[Nasional-m] DPR yang Malas dan Cacat

Ambon nasional-m@polarhome.com
Thu Sep 26 21:48:53 2002


Media Indonesia
Jumat, 27 September 2002

DPR yang Malas dan Cacat


RAPAT Paripurna DPR bagai berlangsung di ruang kosong. Namanya paripurna,
tapi lebih ramai rapat pengurus RT. Jumlah peserta rapat sangat minim dan
tidak kuorum. Sebagian besar kursi-kursi yang terdapat di Gedung Nusantara V
DPR kosong melompong. Tetapi, rapat paripurna tetap dilangsungkan dan tetap
pula mengambil keputusan penting.
Yang terjadi memang sangat memalukan. Anggota DPR datang hanya untuk
menandatangani daftar hadir, lalu setelah itu kabur. Tanda tangan itu jauh
lebih penting, bahkan memiliki legitimasi lebih kuat dibanding kehadiran
fisik anggota DPR dalam sidang.
Ambil contoh rapat paripurna pengesahan RUU tentang Perlindungan Anak. Dalam
daftar hadir tercatat 319 orang, tapi pada saat pengesahan RUU itu tidak
lebih dari 40 anggota DPR yang hadir, atau hanya 8% dari 500 anggota DPR.
Bayangkan, hanya dengan 8% anggota DPR yang hadir secara fisik, sebuah RUU
tetap disahkan menjadi UU.
Ketika hal itu diprotes karena tidak memenuhi kuorum, pemimpin rapat
mengakui banyaknya anggota DPR yang keluar saat akan dilakukan pengambil
keputusan. Namun, keputusan tetap diambil karena mereka yang tidak hadir
sudah dianggap menyetujui RUU itu dan menyerahkan pengambilan keputusannya
kepada forum rapat. Jadi, keputusan diambil berdasarkan anggapan.
Bahkan, ada rapat paripurna yang hanya dihadiri empat anggota. Atau hanya
0,8% dari 500 anggota DPR. Itu terjadi ketika rapat membahas penjelasan
pengusul RUU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik.
Padahal, menurut Pasal 189 Peraturan Tata Tertib DPR, setiap rapat DPR dapat
mengambil keputusan apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota yang
terdiri atas lebih dari separuh unsur fraksi. Anggota DPR berjumlah 500
orang dengan sembilan fraksi.
Namun, tata tertib itu hanya ada di atas kertas. Adapun kenyataannya,
menurut pengamatan harian ini, jumlah anggota DPR yang hadir tidak lebih
dari 50 orang, khususnya pada pukul 10.00 WIB hingga pukul 16.00. Bahkan,
menurut pemantauan Forum Komunikasi Massa, forum wartawan dari berbagai
penerbitan yang meliput di DPR dan MPR, sebanyak 59 anggota DPR malas
mengikuti rapat Dewan. Malas, yaitu kurang dari 50% menghadiri rapat, bahkan
nol persen karena tidak pernah sama sekali.
Namun, meski tidak kuorum, sekalipun lebih banyak kursi yang kosong
melompong, rapat DPR tetap berjalan. Dan, tetap mengambil keputusan penting
seperti mengesahkan undang-undang.
Sesungguhnya bangsa ini sedang berjudi dengan DPR yang malas. Yang hanya
datang untuk tanda tangan, yang tidak memenuhi syarat untuk mengambil
keputusan, yang tidak taat kepada tata tertib. Tetapi, kepada merekalah
pembuatan undang-undang ditentukan.
Keadaan bertambah parah karena DPR yang malas itu sangat bernafsu
menghasilkan sebanyak-banyaknya undang-undang. Malas, tetapi berpretensi
produktif. Maka, yang dihasilkan hanya dua kemungkinan, yaitu sampah atau
sesat. Undang-undang sampah atau undang-undang sesat. Bahkan, keduanya
sekaligus, yaitu undang-undang sampah dan juga sesat.
Karena undang-undang itu disahkan dalam rapat yang tidak sah untuk mengambil
keputusan, sebenarnya DPR pun sedang menghasilkan undang-undang yang cacat
hukum. Betapa seram: hukum yang justru cacat hukum!
Bayangkan, sudah sampah, sesat, cacat pula. Mau ke manakah kita semua dibawa
oleh DPR yang seperti itu?