[Nasional-m] Pengadilan Kasus HAM Timtim Dinilai Tidak Serius

Ambon nasional-m@polarhome.com
Sun Aug 18 22:12:03 2002


Suara Karya

Pengadilan Kasus HAM Timtim
Dinilai Tidak Serius

Senin, 19 Agustus 2002
JAKARTA (Suara Karya): Pengadilan HAM Ad Hoc kasus Timtim dinilai tidak
serius dalam mengadili pelaku pelanggaran HAM berat. Apalagi putusan majelis
hakim antara yang satu sama lain kontradiktif dan tidak konsisten, sehingga
terkesan ada diskriminasi dalam menjatuhkan hukuman.
Sementara itu vonis Abilio 3 tahun penjara dinilai keanehan, karena dalam UU
No 26 Tahun 2000, hukuman minimal bagi terdakwa pelanggaran HAM berat adalah
10 tahun.
Demikian rangkuman pendapat Wakil Direktur LBH Jakarta Daniel Panjaitan,
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Ifdal
Kasim, Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Ketua PBHI Hendardi di Jakarta,
Kamis dan Jumat. Mereka menanggapi vonis majelis hakim Pengadilan HAM Ad Hoc
kasus Timtim yang berbeda satu sama lain.
Majelis hakim yang diketuai Ny Marni Emmy Mustafa, Rabu (14/8), menjatuhkan
hukuman 3 tahun penjara terhadap mantan Gubernur Timtim itu. Sementara itu
majelis hakim yang diketuai Andi Samsan Nganro, Kamis (15/8), membebaskan
mantan Kapolda Timtim Brigjen (Pol) GM Timbul Silaen. Demikian juga majelis
hakim yang diketuai Cicut Sutiarso membebaskan mantan Bupati Covalima-Suai
Herman Sedyono dan kawan-kawan.
Menurut Daniel, majelis hakim tampaknya kurang mengetahui apa yang dimaksud
dengan kejahatan kemanusiaan, sehingga keputusan yang diambil saling
bertentangan antara majelis hakim yang satu dengan yang lainnya. "Sikap
majelis hakim yang memvonis 3 tahun adalah politik pengampunan yang sangat
kasar dan akan berimplikasi merusak sistem hukum sekaligus menghancurkan
eksistensi pengadilan HAM yang akan menambah makin carut marutnya sistem
hukum di Indonesia, "kata Daniel.
Sementara itu Ifdal Kasim mengatakan, putusan yang membebaskan mantan
Kapolda Timtim Brigjen Timbul Silaen dan mantan Bupati Covalima Herman
Sedyono, disebabkan ketidakseriusan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal ini akan
memperjelas keragu-raguan masyarakat internasional terhadap kapasitas hakim
dan jaksa Indonesia menangani kasus HAM.
"Apalagi proses persiapannya sangat terbatas dan terburu-buru. Banyak sekali
keganjilan yang muncul pada proses persidangan, yang sebetulnya menunjukkan
kelemahan, terutama para jaksa. Putusan bebas ini menyakinkan masyarakat
terhadap apa yang diragukan sebelumnya, "kata Ifdal.
Menurut Ifdal, putusan bebas ini akan menjadi preseden bagi persidangan
berkas perkara sedang disidangkan. Itu artinya, persidangan berikutnya sudah
pula dapat diduga hasilnya.
Aneh


Sementara itu Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Ketua PBHI Hendardi
menilai, hukuman tiga tahun penjara terhadap Abilio Soares merupakan vonis
aneh. Sebab, batas minimal hukuman untuk kejahatan kemanusiaan sebagaimana
ditentukan di dalam Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
adalah 10 tahun. Karena itu, kalau Abilio Soares memang tidak terbukti
bersalah, majelis hakim mestinya membebaskannya, bukan dengan memvonis di
bawah batas minimum yang digariskan oleh UU.
Mantan Hakim Agung ini memperkirakan, ada dua kemungkinan sehingga majelis
hakim memvonis Abilio tiga tahun penjara. Pertama, majelis hakim sengaja
menabrak pasal-pasal dalam UU No 26/2000. Kedua, majelis hakim melihat
kesalahan Abilio pada pasca jajak pendapat di Timtim itu bukan sebagai
kejahatan terhadap kemanusiaan, melainkan sebagai kasus pembunuhan biasa
sehingga melandasi putusannya dengan KUHP.
Tetapi, alternatif kedua ini juga tidak mungkin. Sebab, dengan
disidangkannya Abilio di Pengadilan HAM berarti yang menjadi dasar
persidangan tersebut adalah UU No 26/2000. Ia mengatakan, apa pun
pertimbangannya majelis hakim seharusnya tidak menjatuhkan vonis hukuman di
bawah batas minimum yang digariskan undang-undang. Jika majelis hakim memang
tidak bisa membuktikan kesalahan Abilio terhadap dakwaan jaksa, mestinya
terdakwa dibebaskan saja.
Djoko khawatir masalah ini akan dipertanyakan oleh pihak internasional
(PBB), sebab secara hukum pihak internasional mempunyai alasan untuk
mempertanyakannya dan secara kemanusiaan putusan tersebut bisa dinilai
terlalu ringan. "Secara pribadi saya berpendapat, kalau memang tidak
terbukti, bebaskan saja. Daripada nabrak ketentuan batas minimum hukuman,"
tuturnya.
Ketua PBHI Hendardi mengatakan kalau Abilio memang terbukti bersalah, maka
hukumannya adalah batasan hukum yang digariskan UU No 26/2000 adalah 10
tahun ke atas. Sebaliknya, jika tidak terbukti bersalah, maka ia harus
dibebaskan."Hukuman tiga tahun itu tidak tidak bisa dikategorikan
seolah-olah hakim bisa menciptakan suatu hukuman baru di luar standar yang
telah diberikan undang-undang. Sebab, itu bisa diartikan bahwa hakim melawan
undang-undang," tuturnya. (A-8/L-2)