[Nasional-m] Hati-hati Memilih Angkutan Haji!

Ambon nasional-m@polarhome.com
Mon Jan 27 23:36:03 2003


 http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2003012800264066
Selasa, 28 Januari 2003

Hati-hati Memilih Angkutan Haji!


PERINGATAN di atas patut direnungkan oleh semua biro perjalanan haji (BPH)
selaku penyelenggara haji khusus (ONH plus). Jangan sampai, karena ingin
mencari untung, malah buntung? Pengalaman tertundanya ratusan jemaah haji
khusus bersama Indonesian Airlines (IA) beberapa hari lalu harus dijadikan
pelajaran berharga.

Meskipun itu bukan semata-mata kesalahan dari BPH tetapi para jemaah haji
biasanya tidak mau tahu. Bagi mereka yang terpenting sampai ke Tanah Suci
dan kembali lagi ke Tanah Air dengan selamat. Sebagai 'pembeli', kalau boleh
disebut demikian, jemaah haji adalah 'raja' yang patut diberi pelayanan
sebaik-baiknya.

Ikut sertanya IA dalam penerbangan haji tahun ini juga menimbulkan tanda
tanya besar. Soalnya, selama lebih dari 20 tahun, atau sejak penyelenggaraan
haji mengenal angkutan udara awal tahun 80-an, pemerintah Indonesia selalu
menerapkan prinsip Single Airline Designation. Yaitu masing-masing negara
hanya diizinkan menunjuk satu perusahaan penerbangan. Pemerintah Indonesia
menunjuk Garuda Indonesia sebagai designated airline untuk melaksanakan
penerbangan dari/ke Arab Saudi. Sementara Arab Saudi menunjuk Saudi Arabian
Airlines sebagai designated airline untuk melaksanakan penerbangan dari Arab
Saudi ke Indonesia dan sebaliknya.

Penunjukan IA sebagai angkutan haji bertambah aneh karena perusahaan
penerbangan ini relatif baru bahkan belum banyak dikenal oleh masyarakat
akan kinerjanya. Kalau persoalannya karena kekurangan pesawat, pertanyaan
selanjutnya, mengapa Merpati Airlines tidak diikutsertakan? Padahal dari
segi pengalaman dan jumlah armada, Merpati tidak usah disangsikan.

Tetapi, sepertinya ada sesuatu yang salah di sini. Mantan Direktur Merpati
yang kini menjabat sebagai Ketua Umum INACA (Asosiasi Penerbangan Komersial
Indonesia) Wahyu Hidayat dalam sebuah seminar Mei 2002 lalu pernah
mengeluhkan bahwa pihaknya ketika menjabat sebagai Direktur Utama Merpati
sudah tiga tahun berjuang untuk bisa ikut menerbangkan jemaah haji, tetapi
selalu ditolak pemerintah.

Alasannya, kata Wahyu, ya itu tadi, karena pemerintah menganut prinsip
single airline designation. ''Kita waktu itu tidak perlulah punya izin
sendiri tetapi cukup bernaung di bawah bendera Garuda saja sudah cukup,
tetapi tetap ditolak,'' tambahnya.

Penolakan ini, menurut Wahyu, karena dalam penyelenggaraan haji, pemerintah
bertindak sebagai agen tunggal perjalanan haji yakni seluruh sarana dan
prasarana haji termasuk memilih angkutan udara dilakukan pemerintah.

[BPH tidak bersalah]

Namun, terlepas dari pro-kontra pemakaian IA, para BPH tidak mau dianggap
sebagai pihak yang menelantarkan jemaah. ''BPH itu sudah melakukan persiapan
semuanya. Secara administratif tidak ada lagi kekurangan, tetapi kalau
tiba-tiba ada musibah seperti ini mau diapakan. Toh ini bukan kesalahan dari
BPH,'' kata Ketua Umum Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sepuh), Hafidz
Taftazani kepada Media di Jakarta kemarin.

Menurut dia, di saat pemerintah sudah memberikan kuota yang cukup besar
kepada swasta diikuti dengan pengawasan yang ketat, di saat pihak swasta
juga melakukan konsolidasi untuk memperbaiki pelayanan, tiba-tiba ada
musibah di luar dugaan seperti ini, rasanya tidak adil bila BPH yang
disalahkan.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Umrah
dan Haji (AMPUH) Asrul Azis Taba. Ia membantah, kasus tertundanya jemaah
disebabkan keteledoran para pengelola BPH dalam memilih penerbangan.

"Di mana kesalahan para BPH. Mereka sudah memilih dengan sangat cermat dan
teliti demi kenyamanan beribadah jemaahnya. Yang salah sudah jelas IA yang
membohongi para pengelola BPH dengan mengatakan kesanggupan membawa jemaah,"
tegas Asrul.

Di mata anggota DPR-RI Roqib Abdul Kadir bahwa masalah penerbangan ini sudah
diingatkan sejak dini. Sebab, dengan kuota sebesar 23.169 orang, tidak
gampang mencari penerbangan.

''Bisa jadi masalah penerbangan ini menjadi batu sandungan untuk langkah ke
swastanisasi haji. Karena jumlah sebanyak itu adalah pertama kali dalam
sejarah perhajian khusus Indonesia," ungkap anggota Dewan dari Fraksi
Reformasi ini.

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Perjalanan Umrah dan Haji
(AMPPUH) Mahfudz Djaelani mengingatkan BPH agar lebih berhati-hati, jangan
karena ingin mengejar keuntungan tetapi mengabaikan pelayanan.

''Ini gara-gara di antara BPH ada yang menjual biaya di bawah standar,
padahal pemerintah sudah menentukan minimal US$3.500. Saya baru tahu
ternyata banyak Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang menyerahkan
jemaahnya kepada BPH,'' katanya.

Mahfudz juga menyesalkan sikap dari dua asosiasi lain yang terkesan berlepas
tangan dalam kasus IA ini. ''Ini kesalahan kedua-duanya. BPH ingin cari
untung dengan mencari pesawat murah, sementara perusahaan penerbangan
ternyata belum berpengalaman tetapi sudah berani mau menerbangkan jemaah
haji. Merpati saja yang sudah berpuluh tahun ingin ambil bagian tidak pernah
diizinkan,'' ujarnya.

Mahfudz khawatir dengan cara BPH yang tidak profesional seperti ini. ''Kita
prihatin, jangan sampai jemaah yang telantar ini tidak saja terjadi di sini,
tetapi juga di Tanah Suci, karena BPH kehabisan uang sehingga banyak
kebutuhan untuk jemaah yang belum dibayar penuh misalnya fasilitas di Mina
dan Arafah.

''Dulu sudah bagus dibayar melalui pemerintah, eh asosiasi minta agar
masalah Mina dan Arafah ini diserahkan kepada mereka saja, saya khawatir
nanti tidak bisa dibayar lalu jemaah diusir dari sana,'' ujarnya.

Apa kata pemerintah? Sekretaris Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, Fauzie Amnur menegaskan, "Depag akan tetap mencabut
surat izin BPH yang menelantarkan jemaah. Hal ini kami lakukan untuk
melindungi jemaah. Dengan begitu, para pengelola BPH tidak melalaikan tugas
yakni memberi kenyamanan para jemaah beribadah di Tanah Suci."
([Arm/DI/B-1])