[Nasional-m] Eksploitasi Laut yang Melampaui Batas

Ambon nasional-m@polarhome.com
Mon Feb 3 02:48:02 2003


http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=23193
Senin, 03 Feb 2003

Eksploitasi Laut yang Melampaui Batas
Oleh Prihartini Widiyanti *

Selama bertahun-tahun, manusia menyalahgunakan laut, menjarah ikannya,
meracuni dengan limbah dan sampah, serta merusak pantainya. Padahal,
berbagai ekosistem laut, misalnya laut tropik yang dangkal dan hangat,
memberikan kondisi ideal bagi kehidupan karang.

Bakau pun tumbuh subur di daerah pantai tropik. Berjuta-juta ikan berkembang
biak di antara akar-akaran yang terletak di permukaan air. Di pantai dekat
daratan beriklim sedang, tumbuh hutan kelp, yaitu ganggang besar yang tumbuh
subur di tempat-tempat yang kaya zat hara.

Di daerah pantai beriklim sedang, bintang laut mencari makanan dan melekat
ke batu karang. Ada juga remis, kelinci laut, dan kepiting. Laut dan daratan
sering membentuk dataran lumpur yang luas. Di situ banyak dijumpai siput
bulan, kerang besar, dan kepiting yang mampu hidup bersama dan beradaptasi
di antara lumpur dan pasir.

Walaupun sinar matahari nyaris tak dapat menembus kedalaman laut, kadang ada
sedikit celah terbuka di dasar laut untuk melepaskan gas dari gunung api di
bawah laut. Dari sini bakteri berkembang biak dengan baik dan menyediakan
makanan bagi remis raksasa, bulu babi, dan cacing tabung.

Ikan menghasilkan protein hewani terbesar di dunia. Bahkan, ada sekitar 500
biota laut yang menghasilkan bahan-bahan obat-obatan untuk menyembuhkan
berbagai penyakit, di antaranya kanker. Namun, lebih dari 40
negara -termasuk Malaysia, Mesir, Australia, dan Brazil- mengeksploitasi
minyak dan gas alam dari dasar laut serta mengeruk pasir dan kerikil laut.

Laut juga berjasa dengan memberikan banyak kemudahan kepada manusia.
Misalnya, sebagai sarana transportasi antarkota, antarnegara, bahkan
antarbenua. Pantai merupakan bagian dari laut yang menciptakan banyak
keindahan alam bagi manusia. Banyak negara memanfaatkan pantainya sebagai
objek wisata unggulan untuk mendatangkan devisa.

Di daerah pantai, dijumpai banyak hutan bakau dan terumbu karang yang
berfungsi melindungi garis pantai tropik dari badai. Sementara itu, pantai
beriklim sedang dilindungi lumpur, rawa, dan bukit-bukit pasir.

Tetapi, dari waktu ke waktu, perilaku manusia terus merusak laut. Lalu, apa
yang kita lakukan untuk menyelamatkan laut yang begitu memberikan banyak
manfaat bagi kehidupan manusia itu? Tidak banyak. Sebaliknya, kita cenderung
melakukan tindakan yang merusak ekosistem laut. Nelayan mengambil ikan
secara berlebihan dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, dengan
pukat harimau atau bahan peledak.

Menurut data FAO (Food and Agriculture Organization), laut mampu
menghasilkan 100 juta ton ikan setiap tahun. Pada 1988, nelayan telah
menangkap ikan 97,4 ton. Jumlah tersebut menurun tiap tahun. Bukan karena
manusia mengurangi kegiatannya, melainkan persediaan ikan yang menipis.

Pemburu-pemburu ikan membinasakan spesies ikan paus besar. Anjing laut dan
penyu ditangkapi serampangan. Terumbu karang dirusak untuk dibuat cendera
mata. Nelayan bahkan sering menangkap ikan yang berharga mahal, seperti
kerapu. Padahal, ikan tersebut merupakan predator yang sangat dibutuhkan
agar rantai makanan tetap berlangsung. Bila predator menghilang, rantai
makanan akan terganggu.

Kapal tanker minyak juga selalu seenaknya membuang limbah yang dapat
mencemari lingkungan laut. Minyak dapat menghilangkan daya apung ikan-ikan
dan binatang laut sehingga mereka akan mati. Namun, pencemaran akibat minyak
bukanlah ancaman paling serius bagi laut kita. Tindakan lain, seperti
penangkapan ikan secara berlebihan dan cara menangkap ikan yang merusak,
jauh lebih berbahaya bagi kelangsungan hidup biota laut.

Nelayan komersial sering melemparkan jaring -dengan sengaja atau tidak-
sehingga banyak ikan dan binatang laut lainnya yang terperangkap di
dalamnya. Beberapa akan mati serta yang lain terjerat dan mati.

Di beberapa bagian dunia, nelayan menggunakan cara yang merusak untuk
meningkatkan pendapatan mereka. Penangkapan ikan dengan bahan peledak dapat
menghancurkan terumbu karang. Di Kepulauan Bahama, karang dan rumput laut
rusak ketika para pengeruk mengaduk endapan lumpur laut sehingga mengurangi
persediaan oksigen dalam laut. Akibatnya, tindakan itu dapat membunuh
sebagian besar ekosistem laut.

Dua pertiga penduduk dunia hidup di pantai. Dengan tumbuhnya populasi
pantai, aktivitas pembangunan akan meningkat, namun juga merusak habitat
yang dapat mengurangi produktivitas laut. Pariwisata menjadi penyebab utama
kerusakan pantai. Mengapa? Sebab, pembangunan hotel-hotel dan sarana wisata
di pantai-pantai yang buruk perencanaannya dapat merusak pantai. Misalnya,
mengurangi tempat bertelur kura-kura.

Para wisatawan juga sering melakukan perbuatan yang merusak dengan
menginjak-injak terumbu karang dan bukit pasir serta mengganggu kehidupan
liar di sekitar pantai. Adanya pariwisata juga meningkatkan jumlah kotoran
manusia dan limbah-limbah lain. Bahkan, sekitar 90 persen kotoran yang
dibuang ke laut tidak diolah dahulu. Limbah mentah tersebut menjadi makanan
bagi ganggang sehingga ia tumbuh subur dan membunuh kehidupan laut yang
lain.

Selain itu, limbah itu menjadi ancaman bagi perenang dan penyelam karena
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada pencernaan. Kegiatan lain yang
merusak pantai adalah budidaya air, seperti tambak udang atau ikan untuk
ekspor, yang dilakukan Thailand dan Filipina. Tambak ikan tersebut menggusur
hutan bakau yang merupakan tempat ikan liar mencari makan dan bertelur.

Nelayan juga menggunakan pestisida, antibiotik, dan obat-obatan lain untuk
menyehatkan ikan-ikan di tambaknya. Zat-zat itu dapat berpengaruh buruk
terhadap binatang dan tumbuh-tumbuhan lain.

Sebagian besar pencemaran laut berasal dari pertanian. Penggunaan pupuk
kimia secara berlebihan mengakibatkan pertumbuhan ganggang meningkat dan
membunuh makhluk hidup lainnya. Zat kimia beracun terakumulasi dalam rantai
makanan dan mempengaruhi daya reproduksi binatang di dalamnya.

Penebangan hutan secara liar dapat mengelupas tanah dan membentuk endapan
lumpur di daerah pantai yang dapat merusak habitat dan mengurangi cadangan
oksigen. Proses industri mengeluarkan zat-zat yang berbahaya bagi
kelangsungan hidup ekosistem laut.

Lalu, apa alternatif solusinya? Berbagai macam. Misalnya, memberikan
peringatan kepada masyarakat tentang bahaya pencemaran dan eksploitasi laut
secara berlebihan, mengusulkan perubahan kebijakan perdagangan dan
pembangunan, pengelolaan hutan secara baik, pengenalan metode penangkapan
ikan yang aman dan berkelanjutan, serta membantu memasarkan hasil tangkapan
nelayan melalui koperasi.

Pemerintah negara-negara di dunia juga harus mematuhi Konvensi PBB tentang
Hukum Laut yang memberikan perlindungan dan yurisdiksi zona ekonomi
eksklusif sampai 322 kilometer dari lepas pantai. Salah satu alternatif
terbaik adalah pengelolaan pantai terpadu yang memandang pantai sebagai satu
kesatuan dengan laut dan memperhitungkan dampak-dampak dari segala aktivitas
di daerah tersebut.
* drg Prihartini Widiyanti MKes, peserta Program S-3 Ilmu Kedokteran
Pascasarjana Unair