[Nasional-m] Pembangunan Berkelanjutan untuk Siapa?

Ambon nasional-m@polarhome.com
Fri Sep 13 11:15:44 2002


Suara Merdeka
 Jumat, 13 September 2002 Karangan Khas

Pembangunan Berkelanjutan untuk Siapa?
Oleh: FX Adji Samekto

KONSEP pembangunan berkelanjutan ternyata tidak mampu mengentaskan Indonesia
dan negara dunia ketiga lainnya dari kemiskinan, tetapi justru memberi
keuntungan politik dan ekonomi negara-negara maju yang bersistem kapitalis.
Namun, pembangunan berkelanjutan telanjur diterima sebagai konsep yang
seolah-olah tidak perlu digugat kembali kebenarannya. Jadi sebenarnya konsep
itu diabdikan untuk siapa? Itulah yang pantas dipertanyakan kepada
pemimpin-pemimpin negara yang hadir di KTT Bumi di Johannesburg September
ini.
Kelahiran konsep itu didasari oleh terjadinya berbagai kerusakan lingkungan.
Kerusakan itu sendiri sebenarnya terjadi sebagai dampak industrialisasi di
negara-negara Eropa maupun proses pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga.
Proses industrialisasi maupun pembangunan merupakan proses-proses yang
dilaksanakan sebagai penjabaran teori modernisasi . Tidak bisa dipungkiri
teori modernisasi merupakan teori yang dibangun dalam konstruksi kepentingan
kapitalisme.
Uraian di bawah ini mencoba menjelaskan kaitan-kaitan antara kapitalisme
dengan konsep pembangunan berkelanjutan, sehingga pada akhirnya dapat
dilihat konsep itu bukanlah konsep yang netral.
Sebagaimana diketahui, setelah Perang Dunia II, negara-negara yang terlibat
perang, terutama di Eropa Barat, banyak yang mengalami kesulitan ekonomi
akibat tingginya biaya perang. Untuk memulihkan kembali kondisi ekonominya,
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat melakukan konsolidasi.
Hasil dari konsolidasi itu adanya perubahan dalam hubungan antarnegara di
bidang sosial, ekonomi dan politik. Eropa Barat dan Amerika Serikat tidak
mungkin lagi melakukan penjajahan fisik karena tuntutan keadaan setelah
Perang Dunia II.
Bangkitnya negara-negara baru yang merdeka di Asia dan Afrika setelah
Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955, yang sebelumnya merupakan
negara-negara jajahan Eropa dan Amerika Serikat menjadi ancaman baru bagi
eksistensi paham kapitalisme, karena banyak di antara tersebut lebih
tertarik pada paham sosialisme untuk melakukan perubahan sosial .
Proses Modernisasi
Hal yang menambah kekhawatiran negara-negara Barat, pada masa itu perang
dingin mulai melanda dunia. Amerika dan negara-negara Eropa Barat menyadari
situasi ini sehingga mereka mendorong para ilmuwan sosial mengembangkan
teori-teori yang dapat menarik dan dapat diaplikasikan di negara-negara
dunia ketiga, namun tetap dapat melanggengkan kapitalisme itu sendiri .
Oleh karenanya di bidang sosial, mulai dilakukan rekayasa sosial melalui
penyusunan teori-teori sosial. Salah satu teori sosial yang kemudian
diintroduksikan ke negara-negara berkembang dan baru merdeka adalah teori
modernisasi atau teori pembangunan yang dikembangkan di Amerika Serikat
sejak 1948.
Diintroduksikannya teori modernisasi ke negara-negara Dunia Ketiga, karena
dalam perspektif Barat negara-negara tersebut dipandang sebagai negara yang
masih dalam proses modernisasi, khususnya dalam proses pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi itu diharapkan dapat berjalan menurut proses atau
tahap-tahap tertentu yang juga pernah dialami oleh negara-negara kapitalis
di masa pertumbuhannya pada abad 19 . Dalam konteks modernisasi, Fred W
Riggs (1980) menyatakan penggunaan cara-cara budaya Barat maupun pemasukan
barang-barang materi dari Barat merupakan bagian dari proses modernisasi.
Oleh karena itu, Fred WRiggs menyebut proses modernisasi sebagai
westernisasi, dengan komponen-komponennya yang terdiri dari industrialisasi,
demokrasi, dan ekonomi pasar. Pendapat yang agak samar dikemukakan JW
Schoorl, bahwa bersama-sama dengan proses modernisasi itu, terjadi proses
westernisasi.
Teori modernisasi (teori pembangunan) dengan demikian bukanlah teori yang
bebas nilai. Hal ini juga dikatakan ilmuwan sosial dari Barat seperti JW
Schoorl (1988), bahwa proses modernisasi dan terwujudnya bentuk-bentuk
masyarakat modern dengan sendirinya tidak mungkin bebas nilai. Oleh
karenanya cara melaksanakan modernisasi juga ada hubungannya dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang digunakan. Mengingat teori modernisasi
dibangun di atas landasan kapitalisme, maka nilai-nilai yang mendukung
modernisasi jelas bernuansa kapitalistik.
Penerapan teori pembangunan dalam kebijakan di negara-negara Dunia Ketiga
menyebabkan terbukanya peluang bagi negara-negara kapitalis untuk
mengembangkan usahanya di negara-negara tersebut melalui perusahaan
multinasional.
Dalam operasinya, perusahaan-perusahaan ini kemudian melakukan eksploitasi
sumber daya alam. Hal ini sebetulnya merugikan negara-negara Dunia Ketiga
karena yang terjadi kemudian adalah kerusakan lingkungan . Dunia Ketiga
sedemikian rupa telah dijadikan pemasok bahan baku sebagai bagian dari
rangkaian proses-proses perdagangan multilateral.
Kerusakan lingkungan bisa semakin besar karena adanya kolaborasi antara
perusahaan multinasional dan penguasa serta pengusaha lokal yang hanya
mengutamakan kepentingan pribadi dan sesaat.
Tiga Faktor
Dalam ajaran kapitalisme , ada tiga faktor utama dalam produksi, yaitu
sumber daya manusia, teknologi dan sumber daya alam (lingkungan). Oleh
karena itu sumber daya alam bisa dieksploitasi secara besar-besaran hanya
untuk kepentingan maksimalisasi laba.
Berbagai kerusakan lingkungan bersifat lintas batas negara kemudian muncul
di dunia seperti perusakan lapisan ozon, terjadinya pemanasan global,
berkurangnya keragaman hayati, terjadinya hujan asam, dan juga
kerusakan-kerusakan lingkungan yang bersifat lokal.
Terjadinya kerusakan lingkungan merupakan ancaman bagi negara kapitalis
karena berarti terancamnya pasokan bahan baku atau bahan mentah, yang
sebenarnya harus dijaga keberlanjutannya. Mengingat dalam kapitalisme
kebutuhan pemupukan modal tidak ada batasnya dan bahkan perlu tetap
ditingkatkan, maka sumber daya alam itu perlu dipertahankan dan dikelola
dalam perspektif yang lebih rasional.
Lingkungan perlu dilestarikan karena hanya melalui pelestarian tersebut
terjamin keajekan pasokan bahan baku industri sehingga pertumbuhan ekonomi
akan terus berlangsung .
Untuk menjamin ketersediaan sumber daya alam inilah World Commission on
Environment and Development (WCED) pada tahun 1986 merumuskan konsep
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai:
"Pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan hari ini, tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka."
Berkat dukungan ekonomi, dana dan bargaining position yang lebih kuat dari
Amerika dan Eropa Barat, konsep pembangunan berkelanjutan berhasil
diterimakan kepada negara-negara Dunia Ketiga sebagai suatu kebenaran.
Pelaksanaan konsep itu kemudian menjadi tekanan yang terus-menerus akan
dilakukan oleh negara maju penganut sistem kapitalis terhadap Indonesia dan
negara dunia Ketiga lainnya.
Sesuai kesepakatan negara-negara dalam Konferensi PBB tentang Lingkungan dan
Pembangunan 1992, konsep itu harus diimplementasikan negara-negara melalui
hukum nasionalnya masing-masing .
Dari uraian di atas dapatlah kiranya dikatakan konsep pembangunan
berkelanjutan didasari oleh kenyataan terjadinya kerusakan lingkungan di
dunia sebagai akibat perkembangan kapitalisme sejak abad ke sembilan belas
hingga kini.
Kerusakan lingkungan akan mengancam keberlanjutan pasokan bahan baku ke
negara-negara kapitalis, sehingga kebutuhan bahan mentah untuk pembuatan
suatu produk dapat terancam.
Oleh karena itu harus dipertanyakan apa yang menjadi latar belakang
negara-negara sekarang ini memberlakukan konsep pembangunan berkelanjutan?
Untuk kepentingan perlindungan lingkungan atau sekadar menjamin kepentingan
negara maju (kapitalis) dalam menjamin keberlanjutan pasokan bahan baku
untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi.(33)
-FX.Adji Samekto, peserta Program Doktor Ilmu Hukum dan dosen di FH Undip