasan
> Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara
> Nasional Indonesia (TNI) masih
> muncul pro-kontra, antara lain menyangkut fungsi
> kekaryaan TNI dan struktur
> organisasi lembaga tersebut.
>
> Pernyataan tersebut dikemukakan Direktur Program
> Local Government Studies
> (Logos) Jaleswari Pramodhawardani ketika dihubungi
> Pembaruan, Sabtu (7/8).
>
> ''Saya lihat elite sipil masih minder menghadapi
> TNI. Dalam konteks
> supremasi sipil, seharusnya mereka yang mengatur
> TNI, bukan sebaliknya,''
> tegasnya.
>
> Dikatakan, dalam perdebatan tentang struktur
> organisasi, seharusnya elite
> sipil secara tegas mengatur Panglima TNI berada di
> bawah Menteri Pertahanan.
> Demikian juga menyangkut fungsi kekaryaan. Anggota
> TNI bisa saja menduduki
> jabatan sipil asal tidak ada kalangan sipil yang
> mampu menduduki jabatan
> tersebut dan mereka harus dipensiunkan dari TNI.
>
> Munculnya perdebatan itu, lanjutnya, juga tidak
> terlepas dari adanya
> perbedaan pandangan di tubuh TNI sendiri. Di dalam
> institusi tersebut, ada
> sejumlah jenderal yang tergolong reformis, tetapi
> ada juga yang masih
> konservatif. ''Para jenderal yang konservatif ini
> masih menyimpan romantisme
> masa lalu, sehingga mereka merasa harus terlibat
> dalam berbagai bidang
> kehidupan bangsa karena telah berjasa merebut
> kemerdekaan,'' ujarnya.
>
> Mengingat masa sidang DPR yang sangat pendek,
> Jaleswari kembali meminta agar
> DPR tidak tergesa-gesa membahas RUU TNI dan
> mengesahkannya pada akhir masa
> bakti DPR periode 1999-2004.
>
>
> Berkaitan dengan pembahasan RUU TNI, Ketua DPR Akbar
> Tandjung meminta
> pengertian dari masyarakat agar memberikan
> kesempatan kepada Komisi I untuk
> membahas RUU TNI. Berbagai masukan yang disampaikan
> tentu saja akan menjadi
> bahan pertimbangan bagi anggota DPR. "Sebaiknya kita
> serahkan saja
> pembahasannya kepada Komisi I. Syukur bisa
> diselesaikan di masa sidang
> mendatang. Tetapi kalau materinya membutuhkan
> pendalaman-pendalaman, ya
> tidak mungkin dipaksakan,'' ujar Akbar.
>
> Menurutnya, banyaknya masukan dari masyarakat
> terhadap RUU TNI menunjukkan
> perhatian yang besar kepada institusi tersebut.
> Masyarakat menginginkan TNI
> menjadi tentara yang profesional. ''Semua sepakat,
> profesionalisme menjadi
> essensi keberadaan TNI dan tidak ada lagi
> keterlibatan TNI dalam bidang
> politik, sesuai cita-cita reformasi,'' tegasnya.
>
> Tentang fungsi kekaryaan TNI, Akbar menyatakan
> persoalan itu masih bisa
> dibahas lebih lanjut di Komisi I DPR. ''Dwi fungsi
> dalam pengertian politik
> pasti tidak, karena ada kesepakatan TNI tidak lagi
> berpolitik,'' ujarnya.
>
> Sementara itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
> (PMII) mendesak DOR
> mengembalikan RUU TNI kepada pemerintah. Langkah itu
> harus dilakukan agar
> pemerintah bisa merevisi kembali semua pasal dalam
> RUU tersebut yang
> bertentangan dengan konsep supremasi sipil. ''Kami
> menilai RUU TNI
> mengabaikan supremasi sipil. DPR harus
> mengembalikannya kepada pemerintah
> dan tidak tergesa-gesa membahas RUU TNI dan
> mengesahkannya,'' ujar
> Sekretaris Jenderal PMII Isra D Pramulyo.
>
> PMII mengakui, TNI memang memerlukan instrumen
> politik dan payung hukum
> untuk kepastian tugas, wewenang dan membangun
> profesionalisme. Hanya saja
> pasal-pasal dalam RUU TNI yang saat ini ada di DPR
> tidak sinkron dengan
> paradigma baru TNI yang dikeluarkan pada 1998.
> Pasal-pasal yang dianggap
> bermasalah tersebut adalah menyangkut komando
> teritorial dan pembinaan
> teritorial yang oleh PMII dinilai sebagai bentuk
> upaya TNI memasuki wilayah
> kehidupan masyarakat sipil. Demikian juga dengan
> pasal menyangkut kekaryaan,
> dinilai tidak ada ketegasan anggota TNI aktif untuk
> pensiun jika memasuki
> lembaga sipil, dan pasal kemanunggalan TNI yang
> memberi peluang bagi TNI
> untuk aktif memasuki ruang sosial politik
> sipil.(A-16)
>
>
>
>
>
________________________________________________________________________
Yahoo! Messenger - Communicate instantly..."Ping"
your friends today! Download Messenger Now
http://uk.messenger.yahoo.com/download/index.html
More information about the Marinir
mailing list