[Nasional-m] Aborsi Perlu Diatur dalam UU Kesehatan

Ambon nasional-m@polarhome.com
Tue Sep 24 21:36:03 2002


SUARA PEMBARUAN DAILY

Aborsi Perlu Diatur dalam UU Kesehatan

Ada Rencana Melegalkan Praktik Aborsi
JAKARTA - Masalah aborsi perlu diatur dalam undang-undang tentang kesehatan.
Untuk itu, aborsi dicantumkan dalam draf RUU Kesehatan Pasal 56 Bab VIII
tentang kesehatan reproduksi. Aborsi dicantumkan dalam draf RUU Kesehatan
untuk melindungi perempuan dari praktik pengguguran kandungan yang tidak
aman.
Hal itu mengemuka dalam diskusi Revisi Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang
Kesehatan, yang diselenggarakan Komisi VII DPR RI bekerja sama dengan Forum
Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan serta Pusat Pengkajian
dan Pelatihan Informasi, Senin (23/9). Diskusi diadakan untuk mendapatkan
masukan bagi revisi UU Nomor 23/1992.
Diskusi dihadiri oleh berbagai kalangan, seperti GP Farmasi, Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia (ISFI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
(POGI), Kimia Farma, Indo Farma dan Indofood.
Dalam pertemuan itu, Sekretaris Jenderal IDI, dr Fahmi Idris menilai Pasal
56 tentang kewajiban pemerintah melindungi kaum perempuan dari praktik
pengguguran kandungan yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggung
jawab melalui peraturan perundang-undangan- menunjukkan bahwa ada rencana
melegalkan aborsi. Oleh karena itu, katanya, perubahan UU Nomor 23/1992
perlu dibahas dengan pihak lain (di luar kalangan kesehatan).
Tidak Digubris
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, dr Sanusi Tambunan, menilai UU Nomor 23/1992
tidak digubris oleh undang-undang lain. RUU Kesehatan yang sedang disusun
saat ini diharapkan bisa menjadi payung bagi sistem kesehatan.
Dengan demikian, akan ada undang-undang lain yang akan secara khusus
mengatur satu bidang. Misalnya, undang-undang yang mengatur kefarmasian,
undang-undang profesi kedokteran dan undang-undang pembiayaan kesehatan.
Dia mencontohkan undang-undang tentang kesehatan saat ini, dalam hal aborsi,
hanya mengatur dokter. Padahal, fakta di lapangan, aborsi dilakukan oleh
bidan dan dukun. Akibatnya, angka aborsi yang tidak aman cukup tinggi.
Atas dasar itu, perlu dicari upaya mencegah aborsi yang tidak aman. Tetapi
sejauh ini, undang-undang masih tabu mengatur aborsi. Menanggapi hal itu,
ahli kesehatan dr Kartono Mohamad yang turut menyusun draf RUU Kesehatan
menjelaskan, dengan diusulkannya aborsi pada draf RUU Kesehatan, berarti
mengatur aborsi dengan hukum/peraturan (melegalkan). Ini tidak berarti
membebaskan aborsi (meliberalkan). Pasalnya, sampai saat ini belum ada
undang-undang yang mengatur aborsi.
"Yang dimaksud adalah melindungi rakyat, yang berarti aborsi diatur dalam
undang-undang. Apakah bentuknya nanti menyediakan fasilitas yang aman, itu
masih akan diatur," kata Kartono.
Mendesak Direvisi
Pada kesempatan itu, Tambunan menjelaskan bahwa UU Nomor 23/1992 mendesak
direvisi secara menyeluruh. Revisi didasarkan kepada berbagai pertimbangan.
Di antaranya, pasal 15 tentang aborsi dalam undang-undang itu penuh
ambivalensi sehingga tidak mungkin dibuat Peraturan Pemerintah (PP).
Undang-undang tidak memberi peluang untuk mengantisipasi perkembangan
teknologi dan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Undang-undang hanya mengesankan bahwa kesehatan hanya urusan Departemen
Kesehatan semata, pasal yang mengatur Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM) tidak sesuai dengan undang-undang asuransi.
Disamping itu, UU Nomor 23/1992 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan UU
Nomor 22/1999 tentang otonomi daerah. Konsep otonomi daerah membuat bidang
kesehatan sepenuhnya di tangan pemerintah daerah.
Draf RUU Kesehatan terdiri 17 Bab dengan 90 pasal, yang mencakup hak,
kewajiban, larangan, tugas dan tanggung jawab pemerintah, sarana pelayanan
kesehatan, teknologi dan produk teknologi, kesehatan anak, remaja dan usia
lanjut, kesehatan reproduksi, kesehatan lingkungan, kesehatan jiwa. Penyakit
menular, pembiayaan kesehatan, peran serta masyarakat dan ketentuan pidana.
(N-4)


Last modified: 24/9/2002