[Nasional-m] Masa Depan Golkar

Ambon nasional-m@polarhome.com
Fri Sep 13 11:15:42 2002


Suara Karya

Masa Depan Golkar
Oleh TA Legowo

Kamis, 12 September 2002
Di awal era reformasi dulu, banyak yang memprediksikan Golkar akan kolaps
karena keterikatan dan keterkaitannya dengan rezim Soeharto. Ternyata,
Partai Golkar - nama baru yang disandangnya - di bawah kepemimpinan Akbar
Tandjung dapat selamat mengikuti Pemilu 1999 dengan perolehan suara sebesar
22 persen, kedua terbesar setelah PDIP (33 persen). Suara 22 persen itu
sangat bermakna bagi Golkar di era reformasi sekarang ini. Mungkin sekali
persentase itu adalah "suara murni" yang diraup partai berlambang pohon
beringin itu.
Masalahnya sekarang, apakah "suara murni" itu dapat dipertahankan Golkar
pada Pemilu 2004? Dengan kata lain, bagaimana masa depan Golkar setelah
ketua umumnya tersandung kasus Buloggate? Ini secara signifikan sangat
dipengaruhi oleh bagaimana keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
nanti, dan kepiawaian Golkar dalam "memainkan" opini publik dan mengelola
para pendukung tradisionalnya.
Kasus Akbar adalah kasus besar karena bersangkut-paut dengan beberapa
dimensi. Yakni, dimensi hukum, politik, pejabat negara, uang negara yang
non-neraca atau (non-budgeter), dan kondisi "kebatinan" masyarakat luas
dalam suasana reformasi yang sangat bersemangat memberantas korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN). Karena itu, Akbar dan Golkar harus bisa mengambil
manfaat dari kasus besar ini untuk kepentingan politik 2004. Sikap
mempertahankan Akbar tetap aktif sebagai Ketua Umum Partai Golkar tentu sah
saja bagi para pengurus partai. Karena itu adalah masalah intern partai yang
pasti sudah memperhitungkan plus-minusnya mempertahankan kepemimpinan Akbar.
Tetapi, untuk mempertahankan posisi Akbar tetap sebagai Ketua DPR adalah
perjuangan yang sangat berat bagi Partai Golkar. Karena, posisi Akbar
sebagai Ketua DPR berkaitan dengan jabatan publik. Jabatan publik Ketua DPR
tidak hanya ditentukan oleh Partai Golkar melalui Fraksi Partai Golkar (FPG)
di DPR, tetapi juga ditentukan oleh fraksi-fraksi lainnya. Sementara faktor
lain yang juga tidak boleh diabaikan adalah tekanan opini masyarakat.
Memang, vonis tiga tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat
terhadap Akbar belum berkekuatan hukum tetap karena masih dalam proses
banding. Namun, keputusan itu menyatakan Akbar bersalah, dan itu tidak bisa
diubah sampai dengan ada keputusan lain yang membatalkan oleh peradilan di
tingkat atasnya. Nah, untuk sampai kepada suatu keputusan hukum berkekuatan
tetap, masih panjang jalan yang harus dilalui dan diperlukan waktu yang
tidak singkat.
Secara politis situasi dan kondisi itu menjadi beban yang sangat berat bagi
Golkar yang seharusnya sudah dapat memfokuskan perhatiannya untuk memenangi
Pemilu 2004. Terperangkapnya Golkar dalam kondisi seperti ini tentu sangat
menguntungkan bagi lawan-lawan politik, baik lawan politik Akbar maupun
lawan-lawan politik Golkar. Mereka tentu berharap agar seluruh enerji Golkar
akan terkuras untuk menangani kasus yang membelit figur ketua umumnya, dan
tidak sempat lagi mempersiapkan diri secara baik mengikuti Pemilu 2004.
Adanya tekad dan semangat yang kuat dalam mempertahankan kepemimpinan Akbar
di Golkar yang diperlihatkan oleh para pengurus partai - baik pusat maupun
daerah - mengindikasikan tingkat soliditas partai. Namun di sisi lain, juga
memberikan kesan kepada publik bahwa Golkar sangat tergantung kepada figur
Akbar. Terkesan, Akbar sebagai figur yang sangat dibutuhkan dan tidak mudah
tergantikan dalam Golkar. Artinya, Akbar dipandang sebagai sosok yang
mempersatukan, menjadi jaminan keutuhan, dan keselamatan partai.
Jika benar demikian, sesungguhnya itu tidak sehat bagi Golkar sebagai sebuah
institusi politik. Itu berarti, Golkar telah "gagal" dalam talent scouting
kepemimpinan partai. Terkesan pula, Golkar tidak siap melakukan suksesi
kepemimpinan organisasi secara mendadak. Padahal selama ini Golkar terkesan
sebagai partai yang paling siap dan terorganisasi dengan baik.
Maka ke depan, Golkar harus mampu mengonsolidasikan diri menjadi lebih
solid, dan mengefektifkan kemampuannya dalam menyerap, mengagregasikan,
menyalurkan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Selain itu, perlu lebih
memantapkan sistem dan mekanisme suksesi kepemimpinan, serta pembinaan
kaderisasi, baik di tingkat pusat maupun daerah-daerah. Partai tidak boleh
lagi tergantung kepada satu figur pemimpin, tetapi harus bersandar kepada
sistem. Hanya itulah yang membuat Golkar tetap eksis, bahkan mungkin
mendapat dukungan lebih besar dari masyarakat.
TA Legowo adalah Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia.