[Marinir] Sinkronisasi Perangkat Hukum tentang Keamanan Nasional Indonesia

Hong Gie ouwehoer at centrin.net.id
Sat Feb 7 17:52:27 CET 2004


http://www.tni.mil.id/patriot/i_opini.shtm
Edisi : Oktober 2003

Sabtu, 07 Febuari 2004
OPINI
Sinkronisasi Perangkat Hukum tentang Keamanan Nasional Indonesia
Oleh : Jusuf *)

LATAR BELAKANG

Dewasa ini, penanganan masalah salah Keamanan Nasional di- dilaksanakan
dengan melibat-kan semua pihak melalui forum koordinasi lintas sektor.
Sejalan dengan itu, dalam menangani berbagai ancaman terhadap Keamanan
Nasional yang terjadi selama ini, pemerintah selalu menge-depankan aspek
hukum sebagai koridor kegiatan aparat serta pihak-pihak terkait. Oleh karena
itu, pemerintah secara terus menerus mengupayakan sinkronisasi perangkat
hukum yang jelas dan memadai untuk menangani masalah Keamanan Nasional.
Kejelasan dalam aturan hukum ini diperlukan untuk menghindari mis
interpretasi terhadap penjabaran peran, tugas dan tanggung jawab aparat dan
pihak-pihak yang terkait di lapangan. Berkaitan dengan itu, pemisahan secara
tegas peran TNI dan Kepolisian berdasarkan TAP MPR No. VII tahun 2000, pada
pelaksanaannya sering menimbulkan permasalahan di lapangan, karena adanya
multi interpretasi terhadap makna Keamanan Nasional Indonesia. Untuk
mengatasi multi interpretasi ini, selain disyaratkan kesamaan pemahaman
tentang makna Keamanan Nasional juga diperlukan kesadaran dan jiwa besar
semua pihak untuk tidak memper-tentangkan peran TNI, Polri dan pihak-pihak
terkait secara berlebihan. Dalam hal ini, yang perlu lebih dikedepankan
adalah bagaimana suatu tujuan bersama (common goals) dapat tercapai yakni
terciptanya kondisi Keamanan Nasional yang didambakan semua pihak.

PERMASALAHAN POKOK

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan pokok yang dihadapi
adalah bagaimana mengupayakan sinkronisasi perangkat hukum tentang Keamanan
Nasional.

ANALISIS

Pengertian umum Keamanan Nasi-onal (national security) Fungsi Keamanan
Nasional (national security) pada hakekatnya adalah himpunan berbagai
kegiatan untuk menjamin dan meningkatkan kondisi kualitas kehidupan sosial
kemasyarakatan sebuah negara bangsa (nation state). Fungsi ini dijabarkan ke
dalam fungsi yang lebih spesifik yaitu:
- Fungsi keselamatan masyarakat (public safety),
- Fungsi perlindungan masyarakat (community protection),
- Fungsi ketertiban umum, penegakan hukum dan ketertiban
masyarakat (law enforcement and good order).
- Fungsi pertahanan nasional (national defence).
Dengan demikian maka fungsi Keamanan Nasional cakupannya amat luas dan
beragam. Pengertian Keamanan Nasional yang sangat luas ini kadang sering
diartikan sempit dan menjadi rancu ketika keamanan dan ketertiban
masya-rakat diberi label keamanan saja. Pengertian keamanan seharusnya
tidak berdiri sendiri, karena mempunyai pengertian yang berbeda dan spesifik
bila mempunyai atribut tertentu. Atribut itulah yang membedakan konteks
dan bobot dari makna keamanan itu sendiri. Beberapa contoh konkrit
misalnya keamanan global (global security), keamanan regional (regional
security), keamanan manusia (human security), keamanan dalam negeri
(internal security), keamanan dan ketertiban masyarakat (public security
and good order).
Mengalir dari logika ini maka penggunaan kata keamanan tanpa atribut,
menjadi netral, artinya ia tidak menjadi bagian apapun dan siapapun, ia
hanya menunjukkan tentang kondisi yang tidak jelas tentang/perihal apa.
Oleh sebab itu penggunaan kata keamanan sebaiknya lengkap dengan
atributnya sehingga ia menjadi jelas menerangkan tentang apa dan atau
siapa.
Mengalir dari pengertian di atas Keamanan Nasional adalah sebuah
spektrum keadaan yang menggambarkan kondisi keamanan sebuah masyarakat,
bangsa dan negara.
Kondisi ini berubah dinamik bergantung kepada keberhasilan para
penyelenggara pemerintahan negara dalam mengendalikan berbagai ancaman
yang mempengaruhi kondisi Keamanan Nasional itu yaitu ancaman.
Ancaman itu sendiri mempunyai hakekat majemuk (the nature of threat).
Ancaman dapat ber-bentuk fisik atau non fisik, konvensional atau non
konvensional, global atau lokal, segera (immediate) atau mendatang (future),
potensial atau
aktual, militer atau non militer, langsung atau tak langsung, dengan
kekerasan bersenjata atau tanpa kekerasan bersenjata, ancaman perang tak
terbatas atau perang terbatas, datang dari luar negeri atau dari dalam
negeri. Atas dasar pertimbangan ini banyak negara yang melengkapi instrumen
pengaturnya dengan Undang-undang tentang Keamanan Dalam Negeri (Internal
Security Act/ISA) seperti Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Amerika
Serikat baru saja menerbitkan ISA. ISA adalah instrumen pengatur untuk
men-dukung tindakan cepat otoritas Keaman-an Nasional dalam menanggulangi
gangguan keamanan dalam negeri yang disebabkan oleh ancaman non tradisional.
Sebenarnya baik Singapura, Malaysia maupun Thailand "meniru" Indonesia yang
telah sejak lama mempunyai Undang-undang tentang Anti Subversi guna
menanggulangi ancaman non tradisional, namun seiring dengan gencarnya
reformasi nasional UU ini dianggap sangat represif dan melanggar HAM
sehingga UU ini kemudian dicabut. Mengalir dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa secara universal banyak negara melengkapi manajemen
Keamanan Nasionalnya dengan beberapa instrumen pegatur seperti UU
tentang Keamanan Nasional (NSA), UU tentang Keamanan Dalam Negeri
(ISA), UU tentang Intelijen Negara, UU tentang Keadaan Darurat/Emergency
Act,  UU tentang Kepolisian, sebaliknya belum ada negara mempunyai UU
tentang Pertahanan Negara kecuali Indonesia paska reformasi. Pada masa lalu,
UU tentang Pertahanan Keamanan Negara RI dapat disetarakan dengan NSA.

Perubahan produk peraturan per-undang-undangan tentang Pertahanan Keamanan
Negara

Pengertian awal tentang Hankamneg RI adalah satu nafas, holistik dan
integral dalam penyelenggaraan Pertahanan dan Keamanan Negara RI yang
merupakan satu kesatuan yang utuh dalam arti bahwa penyelenggaraan Hankamneg
diarahkan pada satu tujuan yang integral. Salah satu permasalahan di masa
lalu
adalah mengintegrasikan Polri ke dalam tubuh ABRI dalam satu komando
dan satu doktrin. Hal inilah yang kemudian menimbulkan bias bahwa Polri
adalah kombatan, mengikuti budaya militer, mempunyai tatalaku militer yang
berarti menyimpang dari hakekat keberadaannya sebagai non kombatan, atau
civilian police. Secara universal Polisi tak dapat di-identikan dengan
tentara karena ke- beradaannya sangat berbeda. Konvensi Hukum Internasional
tentang konflik bersenjata yang telah diratifikasi RI membedakan Tentara dan
Polisi ke dalam kombatan dan non kombatan. Tentara tunduk pada hukum militer
dan dalam keadaan tertentu tunduk pada hukum sipil, sedangkan Polisi hanya
tunduk pada hukum sipil saja. Habitat Tentara dan Polisi sama sekali
berbeda,
dimana Polisi adalah penegak hukum dan pembasmi kejahatan/kriminalitas,
subyek dan obyek hukumnya adalah individu, instrumen utamanya adalah hukum.
Tentara ber-kaitan dengan kekerasan bersenjata, penegak kedaulatan negara,
subyek dan obyek hukumnya adalah negara bangsa (nation state), instrumen
utamanya adalah sistem senjata untuk menjamin kedaulatan dan kewibawaan
bangsa dan negara. Perubahan internal yang dilakukan oleh TNI dan Polri
antara
lain berupa revisi berbagai undang-undang, doktrin, petunjuk lapangan dan
petunjuk teknis serta pemuliaan profesionalisme TNI dan Polri yang pada
kenyataannya memakan waktu cukup lama, sehingga hasilnya belum mampu
mengimbangi dinamika perubahan dan tuntutan masyarakat yang serba cepat.
Akibat di lapangan, pemulihan citra TNI dan Polri mengalami hambatan yang
cukup serius.
Apabila hal ini tidak diimbangi dengan tekad yang sungguh-sungguh dari
Lembaga Legislatif dan Eksekutif untuk segera melakukan penataan produk
peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Keamanan Nasional dan menuangkannya
ke dalam undang-undang yang lebih rinci, bukan hal yang luar biasa apabila
TNI dan Polri pasif dalam menanggapi berbagai situasi konflik yang
berkembang di masyarakat. UU No. 20/1982 tentang Ketentu-an-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara RI semula merupa-kan induk dari UU No. 28/1997
tentang Polri. Dengan terbitnya Ketetapan MPR No. VI dan VII/MPR/2000 muncul
image seolah-olah UU No. 20/1982 direvisi menjadi UU No. 2 tahun 2002
tentang Polri dan UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI dalam
kedudukan yang setara. Hal ini lebih diperkuat oleh adanya kenyataan bahwa
Kapolri dan Menhan berada langsung di bawah Presiden. Pada konteks ini maka
permasalah-an berawal dari pemisahan TNI dan Polri yang diterjemahkan secara
pragmatis dengan memisahkan istilah Pertahanan Keamanan Negara sebagai satu
kesatuan yang utuh menjadi Pertahanan dan Keamanan sebagai dua idiom yang
sama sekali terpisah. Lebih tragis lagi ketika pertahanan adalah melulu
tugas dan fungsi TNI, sedangkan keamanan adalah melulu tugas dan fungsi
Polri.
Gambaran kronologisnya dapat ditelusuri dari rumusan yang terkandung
dalam instrumen pengatur yang tidak konsisten untuk materi yang sama yang
dituangkan dalam beberapa pasal berbeda di dalam satu produk hukum yang sama
dan atau antar produk hukum yang berbeda.
Pada awalnya terbit terlebih dahulu TAP MPR yang mengatur TNI dan Polri
yaitu TAP MPR No. VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri, TAP MPR
No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri. Inkonsistensi materi yang
terkandung dalam kedua TAP tersebut dan UUD 1945 sampai perubahan keempat
antara lain:

   1. TAP MPR No. VI/MPR/2000 antara lain dimuat pada pasal 2 yaitu pada
ayat,
- TNI adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara.
- Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan.
- Dalam hal keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan, TNI dan
Polri harus bekerja sama dan saling membantu.
Catatan analisis, Penggunaan istilah keamanan disini berbeda dengan istilah
yang selama ini digunakan untuk dan oleh Polri yaitu berperan dalam keamanan
dan ketertiban masyarakat. Penggunaan istilah ini dapat dilihat pada KUHP,
KUHAP, UU tentang Polri sebelumnya. Pada UUD 1945 pada pasal 30 ayat (4)
dinyatakan bahwa Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat..... dst. Secara umum selama ini di Indonesia telah
lazim dikenal beberapa istilah baku yaitu pertahanan keamanan negara,
keamanan dalam negeri, keamanan dan ketertiban masyarakat. Dari sinilah awal
kerancuan penggunaan istillah pertahanan dan keamanan sebagai dua istilah
berbeda yang terkandung dalam TAP MPR ini. 2. TAP MPR No. VII/MPR
/2000 antara lain menyatakan:
- Pada pasal 1 ayat (2), TNI berperan sebagai komponen utama sistem
pertahanan negara. Catatan analisis, Istilah ini sama sekali baru sehingga
dapat mengaburkan istilah sebelumnya dan masih tercan-tum dalam pasal 30
yaitu sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishan-kamrata).
- Pada pasal 6 ayat (1) menyata-kan bahwa Polri merupakan alat negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Catatan
analisis, kembali di sini digunakan istilah baku yaitu kamtibmas.
3. UUD 1945 amandemen/perubah-an keempat antara pada Bab XII pasal 30
pada ayat (2), dan (4) masing-masing menyatakan bahwa:
- Usaha pertahanan dan ke-amanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan
utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
- Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Catatan analisis, dapat memberi kesan bahwa sishankamrata terdiri dari
sishan (rata) dengan TNI sebagai komponen utama dan siskam (rata) dengan
Polri sebagai komponen utama.
4. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI mengandung beberapa
substansi yang inkonsisten antara lain dapat dibaca pada:
-l Konsideran menimbang butir b yaitu bahwa pemeliharaan keamanan dalam
negeri melalui upaya pe-meliharaan kamtibmas, penegakan hukum,...........
dan seterusnya ......... dilakukan oleh Polri. Catatan analisis, diktum ini
dapat mengubah operasi keamanan dalam negeri yang selama ini dilaksanakan
melalui operasi intelijen, operasi tempur, operasi teritorial dan operasi
kamtibmas.
- Pasal 1 butir 5 yaitu keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu
kondisi dinamis masyarakat sebagai ........... dst Catatan analisis, kembali
disini digunakan istilah baku kamtibmas.
- Pasal 2 menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat. Catatan analisis, kembali disini menggunakan istilah baku yaitu
Kamtibmas. Instrumen pengatur idealnya adalah seperangkat patokan-patokan
baku yang konsisten agar dapat menjamin kepastian penerapannya di lapangan.
Penggunaan istilah, pengertian, redaksi, substansi yang tidak konsisten
dapat menimbulkan keraguan para pelaksana tugas di lapangan.

PEMECAHAN MASALAH
Konsep Dasar Pemecahan masalah sinkronisasi perangkat hukum Keamanan
Nasional dilakukan secara konseptual, dengan memperhatikan :
- Tetap berpedoman pada :
  Kaidah filosofi hukum (Panca-sila dan Undang-Undang Dasar 1945).
  Pengalaman sejarah.
  Norma dan nilai yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
- Perubahan lingkungan strategis.
-.Itikad sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan sesuai yang
   dicita-citakan.
-.Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang---undangan sebagai-mana
  diatur dalam TAP MPR No. III/MPR/2000.
-. Azas tujuan, cita-cita masa depan untuk mewujudkan Civil Society.
-. Konsisten dengan istilah/definisi dan lingkup bahasa mengenai Keamanan
   Nasional.

Alternatif Pemecahan
Alternatif pertama,
- Membangun sistem Keamanan Nasional dengan sub sistemnya adalah keselamatan
   masyarakat, perlindungan masyarakat, penegakan hukum, ketertiban umum,
dan
   ketertiban masyarakat serta pertahanan.
- Membudayakan istilah Keamanan Nasional (kamnas) sebagai pengganti istilah
   hankamnas, unsurnya adalah semua fungsi pemerintahan negara kecuali
   kesejahteraan nasional.
- Mengkaji ulang perangkat hukum tentang Keamanan Nasional, menyusun pokok
   pokok pikirannya, naskah akademiknya untuk kemudian disiapkan draft
   amandemen pasal 30 UUD 1945, perubahan TAP MPR No. VI dan VII/2000
   serta UU baru tentang Keamanan Nasional sebagai pengganti UU No. 2 dan 3
   tahun 2002.
- Merumuskan perangkat hukum tentang fungsi Intelijen Negara, Keadaan
   Darurat (pengganti UU No. 23/Perpu tahun 1959), serta Keamanan Dalam
   Negeri (setara ISA)

Alternatif kedua,
- Mempertahankan istilah pertahanan negara serta keamanan dan ketertiban
   masyarakat, menghindari sejauh mungkin penggunaan istilah keamanan secara
   tunggal/tanpa atribut untuk menunjuk-kan kontekstualitasnya.
- Mengkaji ulang perangkat hukum tentang pertahanan dan keamanan serta
   ketertiban masyarakat. Menyusun pokok pokok pikirannya, naskah
   akademiknya untuk kemudian disiapkan draft peng-gantinya mulai dari pasal
   30 UUD 1945, TAP MPR No. VI dan VII/2000 serta UU No. 2 dan 3
   tahun 2002.

Langkah yang Ditempuh

Guna menunjang hal di atas diperlu-kan langkah pemecahan sebagai berikut :
- Menghimpun semua pengalaman para aparat Keamanan Nasional selama
   implementasi di lapangan, menyusun bahan evaluasi dan tindakan korektif
   yang diperlukan.
- Menyusun kelompok kerja khusus untuk melakukan penelitian lapangan,
   menghimpun data dan fakta kemudian membuat bahan masukan bagi proses
   evaluasi dan validasi akademik.
- Mengkaji kembali semua produk pengatur yang berkait dengan Keamanan
Nasional. Kajian dilakukan dibawah koordinasi Komisi Konstitusi, pelaksana
langsung adalah Badan Pengembangan Hukum Nasional bekerja sama dengan
Departemen/LPND terkait, melibatkan jalur aspiratif (Parpol, LSM,
perorangan), jalur akademik (para pakar, akademisi, pengamat) dan jalur
empirik (birokrat dari Dephan, Mabes TNI, Mabes Angkatan, Mabes Polri, BIN).
Fokus utamanya adalah sinkronisasi substansi/materi hukum yang selama ini
dinilai tumpang tindih, inkonsisten dan menimbulkan multi interpretasi.
Hasilnya disosialisasi-kan terlebih dahulu sebelum diproses lanjut pada
tingkat legislatif.
- Menyusun Pokok-Pokok Pikiran dan Naskah Akademik tentang sinkronisasi
berbagai instrumen pengatur berkait dengan Keamanan Nasional.
- Menyusun Draft berbagai materi/substansi penting secara paradigmatis
sebagai bahan masukan bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan
berkait dengan Keamanan Nasional mulai dari Pasal 30 UUD 1945, TAP MPR,
UU tentang Keamanan Nasional, UU tentang TNI, UU tentang Polri, UU tentang
Intelijen Negara, UU tentang Keadaan Darurat, UU tentang Keamanan Dalam
Negeri (setara ISA). Demikianlah pokok pokok pikiran tentang upaya
sinkronisasi produk perangkat hukum yang berkaitan dengan Keamanan Nasional
sebagai bahan pertimbangan selanjutnya dalam mem-bangun Keamanan Nasional
Indonesia yang lebih relevan dan mutakhir.

*) Pusat Pengkajian Strategi Nasional)


















More information about the Marinir mailing list