[Nasional-m] GOA: Kasus TKI Bukti Pemerintah Tak Punya Wibawa

Ambon nasional-m@polarhome.com
Mon Sep 23 02:48:06 2002


Moskow , Minggu, 22-09-2002 21:25:26
Bencana Alam

GOA: Kasus TKI Bukti Pemerintah Tak Punya Wibawa

GATRA.com - KASUS diusirnya ratusan ribu TKI dari Malaysia menunjukkan
pemerintah tidak mampu menangani TKI secara baik melalui jalur diplomasi dan
hal ini juga membuktikan kewibawaan pemerintah sangat lemah. "Di sisi lain,
kasus ini juga menunjukkan betapa pemerintah tidak memiliki sikap tanggap
yang optimal dalam menangani kasus TKI yang ada di Nunukan. Pemerintah juga
bersikap lamban mengusut penyimpangan dana untuk TKI di sana," kata
Koordinator Government Watch (Gowa) Farid Faqih di Jakarta, Minggu.

Hal senada juga dikatakannya ketika menjadi pembicara dalam Diskusi Terbuka
Radio Trijaya FM bertajuk "TKI ku Sayang, TKI ku Malang" di Marios Place
Cafe Jakarta, Sabtu (21/9). Selain Farid, hadir selaku pembicara,
Menakertrans Jacob Nuwa Wea dan mantan Menakertrans Bomer Pasaribu.

Farid mengatakan, kasus dipulangkannya ratusan ribu TKI ilegal dari Malaysia
merupakan satu contoh bagus dari tidak berwibawanya Presiden Megawati
Soekarnoputri.

Menakertrans Jacob Nuwa Wea menjelaskan, kasus pemulangan ratusan ribu TKI
ilegal dari Malaysia baru-baru ini menjadikan pemerintah menyadari betul
bahwa sektor tenaga kerja merupakan persoalan yang serius.

Jumlah pengangguran terbuka saat ini sebesar 8,1 juta orang dan untuk
menyediakan lapangan kerja bagi 8, 1 juta penganggur ini, pemerintah telah
menyiapkan sejumlah kebijakan. "Saya telah memerintahkan agar dilakukan
program padat karya produktif. Melalui padat karya produktif ini, mungkin
200-300 ribu orang penganggur bisa kita selesaikan," katanya.

Selain itu, pihaknya juga memperluas kebun-kebun kelapa sawit. Target
perluasan kebun kelapa sawit dalam negeri sekitar satu juta hektar. "Kalau
kita bisa memperluas kebun kelapa sawit, untuk apa kita pergi kerja ke
Malaysia. Kalau kebun bisa kita perluas sekitar satu juta hektar saja, 300
ribu orang sudah bisa kita tampung," katanya.

Jacob juga menyebut, pemerintah bisa juga menyediakan modal bagi usaha
mandiri. "Bank-bank harus memberi kemudahan untuk pemberian modal bagi
tukang ojek, tukang bakso dan lainnya.

Alternatif lainnya adalah melaksanakan program Depnaker sekitar tahun 70-an,
yaitu mengaktifkan Tenaga Kerja Sukarela (TKS).

"Daripada mereka menjadi provokator di kota-kota, lebih baik mereka kita
kirim ke desa-desa sebagai TKS. Kalau ada 40 ribu desa kali dua orang sudah
80 ribu orang tenaga kerja yang bisa diserap program TKS ini. Pengangguran
kita yang sarjana sekitar 1 juta orang," katanya.

Tidak Mampu

Menanggapi hal itu, Farid mengatakan, program yang dirancang Jacob memang
sudah bagus. Namun karena kepemimpinan Presiden Megawati tidak mampu
membangun satu koordinasi antar menteri yang bagus.

Karena itu program-program itu tidak diyakini akan berjalan sebagaimana yang
diidealkan.

"Ibarat kamera, bagaimana menjadikan kamera itu focus pada satu tujuan tidak
mampu dilakukan pemerintah, apalagi Ibu Mega," katanya. Contoh lainnya
bagaimana dalam masalah tenaga kerja ilegal, Jacob Nuwa Wea selalu
bersengketa dengan Menkeh dan HAM dan Departemen Luar Negeri.

"Memang ada propenas atau Propeta, tapi itu bukan arah tujuan negara. Itu
adalah proyek-proyek yang dibuat oleh masing-masing departemen, tapi tidak
menuju satu titik, Indonesia yang dibangun akan mengarah ke mana," katanya.

Karena itu, menutut Farid, kalaupun Depnakertrans punya sejumlah program
ketenaga-kerjaan nantinya tidak akan sejalan dengan program kerja di
instansi pemerintah lainnya.

"Dia akan tidak sejalan dengan program pemerintah daerah. Jadi, dia tetap
tidak akan focus. Pak Jacob sekarang boleh `ngomong` program perluasan kebun
kelapa sawit satu juta hektar, tapi belum tentu Menteri Pertanian setuju,"
katanya.

Menurut Farid, kenyataan seperti itu sudah terjadi di lapangan. "Saat saya
pergi ke Nunukan, perintah Pak Jacob bahwa jangan ada lagi pengiriman TKI
itu diabaikan. Saya juga pergi ke Jawa Timur dan mendapati hal serupa.
Mereka bilang, yang disuruh Pak Jacob kan yang begini, tapi kalau kita
melaksanakan yang begitu. Ini persoalan mendasar bahwa kita tak punya
pemimpin yang berwibawa yang diikuti oleh rakyat. Kalau tahun depan kita
memilih Megawati lagi, rusak negara ini," katanya.

Sedangkan Bomer Pasaribu berpendapat, persoalan TKI muncul karena memang
tidak ada sistem yang mengaturnya selama ini. "Kita sayangkan, kenapa saat
pertemuan Mbak Mega dengan Pak Mahatir tanggal 7 Agustus tidak ada MoU yang
ditandatangani di Bali," katanya.

Selaku mantan Menakertrans, Bomer mengakui koordinasi antar menteri memang
menjadi problem di tubuh pemerintahan di era reformasi ini. "Kita harus
akui, jangan kita tutup-tutupi bahwa koordinasi di kabinet itu kurang.
Koordinasi kita memang kurang," kata Bomer. [Dh, Ant]