[Nasional-m] Silang Pendapat Jelang Vonis Akbar

Ambon nasional-m@polarhome.com
Wed Sep 4 00:13:36 2002


Jawa Pos
Rabu, 04 Sept 2002

Silang Pendapat Jelang Vonis Akbar


Menjelang vonis hakim terhadap terdakwa skandal Bulog II Akbar Tandjung,
silang pendapat terhadap vonis yang akan dijatuhkan semakin ramai. Ada yang
memperkirakan bahwa Akbar akan divonis setengah dari tuntutan empat tahun
penjara yang diajukan jaksa penuntut umum. Artinya, Akbar hanya akan dihukum
dua tahun penjara.

Dengan vonis dua tahun penjara itu pun, Akbar tidak akan langsung masuk
penjara, melainkan masih akan banding. Nah, di tingkat banding itulah
diperkirakan Akbar akan dibebaskan. Ini persis dengan yang dilakoni Gubernur
BI Syahril Sabirin.

Ada pula pihak yang memperkirakan bahwa Akbar dibebaskan sama sekali.
Artinya, hakim akan memvonis ketua DPR itu tidak bersalah. Pihak yang
memperkirakan vonis demikian ini terdiri atas dua kelompok. Pertama, mereka
yang beranggapan bahwa hakim tidak mandiri. Hakim diintervensi alias dilobi
sehingga membebaskan Akbar dari tindak pidana korupsi sebagaimana yang
dituduhkan jaksa penuntut umum.

Kedua, kalangan dekat Akbar di Partai Golkar. Para "kerabat" dekat Akbar di
partai pohon beringan itu selama ini terus menggalang opini bahwa "bos"-nya
itu tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Jadi, hakim diperkirakan
akan membebaskan Akbar.

Lalu, mengapa begitu banyak silang pendapat terhadap vonis yang bakal
dijatuhkan hakim terhadap ketua umum Partai Golkar itu? Hanya karena Akbar
public figure atau karena dinilai tak cukup bukti bahwa Akbar melakukan
tindak pidana korupsi?

Munculnya silang pendapat itu tak berkait dengan public figure atau lemahnya
pembuktian di pengadilan tentang kesalahan Akbar. Mencuatnya silang pendapat
itu disebabkan kedudukan lembaga peradilan yang sangat lemah di hadapan
kekuasaan politik.

Orang ramai menyoroti perkara dugaan penyalahgunaan uang Bulog Rp 40 miliar
itu karena menilai bahwa pengadilan tidak mandiri. Kurang independen karena
perkara itu sarat dengan tarik-menarik kepentingan politik, khususnya antara
PDIP dan Golkar.

Bahkan, ada yang sangat tendensius menuduh pengadilan terhadap Akbar
Tandjung dan kawan-kawannya adalah setengah hati. Pengadilan terpaksa karena
ditekan kekuasaan politik dan publik. Akibatnya, banyak kalangan beranggapan
bahwa vonis hakim terhadap Akbar akan sangat moderat terhadap tarik-menarik
kepentingan politik itu, serta sangat akomodatif terhadap tuntutan publik
untuk menegakkan keadilan.

Banyaknya silang pendapat dalam perkara penyalahgunaan uang Bulog juga
menunjukkan bahwa pengadilan tidak cukup dipercaya masyarakat sebagai
pengayom hukum dan keadilan publik.

Banyaknya komentar, sikap, dan sorotan terhadap pengadilan Akbar dan
kawan-kawannya itu untuk kesekian kalinya menunjukkan bahwa hakim dan
pengadilan kita belum menjadi benteng terakhir equity before the law.

Akibatnya, banyak orang yang berkepentingan dengan putusan pengadilan harus
memainkan kepentingannya untuk memperoleh keadilan. Orang perlu menekan
hakim dan lembaga peradilan untuk mendapatkan keadilan. Orang perlu unjuk
rasa atau demo untuk mengontrol dan mengingatkan hakim agar dalam
menjatuhkan vonis dapat mencerminkan keadilan.

Ramainya silang pendapat terhadap pengadilan Akbar juga dapat dipahami dari
sisi lain. Yakni, karena sejak awal banyak kalangan yang ragu terhadap
independensi hakim dalam pengadilan skandal uang Bulog itu, maka hakim perlu
ditekan kuat-kuat. Dengan begitu, vonisnya dapat menguntungkan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan perkara itu.