[Nasional-m] Krisis Rasionalitas dan Resesi Ekonomi Dunia

Ambon nasional-m@polarhome.com
Wed Oct 2 23:24:03 2002


This is a multi-part message in MIME format.

------=_NextPart_000_009D_01C26A60.B5A09580
Content-Type: text/plain;
	charset="Windows-1252"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable

SUARA PEMBARUAN DAILY
-------------------------------------------------------------------------=
-------

Krisis Rasionalitas dan Resesi Ekonomi Dunia=20

idang tahunan IMF-Bank Dunia yang berlangsung di Washington akhir minggu =
lalu mengingatkan kemungkinan resesi ekonomi dunia. Dari beberapa =
kawasan, hanya Asia Timur, kecuali Jepang, yang dianggap memiliki masa =
depan yang relatif cerah. Amerika Utara dan Eropa melambat, sementara =
Amerika Latin dan Afrika akan menjadi titik hitam ekonomi dunia.=20

Seperti yang disuarakan oleh Indonesia bersama dengan 11 negara lain =
anggota IMF dari Asia Pasifik (antara lain Brunei, Kamboja, Fiji, Nepal, =
Thailand), salah satu ancaman yang akan memperparah resesi ekonomi dunia =
adalah proteksi yang diberlakukan negara maju. Negara maju dianggap =
munafik, karena di satu sisi terus-menerus menekan negara berkembang =
untuk melakukan liberalisasi, tetapi di sisi lain memperkuat benteng =
proteksionisme, dalam bentuk subsidi pertanian, labeling, kebijakan =
anti-dumping dan kenaikan hambatan tarif.

Antiglobalisasi

Suara-suara internasional yang mengingatkan bahaya resesi ekonomi akibat =
liberalisasi perdagangan sebenarnya telah mulai muncul sejak tahun lalu. =
Ekonom terkemuka Jepang, Eisuke Sakakibara dan Acting Director UNCTAD =
untuk urusan Global Development Strategies Division, Yilmaz Akyuz =
mengungkapkan bahwa pada tahun-tahun mendatang, resesi ekonomi bisa jauh =
lebih buruk daripada krisis ekonomi 1997-1998. Ini disebabkan karena =
liberalisasi perdagangan tidak diikuti oleh upaya global untuk =
menanggulangi pengangguran yang semakin membengkak.

Tahun lalu, kecenderungan penurunan harga saham dunia telah terjadi. =
Salah satu simbol kehancuran ekonomi dunia mulai tampak tahun lalu =
dengan kebangkrutan maskapai penerbangan Swiss Air serta penolakan =
intervensi oleh Union Bank of Switzerland serta Credit Suisse yang =
mencoreng citra Swiss sebagai pusat perbankan dunia. Tahun ini, hanya =
beberapa minggu lalu, dunia digemparkan oleh jatuhnya indeks saham di =
bursa-bursa terkemuka dunia. Tahun ini simbol kehancuran ekonomi dunia =
datang dari skandal bertubi-tubi, seperti Enron dan WorldCom.

Jika krisis ekonomi dunia itu betul-betul akan terwujud dalam waktu =
dekat, yang paling merasakan dampaknya adalah rakyat di negara =
berkembang seperti Indonesia. Liberalisasi perdagangan akan menjadi =
sumber ancaman yang paling besar bagi negara berkembang, seperti yang =
terjadi dengan nasib petani tebu dan padi yang akan gulung tikar karena =
serbuan gula dan beras impor yang jauh lebih murah karena disubsidi.

Menurut survei UNCTAD yang dipublikasikan April lalu, misalnya, =
liberalisasi perdagangan telah menghantam perekonomian sebagian negara =
berkembang. Memang kalau kita melihat statistik, angkanya terlihat =
menimbulkan optimisme. Sejak tahun 1980-an, akibat liberalisasi =
perdagangan dan investasi, negara berkembang mengalami kenaikan volume =
ekspor menjadi sepertiga dari total perdagangan dunia. Data =
memperlihatkan 70 persen lebih merupakan ekspor produk manufaktur.

Sayangnya, hanya sedikit sekali negara berkembang yang menikmati kondisi =
tersebut, biasanya karena konteks sejarah atau politik yang khas. Akibat =
liberalisasi, sebagian besar negara berkembang lain hanya mampu menjual =
buruh murah. Data peningkatan ekspor manufaktur juga hanya tipuan, =
karena sebenarnya ekspor tersebut datang dari subsidiaries perusahaan =
asing di negara berkembang.=20

Toyota Motor, misalnya, memiliki pabrik di sejumlah negara di Asia =
Tenggara. Dalam situasi demikian, peningkatan volume ekspor manufaktur =
di negara Asia Tenggara tersebut terjadi karena regionalisasi produksi =
Toyota di kawasan ini, dan hanya sedikit yang berasal dari kemampuan =
ekonomi lokal. Sumbangan pengusaha lokal, misalnya, hanya terbatas untuk =
membuat suku cadang yang rendah teknologi.

Itulah sebabnya, sejak beberapa dasawarsa terakhir, gelombang =
antiliberalisasi dan anti-globalisasi semakin membesar. Mereka =
kebanyakan menyuarakan kepentingan masyarakat di negara berkembang yang =
dirugikan oleh proses liberalisasi tersebut. Tahun lalu, misalnya =
sejumlah LSM internasional seperti Cafod, Save the Children, ActionAid, =
Oxfam, Christian Aid dan World Development menyerukan agar putaran =
perundingan perdagangan WTO, yang dijadwalkan September 2003 mendatang =
di Cancun, Meksiko mengadopsi apa yang disebut agenda "genuine =
development".=20

Krisis Politik

Dari kacamata politik ekonomi, cukup menarik untuk dikaji bahwa ancaman =
krisis ekonomi dunia dalam beberapa tahun mendatang mungkin merupakan =
dampak dari krisis politik dan ekonomi yang terjadi di negara maju sejak =
akhir tahun 1970-an. Pada tahun tersebut, banyak pemikir kritis yang =
berbicara tentang kebangkrutan demokrasi dan kehancuran sistem ekonomi =
Keynesian di negara maju.

Kebangkrutan demokrasi dan Keynesianisme terjadi karena demokrasi =
melahirkan tuntutan yang berlebihan serta munculnya fenomena yang =
disebut sebagai decline in deference, yaitu semakin kuatnya ideologi =
egaliter dan meritokratik yang memberikan janji-janji yang seringkali di =
luar kemampuan realitas untuk mencapainya. Dalam demokrasi liberal =
tersebut, politisi dan pemerintah mendapat tekanan politik yang saling =
bertentangan untuk memenuhi kepentingan berbagai kelompok masyarakat, =
misalnya upah yang lebih tinggi (para professional), perlindungan =
perburuhan dalam sektor ekonomi yang mengalami penurunan (oleh seri- kat =
buruh), suku bunga tinggi (oleh para bankir), suku bunga rendah (para =
debitor dan industri domestik), harga rendah (konsumen) serta harga =
tinggi (asosiasi bisnis).=20

Dalam rangka mengamankan posisi politiknya, politisi sering mengobral =
janji untuk memperoleh short-run political gain, tanpa mempertimbangkan =
dampak jangka panjang. Dengan persaingan politik antarpartai yang =
semakin ketat dalam negara demokrasi, politisi semakin terjebak ke dalam =
obral janji kampanye yang semakin irasional. Dalam kondisi demikian, =
kebijakan pemerintah banyak dilakukan dalam kerangka appeasement, yaitu =
hanya memenuhi tuntutan politik masyarakatnya.=20

Dampak secara jangka panjang jelas sangat destruktif. Birokrasi =
membengkak dan private wealth-making power dalam masyarakat menjadi =
semakin rusak. Kondisi ini berlangsung terus dan menjadi lingkaran setan =
yang tidak terputus-putus, sampai pada suatu titik di mana kekuatan =
ekonomi suatu negara mengalami krisis dan tidak bisa lagi menahan beban =
berat yang diakibatkan oleh mekanisme demokrasi tersebut.=20

Di negara maju peranan negara juga semakin berat ketika menghadapi =
fluktuasi ekonomi, seperti siklus bisnis atau yang datang dari luar, =
misalnya krisis minyak. Dalam situasi krisis, pemerintah harus melakukan =
intervensi langsung guna menopang sektor industri yang terpuruk akibat =
guncangan krisis atau menopang sektor pertanian yang tidak efisien. Saat =
ini tingkat subsidi pertanian mencapai 5-7 dolar per hari per petani, =
jauh lebih besar dari penghasilan buruh kita yang hanya kurang dari 3 =
dolar per hari.=20

Kondisi ini menghasilkan apa krisis pemerintahan rasional atau krisis =
rasionalitas. Ini terjadi karena pemerintah tidak bisa lagi berbuat =
banyak untuk memperbaiki ekonomi kecuali dengan "manajemen tuntutan =
politik". Di Amerika dan Eropa, manajemen tuntutan politik seperti ini =
melahirkan kebijakan internasional yang mendukung liberalisasi negara =
berkembang. Tujuannya untuk menyelamatkan industri dan bisnis atau =
petani di negara tersebut dari ancaman kebangkrutan ekonomi dan politik. =


Sejak tahun 1970-an, kebijakan AS selalu agresif dalam meminta negara =
lain agar membuka pasarnya bagi produk AS, baik secara unilateral, =
bilateral maupun melalui GATT atau WTO. Saat ini, kebijakan pembukaan =
pasar luar negeri itu dibarengi dengan memperkuat proteksi dengan =
instrumen-instrumen baru seperti labeling, ketentuan tentang sanitasi =
dan lain- lain.=20

Pelajaran yang penting adalah: krisis rasionalitas yang terjadi dalam =
manajemen politik di negara-negara maju kemudian diekspor ke =
lembaga-lembaga multilateral seperti WTO, Bank Dunia dan IMF yang =
dipaksa untuk memenuhi kebutuhan politik negara maju. Dengan kata lain, =
sesungguhnya lembaga multilateral ini saat ini lebih banyak mengabdi =
kepada tuntutan irasional masyarakat negara maju yang membutuhkan =
proteksi ekonomi untuk menopang gaya hidup mereka.=20

Yang jadi korban adalah masyarakat negara berkembang. Ekspor krisis =
irasionalitas dari negara maju menghasilkan tuntutan liberalisasi yang =
di luar batas kemampuan negara berkembang untuk memikulnya. Hasilnya, =
liberalisasi tersebut dalam jangka panjang akan menghasilkan resesi =
ekonomi dunia.=20

Dalam situasi semacam ini, lebih tepat bahwa upaya untuk mencegah dunia =
dari resesi ekonomi harus datang dari negara maju, terutama agar =
bertindak rasional dalam mendiktekan kepentingan ekonominya terhadap =
negara berkembang. Ancaman krisis rasionalitas seperti ini sebenarnya =
lebih menakutkan, daripada ancaman resesi ekonomi dunia seperti yang =
dikumandangkan oleh IMF dan Bank Dunia dari Washington akhir minggu =
lalu.=20

Penulis adalah Ketua Pengelola S2 Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, =
Yogyakarta.=20





------=_NextPart_000_009D_01C26A60.B5A09580
Content-Type: text/html;
	charset="Windows-1252"
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable

<!DOCTYPE HTML PUBLIC "-//W3C//DTD HTML 4.0 Transitional//EN">
<HTML><HEAD>
<META http-equiv=3DContent-Type content=3D"text/html; =
charset=3Dwindows-1252">
<META content=3D"MSHTML 6.00.2600.0" name=3DGENERATOR>
<STYLE></STYLE>
</HEAD>
<BODY bgColor=3D#ffffff>
<DIV><FONT face=3D"Trebuchet MS" size=3D2><FONT face=3D"Times New Roman" =
size=3D3>SUARA=20
PEMBARUAN=20
DAILY<BR>----------------------------------------------------------------=
----------------<BR><BR>Krisis=20
Rasionalitas dan Resesi Ekonomi Dunia <BR><BR>idang tahunan IMF-Bank =
Dunia yang=20
berlangsung di Washington akhir minggu lalu mengingatkan kemungkinan =
resesi=20
ekonomi dunia. Dari beberapa kawasan, hanya Asia Timur, kecuali Jepang, =
yang=20
dianggap memiliki masa depan yang relatif cerah. Amerika Utara dan Eropa =

melambat, sementara Amerika Latin dan Afrika akan menjadi titik hitam =
ekonomi=20
dunia. <BR><BR>Seperti yang disuarakan oleh Indonesia bersama dengan 11 =
negara=20
lain anggota IMF dari Asia Pasifik (antara lain Brunei, Kamboja, Fiji, =
Nepal,=20
Thailand), salah satu ancaman yang akan memperparah resesi ekonomi dunia =
adalah=20
proteksi yang diberlakukan negara maju. Negara maju dianggap munafik, =
karena di=20
satu sisi terus-menerus menekan negara berkembang untuk melakukan =
liberalisasi,=20
tetapi di sisi lain memperkuat benteng proteksionisme, dalam bentuk =
subsidi=20
pertanian, labeling, kebijakan anti-dumping dan kenaikan hambatan=20
tarif.<BR><BR>Antiglobalisasi<BR><BR>Suara-suara internasional yang =
mengingatkan=20
bahaya resesi ekonomi akibat liberalisasi perdagangan sebenarnya telah =
mulai=20
muncul sejak tahun lalu. Ekonom terkemuka Jepang, Eisuke Sakakibara dan =
Acting=20
Director UNCTAD untuk urusan Global Development Strategies Division, =
Yilmaz=20
Akyuz mengungkapkan bahwa pada tahun-tahun mendatang, resesi ekonomi =
bisa jauh=20
lebih buruk daripada krisis ekonomi 1997-1998. Ini disebabkan karena=20
liberalisasi perdagangan tidak diikuti oleh upaya global untuk =
menanggulangi=20
pengangguran yang semakin membengkak.<BR><BR>Tahun lalu, kecenderungan =
penurunan=20
harga saham dunia telah terjadi. Salah satu simbol kehancuran ekonomi =
dunia=20
mulai tampak tahun lalu dengan kebangkrutan maskapai penerbangan Swiss =
Air serta=20
penolakan intervensi oleh Union Bank of Switzerland serta Credit Suisse =
yang=20
mencoreng citra Swiss sebagai pusat perbankan dunia. Tahun ini, hanya =
beberapa=20
minggu lalu, dunia digemparkan oleh jatuhnya indeks saham di bursa-bursa =

terkemuka dunia. Tahun ini simbol kehancuran ekonomi dunia datang dari =
skandal=20
bertubi-tubi, seperti Enron dan WorldCom.<BR><BR>Jika krisis ekonomi =
dunia itu=20
betul-betul akan terwujud dalam waktu dekat, yang paling merasakan =
dampaknya=20
adalah rakyat di negara berkembang seperti Indonesia. Liberalisasi =
perdagangan=20
akan menjadi sumber ancaman yang paling besar bagi negara berkembang, =
seperti=20
yang terjadi dengan nasib petani tebu dan padi yang akan gulung tikar =
karena=20
serbuan gula dan beras impor yang jauh lebih murah karena=20
disubsidi.<BR><BR>Menurut survei UNCTAD yang dipublikasikan April lalu,=20
misalnya, liberalisasi perdagangan telah menghantam perekonomian =
sebagian negara=20
berkembang. Memang kalau kita melihat statistik, angkanya terlihat =
menimbulkan=20
optimisme. Sejak tahun 1980-an, akibat liberalisasi perdagangan dan =
investasi,=20
negara berkembang mengalami kenaikan volume ekspor menjadi sepertiga =
dari total=20
perdagangan dunia. Data memperlihatkan 70 persen lebih merupakan ekspor =
produk=20
manufaktur.<BR><BR>Sayangnya, hanya sedikit sekali negara berkembang =
yang=20
menikmati kondisi tersebut, biasanya karena konteks sejarah atau politik =
yang=20
khas. Akibat liberalisasi, sebagian besar negara berkembang lain hanya =
mampu=20
menjual buruh murah. Data peningkatan ekspor manufaktur juga hanya =
tipuan,=20
karena sebenarnya ekspor tersebut datang dari subsidiaries perusahaan =
asing di=20
negara berkembang. <BR><BR>Toyota Motor, misalnya, memiliki pabrik di =
sejumlah=20
negara di Asia Tenggara. Dalam situasi demikian, peningkatan volume =
ekspor=20
manufaktur di negara Asia Tenggara tersebut terjadi karena regionalisasi =

produksi Toyota di kawasan ini, dan hanya sedikit yang berasal dari =
kemampuan=20
ekonomi lokal. Sumbangan pengusaha lokal, misalnya, hanya terbatas untuk =
membuat=20
suku cadang yang rendah teknologi.<BR><BR>Itulah sebabnya, sejak =
beberapa=20
dasawarsa terakhir, gelombang antiliberalisasi dan anti-globalisasi =
semakin=20
membesar. Mereka kebanyakan menyuarakan kepentingan masyarakat di negara =

berkembang yang dirugikan oleh proses liberalisasi tersebut. Tahun lalu, =

misalnya sejumlah LSM internasional seperti Cafod, Save the Children, =
ActionAid,=20
Oxfam, Christian Aid dan World Development menyerukan agar putaran =
perundingan=20
perdagangan WTO, yang dijadwalkan September 2003 mendatang di Cancun, =
Meksiko=20
mengadopsi apa yang disebut agenda "genuine development". <BR><BR>Krisis =

Politik<BR><BR>Dari kacamata politik ekonomi, cukup menarik untuk dikaji =
bahwa=20
ancaman krisis ekonomi dunia dalam beberapa tahun mendatang mungkin =
merupakan=20
dampak dari krisis politik dan ekonomi yang terjadi di negara maju sejak =
akhir=20
tahun 1970-an. Pada tahun tersebut, banyak pemikir kritis yang berbicara =
tentang=20
kebangkrutan demokrasi dan kehancuran sistem ekonomi Keynesian di negara =

maju.<BR><BR>Kebangkrutan demokrasi dan Keynesianisme terjadi karena =
demokrasi=20
melahirkan tuntutan yang berlebihan serta munculnya fenomena yang =
disebut=20
sebagai decline in deference, yaitu semakin kuatnya ideologi egaliter =
dan=20
meritokratik yang memberikan janji-janji yang seringkali di luar =
kemampuan=20
realitas untuk mencapainya. Dalam demokrasi liberal tersebut, politisi =
dan=20
pemerintah mendapat tekanan politik yang saling bertentangan untuk =
memenuhi=20
kepentingan berbagai kelompok masyarakat, misalnya upah yang lebih =
tinggi (para=20
professional), perlindungan perburuhan dalam sektor ekonomi yang =
mengalami=20
penurunan (oleh seri- kat buruh), suku bunga tinggi (oleh para bankir), =
suku=20
bunga rendah (para debitor dan industri domestik), harga rendah =
(konsumen) serta=20
harga tinggi (asosiasi bisnis). <BR><BR>Dalam rangka mengamankan posisi=20
politiknya, politisi sering mengobral janji untuk memperoleh short-run =
political=20
gain, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Dengan persaingan =
politik=20
antarpartai yang semakin ketat dalam negara demokrasi, politisi semakin =
terjebak=20
ke dalam obral janji kampanye yang semakin irasional. Dalam kondisi =
demikian,=20
kebijakan pemerintah banyak dilakukan dalam kerangka appeasement, yaitu =
hanya=20
memenuhi tuntutan politik masyarakatnya. <BR><BR>Dampak secara jangka =
panjang=20
jelas sangat destruktif. Birokrasi membengkak dan private wealth-making =
power=20
dalam masyarakat menjadi semakin rusak. Kondisi ini berlangsung terus =
dan=20
menjadi lingkaran setan yang tidak terputus-putus, sampai pada suatu =
titik di=20
mana kekuatan ekonomi suatu negara mengalami krisis dan tidak bisa lagi =
menahan=20
beban berat yang diakibatkan oleh mekanisme demokrasi tersebut. =
<BR><BR>Di=20
negara maju peranan negara juga semakin berat ketika menghadapi =
fluktuasi=20
ekonomi, seperti siklus bisnis atau yang datang dari luar, misalnya =
krisis=20
minyak. Dalam situasi krisis, pemerintah harus melakukan intervensi =
langsung=20
guna menopang sektor industri yang terpuruk akibat guncangan krisis atau =

menopang sektor pertanian yang tidak efisien. Saat ini tingkat subsidi =
pertanian=20
mencapai 5-7 dolar per hari per petani, jauh lebih besar dari =
penghasilan buruh=20
kita yang hanya kurang dari 3 dolar per hari. <BR><BR>Kondisi ini =
menghasilkan=20
apa krisis pemerintahan rasional atau krisis rasionalitas. Ini terjadi =
karena=20
pemerintah tidak bisa lagi berbuat banyak untuk memperbaiki ekonomi =
kecuali=20
dengan "manajemen tuntutan politik". Di Amerika dan Eropa, manajemen =
tuntutan=20
politik seperti ini melahirkan kebijakan internasional yang mendukung=20
liberalisasi negara berkembang. Tujuannya untuk menyelamatkan industri =
dan=20
bisnis atau petani di negara tersebut dari ancaman kebangkrutan ekonomi =
dan=20
politik. <BR><BR>Sejak tahun 1970-an, kebijakan AS selalu agresif dalam =
meminta=20
negara lain agar membuka pasarnya bagi produk AS, baik secara =
unilateral,=20
bilateral maupun melalui GATT atau WTO. Saat ini, kebijakan pembukaan =
pasar luar=20
negeri itu dibarengi dengan memperkuat proteksi dengan =
instrumen-instrumen baru=20
seperti labeling, ketentuan tentang sanitasi dan lain- lain. =
<BR><BR>Pelajaran=20
yang penting adalah: krisis rasionalitas yang terjadi dalam manajemen =
politik di=20
negara-negara maju kemudian diekspor ke lembaga-lembaga multilateral =
seperti=20
WTO, Bank Dunia dan IMF yang dipaksa untuk memenuhi kebutuhan politik =
negara=20
maju. Dengan kata lain, sesungguhnya lembaga multilateral ini saat ini =
lebih=20
banyak mengabdi kepada tuntutan irasional masyarakat negara maju yang=20
membutuhkan proteksi ekonomi untuk menopang gaya hidup mereka. =
<BR><BR>Yang jadi=20
korban adalah masyarakat negara berkembang. Ekspor krisis irasionalitas =
dari=20
negara maju menghasilkan tuntutan liberalisasi yang di luar batas =
kemampuan=20
negara berkembang untuk memikulnya. Hasilnya, liberalisasi tersebut =
dalam jangka=20
panjang akan menghasilkan resesi ekonomi dunia. <BR><BR>Dalam situasi =
semacam=20
ini, lebih tepat bahwa upaya untuk mencegah dunia dari resesi ekonomi =
harus=20
datang dari negara maju, terutama agar bertindak rasional dalam =
mendiktekan=20
kepentingan ekonominya terhadap negara berkembang. Ancaman krisis =
rasionalitas=20
seperti ini sebenarnya lebih menakutkan, daripada ancaman resesi ekonomi =
dunia=20
seperti yang dikumandangkan oleh IMF dan Bank Dunia dari Washington =
akhir minggu=20
lalu. <BR><BR>Penulis adalah Ketua Pengelola S2 Ilmu Politik, =
Universitas Gadjah=20
Mada, Yogyakarta. </FONT><BR><BR><BR><BR></FONT></DIV></BODY></HTML>

------=_NextPart_000_009D_01C26A60.B5A09580--