[Nasional-m] Mengapa Pejabat Harus Jadi Pramuka?

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue Aug 13 23:36:02 2002


Suara Merdeka
Rabu, 14 Agustus 2002 Karangan Khas

Mengapa Pejabat Harus Jadi Pramuka?
Oleh: Trimo

"PRAMUKA siapa yang punya, pramuka siapa yang punya, pramuka siapa yang
punya, yang punya kita semua." Nyanyian tersebut sering menggema di telinga
masyarakat, bukan hanya anggota pramuka, melainkan juga semua "orang" yang
berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jika dicermati, kata kita pada lagu di atas seakan-akan memberikan
pemahaman, pramuka adalah milik seluruh warga negara Indonesia tanpa
kecuali. Dalam konteks yang aplikatif, pemakaian kata kita juga mengandung
muatan "pemaksaan" kepada setiap orang, mau tidak mau, suka tidak suka,
harus mengakui pramuka memang milik semua.
Benarkah demikian? Bukankah hal tersebut hanya lagu? Sejauh manakah
pemaksaan tersebut mengkristal dalam gerakan pramuka? Setidaknya, pertanyaan
tersebut patut untuk disikapi secara kritis karena fenomena yang berkembang
di lapangan, pramuka bukan milik kita semua, melainkan hanya milik kami.
Dalam konteks pemahaman tentang pemaksaan yang menggejala di tubuh gerakan
pramuka, saya memahami hal itu sebagai sesuatu yang membelenggu gerakan
pramuka sehingga membuat satu-satunya organisasi yang berhak
menyelenggarakan pendidikan kepanduan tersebut, hanya menjadi robot.
Secara sederhana pemaksaan yang mudah dilihat adalah jabatan majelis
pembimbing. Seorang camat wajib menjadi ketua majelis pembimbing ranting,
bupati/wali kota wajib menjadi ketua majelis pembimbing cabang, gubernur
wajib menjadi ketua majelis pembimbing daerah, dan presiden wajib menjadi
ketua majelis pembimbing nasional, terlepas suka atau tidak suka, mau atau
tidak mau, mampu atau tidak mampu, serta mencintai dunia pramuka.
Cari Dukungan
Pemaksaan pejabat teras di suatu wilayah secara otomatis untuk menjadi ketua
majelis pembimbing gerakan pramuka sebenarnya merupakan upaya pramuka
mendapat dukungan dari berbagai pihak dan menjadikan pramuka sebagai
superhero di antara organisasi lain.
Kemudahan dalam birokrasi dan kucuran dana, itulah sebenarnya yang merupakan
muara dari pemaksaan para pejabat tersebut. Bukan hanya itu, gerakan pramuka
juga melebarkan sayap ke berbagai dimensi kehidupan. Mereka yang senang di
bidang kedirgantaraan dibina di saka dirgantara, pariwisata dibina saka
panduwisata, kepolisian dibina saka bayangkara, kehutanan dibina saka
wanabakti, pertanian dibina saka taruna bumi, dan saka-saka lain.
Dalam dunia pendidikan pun, sekolah diwajibkan memiliki gugus depan, baik
itu SD, SLTP, SMU/SMK, maupun perguruan tinggi. Bahkan di desa, gerakan
pramuka menyediakan tempat pembinaan di gugus depan teritorial walau banyak
kepala desa/kelurahan tak paham hal tersebut.
Orang-orang yang lanjut usia pun diberi wadah khusus dalam pembinaannya
dalam pandu wreda dan hiprada.
Kekuatan yang merata secara kuantitatif itulah yang menjadikan pramuka
selalu berbangga diri. Apalagi kenyataan di lapangan, tidak ada satu
organisasi pun yang mampu mengungguli pramuka dalam hal keanggotaan,
keterlibatan pejabat pemerintah, dan dukungan dana.
Kepemimpinan Kekuasaan
Dalam konteks pemahaman tentang organisasi, D Hampton dalam Cribbin (1990)
mengatakan, paling tidak ada enam jenis organisasi, yakni (1) kebapakan yang
menempatkan pemimpin sebagai pembantu, pengayom, dan manipulator halus, (2)
birokratis yang mensyaratkan pemimpin sebagai pemelihara, (3) autokratis,
merupakan potret pemimpin yang mau berkuasa, (4) berwenang berhubungan
dengan pemimpin sebagai direktur eksekutif, (5) konsultatif, mencirikan
pemimpin dalam organisasi sebagai katalisator, pendukung, suka mempermudah,
dan (6) inovatif menempatkan pemimpin sebagai penggiat dan integrator.
Jika ditelaah lebih mendalam, gerakan pramuka merupakan perpaduan jenis
organisasi kebapakan dan konsultatif. Hal tersebut diindikasikan dari
keberadaan gerakan pramuka dewasa ini, yang lebih memercayakan suatu
kepemimpinan berdasarkan kekuasaan, karisma, kepercayaan, dan keteladanan.
Bukan berdasarkan keahlian dan persetujuan rasional layaknya jenis
organisasi yang inovatif.
Menurut pendapat saya, sudah saatnya gerakan pramuka berparadigma baru
dengan mengelola organisasi secara inovatif dengan mementingkan kualitas,
partisipasi, tekad bersama, dan mengoptimalkan peran gugus depan di setiap
tingkatan pramuka.
Hal ini karena stakeholder gerakan pramuka adalah orang-orang yang memahami
secara komprehensif terhadap tata nilai yang berlaku di dalamnya, bukan
mereka yang dipaksa untuk memahami tata nilai tersebut dalam rentang waktu
yang relatif pendek dan mendadak.
Paradigma baru gerakan pramuka dengan format inovatif tentu memerlukan
pemahaman yang rasional, bukan emosional. Hal tersebut dilandasi
perkembangan gerakan pramuka yang ke depan, yang harus mandiri dan terbebas
dari belenggu ikatan kekuasaan. Format baru yang inovatif tersebut berakar
dari pentingnya kreativitas gerakan pramuka dalam merumuskan segala bentuk
kegiatan.
Arti penting kreativitas dalam pembinaan pramuka juga didasari atas
keminiman keterampilan pembina dalam menumbuhkembangkan kemampuan anggota
gerakan pramuka.
Sering kita lihat, ketika seorang pembina pramuka berada di tengah-tengah
peserta didiknya dan hendak menyanyi bersama sebagai pembuka pertemuan,
sudah pasti lagu yang muncul adalah "di sini senang, di sana senang, di
mana-mana hatiku senang". Mengapa harus itu? Tidakkah ada lagu lain?
Kreativitas
Pramuka dengan paradigma baru yang menekankan kreativitas merupakan wujud
penerapan nilai-nilai dasar gerakan pramuka. Paling tidak ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan jika gerakan pramuka ingin memberikan kontribusi
nyata terhadap kelangsungan pembangunan.
Pertama, keberanian untuk mandiri dan terlepas dari ikatan kekuasaan.
Walaupun terasa berat, hal tersebut merupakan upaya awal dalam menumbuhkan
kreativitas gerakan pramuka sehingga pramuka tidak dicap sebagai organisasi
milik pemerintah. Konsekuensi logisnya adalah tidak perlu mewajibkan pejabat
pemerintah menjadi ketua majelis pembimbing.
Kedua, memperkuat keberadaan gugus depan yang merupakan inti segala bentuk
pembinaan pramuka dengan memberikan kebebasan dan kreativitas dalam merumusk
an kegiatan yang bermanfaat bagi pramuka.
Ketiga, membekali pembina pramuka dengan kegiatan yang kreatif, inovatif,
dan menyenangkan sehingga tidak terpaku pada pola-pola kebiasaan lama.
Berbagai variasi teknik pembinaan, nyanyian, dan tepuk yang merupakan inti
pembinaan pramuka perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara berkala dengan
pertemuan pembina (karang pamitran).
Keempat, mengaktifkan peran serta masyarakat sebagai salah bentuk
membudayakan pramuka dengan serangkaian kegiatan bakti sehingga pramuka
memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Empat hal di atas dapat dijadikan pijakan dalam paradigma baru gerakan
pramuka sehingga dapat meningkatkan eksistensi gerakan pramuka menuju
kemandirian dan kreativitas. Saptakarsa Utama Gerakan Pramuka memang pernah
dirumuskan pada tahun 2000 sebagai wujud paradigma baru dalam pembinaan
pramuka. Namun, pada tahap implementasi paradigma tersebut tidak berhasil
mencapai sasaran yang ditetapkan. (18c)
-Trimo SPd, mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pendidikan Unnes dan Pengurus
Kwarcab Gerakan Pramuka Kabupaten Kendal