[Nasional-m] Menguak Masalah Pengangguran

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue Oct 1 23:48:03 2002


Suara Karya

Menguak Masalah Pengangguran
Oleh Faisal Baasir

Rabu, 2 Oktober 2002
Pengangguran kini telah menjadi masalah terbesar di negeri ini. Bahkan lebih
besar dari konflik politik yang terjadi di Indonesia, belakangan terakhir
ini. Anehnya, di tengah meledaknya angka pengangguran, kehidupan kaum jet
set sepertinya juga tidak berkurang. Bahkan kesenjangan antara yang kaya dan
miskin terlihat semakin kentara, terutama di kota Ibukota Jakarta. Hal ini
bisa dilihat dari banyaknya pengemis, gelandangan, yang bergentayangan,
namun mobil mewah sekelas Jaguar dan Ferrari bebas berseliweran.
Harus diakui, hingga kini telah terjadi akumulasi dari jumlah penduduk yang
tidak mendapat pekerjaan. Sebelum krisis, tingkat pengangguran hanya 4,7
persen. Sementara setelah krisis meningkat lagi menjadi 8,1 persen pada
tahun 2001 lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya (2000) yang mencapai 6,1.
Data terakhir sebagaimana pernah diungkapkan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Jacob Nuwa Wea menunjukkan, pengangguran di Indonesia sekarang
ini telah mencapai 36,9 juta orang. Delapan juta orang di antaranya
merupakan penganggur terbuka dan selebihnya setengah menganggur. Jumlah itu
ditambah lagi dengan 2-3 juta penganggur baru yang memasuki dunia kerja
setiap tahun, dan ratusan ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terpaksa
kembali ke Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penganggur terbuka adalah mereka yang
sama sekali tak memiliki pekerjaan. Sedangkan setengah penganggur adalah
mereka yang bekerja kurang 35 jam per minggu dan masih mencari pekerjaan.
Jika dilihat dari komposisi pengangguran yang ada, angka pengangguran
tertinggi terjadi pada kelompok masyarakat usia muda (15-24 tahun) serta
kelompok marginal (pekerja di sektor informal). Penyebabnya antara lain,
karena banyak perusahaan yang melakukan PHK setelah tak mampu lagi
menanggung biaya operasional.
Selain itu, kualiatas angkatan kerja yang ada juga masih rendah. Sebagai
gambaran, persentase angkatan kerja yang berpendidikan sekolah dasar
mencapai 60 persen dari total angkatan kerja yang mencapai 144 juta orang.
Sementara persentase angkatan kerja yang telah mengenyam pendidikan tinggi
kurang dari 2,5 persen.
Sebatas Teori


Harus diakui, Pemerintah hingga kini tidak memberi banyak perhatian atau
prioritas kepada masalah pengangguran. Hal ini bisa dilihat dari nasib TKI
yang berada di Nunukan. Belum lagi, penganggur yang yang sudah ada
sebelumnya.
Sementara, kinerja perekonomian juga belum menunjukkan prestasi yang
meng-gembirakan. Hal ini berarti belum bisa menjadi berita baik bagi para
penganggur. Banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa untuk dapat menyerap
tenaga kerja baru yang jumlahnya kurang lebih 2 juta jiwa per tahun maka
ekonomi harus tumbuh kurang lebih 6 persen. Tentu saja ini masih sekedar
berteori, namun praktiknya sulit dicapai.
Bahkan dalam APBN 2002 pemerintah menargetkan adanya pertumbuhan ekonomi
empat persen dengan asumsi akan tercipta 1,5 juta lapangan kerja baru.
Seorang ekonom dari Morgan Stanley, Anita Chung, meramalkan target
pertumbuhan itu, jika tercapai, tak cukup untuk menyelesaikan persoalan
pengangguran.
Demikian pula, laju investasi yang diharapkan dapat memecahkan problem
pengangguran juga belum bisa diharapkan. Pemerintah seharusnya mengupayakan
investasi, baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) agar kembali berjalan. Sayangnya, iklim usaha sama
sekali tidak kondusif untuk menarik investasi baru. Padahal investasi sangat
diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja. Tanpa investasi masalah
pengangguran akan bertambah.
Untuk itu, pemerintah seharusnya duduk bersama dengan para pengusaha. Pelaku
usaha perlu diajak bersama, mencari konsep dan strategi yang tepat untuk
mencari jalan ke luar dari masalah pengangguran ini. Pemerintah tidak bisa
menerapkan kebijakan tanpa melibatkan pelaku usaha karena pengusaha yang
nanti akan menjalankan kebijakan tersebut.
Melihat persoalan pengangguran sudah demikian kronis, maka Pemerintah perlu
memberikan prioritas terhadap masalah ini. Strategi dan kebijaksanaan yang
ditempuh Pemerintah harus merupakan bagian dari proses pencerdasan kehidupan
bangsa secara politik, serta proses pemberdayaan masyarakat secara ekonomi.
Sebab, dampak dari pengangguran bisa meluas seperti masyarakat tidak dapat
memaksimumkan kemakmuran, menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang,
dan tidak dapat menggalakkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pengangguran juga berdampak secara individu dan masyarakat
seperti menyebabkan kehilangan mata pencaharian, menyebabkan kehilangan
keterampilan dan menimbulkan ketidakstabilan politik dan sosial. Lebih dari
itu, ledakan pengangguran bisa memicu timbulnya tindakan kriminalitas, dan
bukan tidak mungkin menimbulkan revolusi jika tidak segera dicari jalan
keluar atau penanganannya. ***
(Penulis adalah pengamat ekonomi, Wakil Ketua Komisi IX DPR-RI).